Try new experience
with our app

INSTALL

Master of Masters E 11-42 

MM 13. Suster El

"Maulana!" Sadam mencari-cari di sekitarnya dengan panik cemas.

 

 

"Master Maulana sudah baik-baik saja, ia sedang pulang sebentar untuk memasak, nanti ia akan kembali lagi untuk menjenguk dirimu," terang Andhika Ardan. Sadam menatap Andhika dan ia percaya perkataan Andhika.


 

Seorang suster kemudian masuk.


 

"Permisi, saya mau memeriksa kondisi Tuan Sadam!" kata suster itu. Sadam terpanah saat melihat suster itu. Ia terpaku menatap suster itu. "Anda sudah sadar Tuan Sadam? Alhamdulillah, syukurlah!" ucap senang suster itu membuyarkan Sadam yang sedang hanyut terpaku oleh sang suster itu. Saya akan cek dahulu!" Suster mengecek seperlunya, tensi dan suhu tubuh, lalu keadaan cairan infus. "Infusnya lepas, akan saya benahi!" Suster segera membenahinya. Sadam merasa senang suster itu mendekat kepadanya dan setiap kulit mereka bersentuhan terasa merasuk ke setiap aliran darah Sadam. Bahkan merasuk hingga ke hati, jantung, benak, dan jiwanya. "Semuanya normal, tapi masih lemah. Akan saya laporkan kepada Dokter Badar mengenai kondisi Anda yang membaik ini dan Dokter akan memeriksa Anda lebih lanjut. Selain itu akan saya laporkan kebagian gizi untuk mengantarkan makan siang Anda." Suster itu pergi dan telah menghilang di balik pintu, tapi Sadam tidak berhenti memandang ke arah kepergian suster itu. Andhika Ardan membayangkan tangannya ke arah Sadam yang melamun beberapa kali sampai Sadam sadar dan menepis tangan Andhika Ardan.


 

"Kau tertarik?" tanya Andhika Ardan.


 

"Maksudmu, Pak?" tanya Sadam pura-pura tidak paham.


 

"Tidak perlu pura-pura tidak paham denganku, Sadam. Kau tahu aku ini polisi, biasa mengintrogasi. Selain itu aku juga punya kekuatan master yang mempermudah membaca orang lain. Kau sangat paham maksud pertanyaanku, Sadam," kata Andhika sembari mensedekapkan melipat kedua tangannya menjadi satu meletakkan di antara dadanya. Sadam membuang muka, memalingkan ke arah yang tidak bertatapan dengan Andhika. Andhika dan Pak Fiksi saling pandang dan tersenyum.

 

Sadam Pamungkas sedang memalingkan wajahnya dari tatapan Andhika Ardan atau pun Pak Fiksi. Sementara Andhika Ardan dan Pak Fiksi tersenyum menatapnya yang sedang sangat-sangat tertarik dengan salah seorang suster yang ada di rumah sakit itu.


 

"Aku ada ide Pak Andhika!" kata Pak Fiksi.


 

"Ide apa, Pak Fiksi?" tanya Andhika Ardan.


 

"Bagaimana kalau kita minta pihak rumah sakit agar suster yang tadi khusus untuk merawat Sadam saja!" kata Pak Fiksi. Sadam terkejut hingga terbelalak menoleh ke arah kedua polisi itu.


 

"Itu ide yang bagus, biar aku yang akan bicara dengan pihak rumah sakit dan suster yang tadi!" kata Andhika Ardan.


 

"Apaan sih, Pak Andhika, Pak Fiksi?!" protes Sadam Pamungkas.


 

"Em ... jangan lupa sekalian tanyakan siapa nama suster yang tadi!" kata Pak Fiksi.


 

"Pak Fiksi!" Sadam semakin kesal.


 

"Baiklah, aku akan ke luar sebentar! Tolong jaga Sadam sebentar jangan biarkan dia kabur dari kita dan juga dari suster rumah sakit, sir sirannya!" kata Andhika Ardan.


 

"Sir siran apaan sih, Pak Andhika?!" Sadam menjadi kesal campur malu. Andhika Ardan menatap Sadam sebentar dengan tersenyum lalu bergegas pergi. Sadam membuang muka lagi dengan kesal.


 

Tidak lama kemudian Andhika Ardan telah kembali.


 

"Bagaimana?" tanya Pak Fiksi.


 

"Sudah aku pinta kepada pihak rumah sakit dan mereka tidak masalah. Aku juga meminta untuk yang mengantarkan makanan khusus Sadam juga suster itu, bukan bagian gizi," terang Andhika Ardan.


 

"Oh, itu sangat bagus sekalikan, Sadam?" tanya Pak Fiksi sembari tersenyum dengan sedikit tawa kecil. Sadam berdecak kesal. "Em ... lalu namanya suster itu siapa, Pak Andhika? Sadam pasti sangat-sangat ingin tahu, Pak Andhika!" kata Pak Fiksi.


 

"Elmira, panggilannya Suster El!" jawab Andhika Ardan. Sadam sebal tapi ia mendengarkan dengan baik siapa nama suster itu bahkan ia menghafalkan nama suster itu dalam benaknya.


 

"Elmira, Suster El, Suster Elmira, Suster El," benak Sadam mengingat-ingat nama suster itu.


 

"Oke, Pak Andhika, saya mau menyelidiki dahulu anak buah saya yang menjadi wayangnya dalang! Assalamualaikum!" pamit Pak Fiksi.


 

"Waalaikumsalam!" jawab Andhika Ardan.


 

"Suster El, Suster Elmira, ingat itu Master Sadam!" kata Pak Fiksi sambil terkekeh bersama Pak Andhika sebelum ia akhirnya ke luar dari kamar rawat Sadam Pamungkas. Sadam berdecak kesal.


 

Bersamaan Pak Fiksi ke luar masuk Suster El membawakan makanan untuk Sadam Pamungkas.


 

"Master Sadam, Suster El, Elmira!" Pak Fiksi jadi masuk lagi demi mengucapkan itu ke Sadam baru ia benar-benar pergi.


 

"Apaan sih, Pak Fiksi, pakai balik lagi? Pergi, pergilah sana!" Sadam kesal semakin kesal karena ia menjadi merona, karena ada orangnya, ada Suster El. Andhika tersenyum.


 

"Pak Sadam, sudah saatnya Anda untuk makan!" kata Suster El.


 

"Tidak perlu!" tolak Sadam dengan kasar dan membuang muka.


 

"Eh, kok begitu dengan Suster El?" heran Andhika.


 

"Bawa kembali saja makanannya!" kata Sadam.


 

"Sepertinya Master Sadam begitu karena maunya makan dengan disuapin Anda, Suster El!" kata Andhika membuat Sadam menoleh ke Andhika dengan mata membola. "Tolong suapin Master Sadam, Suster El!" kata Andhika Ardan.


 

"Baik, Pak!" Suster El bersedia. Ia mendekat ke Sadam Pamungkas membuat jantung Sadam berdegup kencang.


 

Suster itu menaikkan tempat tidur Sadam. Posisi Sadam kini menjadi duduk. Suster El mengambil mangkuk bubur lalu mengisinya dengan lauk dan sayur.


 

"Silakan, Pak Sadam!" Suster El menyendokkan makanan dan menawarkan ke bibir Sadam Pamungkas. Sadam bergeming.


 

"Suster El sudah berbaik hati loh, Master Sadam, dimakan dong!" bujuk Andhika. Sadam tidak tega dengan Suster El dan akhirnya memakan suapan dari Suster El. "Nah, begitu!" kata Andhika.


 

"Cukup, aku tidak mau lagi!" tolak Sadam yang baru makan satu suap.


 

"Baru juga satu suap, lagi dong, beberapa suap lagi!" kata Andhika.


 

"Tidak, tidak, tidak!" tolak Sadam.


 

"Anda harus makan dengan baik, Pak Sadam, demi kondisi Anda cepat pulih!" Suster El kembali menyodorkan sesuap ke bibir Sadam.


 

"Dengar tidak, aku bilang tidak, ya tidak!" bentak Sadam kepada Sultan El.


 

"Sadam!" bentak Andhika balik karena Sadam telah membentak Suster El. "Jangan berani-berani kamu membentak atau kasar dengan Suster El! Dia baik-baik ke kamu, tapi kamu apaan, main kasar, bentak orang tidak salah!" marah Andhika. "Aku minta maaf Suster El, atas kelakuan Sadam, tapi tolong jangan kapok merawat Sadam!" ucap Andhika.


 

"Iya tidak apa-apa, Pak, saya mengerti," jawab Suster Elmira.


 

Di depan rumah sakit Maulana bertemu dengan Pak Fiksi.


 

"Master Maulana!" sapa Pak Fiksi.


 

"Pak Fiksi!" sapa Maulana balik.


 

"Apa kabar, bagaimana kondisi Anda, saya dengar dari Pak Andhika jika Anda habis mengalami percobaan pembunuhan?" tanya Pak Fiksi beruntun.


 

"Alhamdulillah, seperti yang Pak Fiksi lihat sekarang ini, saya sehat walafiat!" kata Maulana Husam dengan antusias.


 

"Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu!" ucap Pak Fiksi.


 

"Anda mau ke mana, Pak Fiksi?" tanya Maulana.


 

"Aku mau ke kantor dahulu, kalau sempat aku akan ke sini lagi menjenguk kalian!" kata Pak Fiksi.


 

"Em ... tidak makan dahulu, Pak Fiksi? Soalnya kebetulan saya membawa soup sangat banyak!" terang Maulana antusias.


 

"Terima kasih, tapi maaf saya terburu-buru, lain kali saja!" kata Pak Fiksi.


 

"Oh, baiklah, Pak Fiksi!" kata Maulana.


 

"Mari Master Maulana, Assalamualaikum!" ucap Pak Fiksi.


 

"Waalaikumsalam!" jawab Master Maulana. Pak Fiksi pergi sedangkan Maulana masuk ke rumah sakit.


 

Sementara itu di kamar Sadam Pamungkas, Suster El tidak menyerah meski mendapatkan bentakan dari Sadam.


 

"Ayo, Pak Sadam, coba makan sedikit lagi!" kata Suster El.


 

"Kau tuli atau apa sih? Akukan sudah bilang tidak!" kata Sadam.


 

"Master Sadam, aku bilang jangan kasar dengan Suster El!" bentak Andhika.


 

"Tidak apa-apa, Pak jika Pak Sadam kasar dengan saya atau membentak saya, tapi tolong Bapak jangan membentak Pak Sadam, karena ia sedang sakit dan orang sakit memang sensitif," kata Suster El.


 

"Tuh lihat, kau akan beruntung jika mendapatkan suster El, Master Sadam!" kata Andhika.


 

"Apaan sih, Pak Andhika!" bentak Sadam ke Andhika.


 

"Pak Sadam tolong kendalikan emosi Anda karena itu tidak baik untuk kondisi Anda yang sedang drop. Emosi bisa menghambat penyembuhan dan bahkan bisa memperburuk kondisi Anda, Pak Sadam," terang Suster El.


 

Suster El lalu memaksa mencoba memasukkan makanan ke bibir Sadam. Sadam menyingkirkan tangan Suster El.


 

"Aku tidak mau, Suster El!" kata Sadam.


 

"Master Sadam, kau jangan seperti anak kecil!" kata Andhika. Sadam memalingkan muka. "Kau benar-benar anak kecil, Master Sadam!" ejek Andhika kemudian.


 

Master Maulana Husam mengetuk pintu kamar rawat inap Sadam.


 

"Masuk!" seru Andhika. Master Maulana Husam masuk ke kamar itu.


 

"Master Sadam, kau sudah sadar?" tanya Maulana antusias saat mengetahui Sadam Pamungkas sudah sadar. Sadam terkejut mendengar suara itu.


 

Sadam langsung mengarahkan pandangannya ke Maulana. Ia pun lega saat melihat Maulana baik-baik saja, sehat-sehat saja.


 

"Master Sadam, aku sangat berterima kasih atas pertolonganmu. Jika bukan karena kau memberikan energi mastermu kepadaku, mungkin sekarang ini aku telah tiada!" ucap Maulana. Andhika hanya tersenyum bergeming menanggapinya. "Sekarang bagaimana keadaanmu, Master Sadam?" tanya Maulana kemudian. Sadam bergeming lalu memalingkan wajahnya.


 

"Master Sadam sedang seperti anak kecil saat ini," terang Andhika Ardan.


 

"Maksudnya?" tanya Maulana Husam.


 

"Master Sadam sedang rewel tidak mau makan," terang Andhika.


 

"Oh, begitu? Em ... jika tidak mau makan masakan rumah sakit, bagaimana jika kau makan masakanku? Aku sudah membuatkan untukmu juga untuk Master Andhika, soup yang kaya rempah. Soup ini akan sangat baik untukmu karena dapat mempercepat proses pemulihan energimu!" kata Maulana dengan antusias. Perhatian Sadam kembali mengarah ke Maulana.


 

"Maaf, Master Maulana, aku tidak mau!" tolak Sadam dengan baik-baik.


 

"Oh, kau tidak menghargai usahaku memasak untukmu, Master Sadam!" kata Maulana membuat hati Sadam tidak enak.


 

"Maaf!" ucap Sadam.


 

"Sadam, kau budakkukan sekarang?" tanya Maulana.


 

"Iya, benar, aku budakmu, Master Maulana!" kata Sadam.