Try new experience
with our app

INSTALL

Master of Masters E 11-42 

MM 12. Dari Mata Turun ke Hati

"Pingsan, belum sadar sejak semalam!" terang Andhika.


 

Pak Fiksi terbelalak ternganga melihat sosok yang sedang terbaring pingsan di atas ranjang rumah sakit itu.

 

 

Pak Fiksi datang ke rumah sakit kawasan pantai. Ia masuk ke kamar rawat inap Sadam Pamungkas. Ia cukup terkejut saat melihat yang terbaring tidak sadarkan diri di kasur rumah sakit adalah Sadam Pamungkas yang sempat mencoba membunuhnya.


 

"Bagaimana ceritanya ia bisa terbaring seperti ini? Apa Pak Andhika berhasil menangkapnya?" tanya Pak Fiksi.


 

"Tidak demikian, Pak Fiksi. Dia seperti ini dikarenakan menolong Master Maulana Husam yang hampir tewas karena seseorang yang berkekuatan master sangat tinggi mencoba untuk membunuhnya," terang Andhika Ardan.


 

"Apa ada yang mencoba membunuh Master Maulana? Bagaimana kondisi Master Maulana sekarang?" tanya Pak Fiksi dengan cemas.


 

"Tadinya kritis dan bahkan kata dokter kemungkinan hidupnya kecil. Akan tetapi berkat Master Sadam Pamungkas memberikan semua energi masternya kepada Master Maulana akhirnya Maulana sekarang ini sudah baik-baik saja, tinggal pemulihan saja," terang Andhika Ardan.


 

"Di kamar mana Master Maulana? Saya ingin menjenguknya!" kata Pak Fiksi.


 

"Oh dia sudah baik-baik saja, dia sedang pergi untuk membuatkan makanan yang bisa memulihkan kondisi Master Sadam Pamungkas," terang Andhika Ardan.


 

"Oh, syukurlah jika demikian!" kata Pak Fiksi lega.


 

"Oleh karena itu ada hal penting yang ingin saya sampaikan kepada Anda terkait semua ini. Oleh sebab itu juga saya meminta Anda untuk datang sendiri tanpa ditemani satu pun anggota," kata Andhika Ardan.


 

"Hal penting apa itu, Pak Andhika?" Pak Fiksi penasaran.


 

"Dalang dibalik dua wayang kemungkinan adalah orang yang sama. Maksudnya master yang mencoba membunuh Master Maulana dan Masster Sadam yang mencoba membunuh Anda, diperintahkan oleh orang yang sama. Kemungkinan juga ada kaki tangan dalang itu di antara anggota Anda, Pak Fiksi. Oleh karena dalang itu bisa tahu rencana Anda dan bisa tahu tentang Maulana." Andhika Ardan menerangkan.


 

"Iya, pemikiran Anda ada benarnya, Pak Andhika Ardan. Sepertinya memang ada di antara anggota yang menjadi kaki tangan bandar itu." Pak Fiksi sependapat dengan Andhika Ardan. "Apa Anda sudah tahu siapa dalangnya yang kemungkinan juga adalah bandarnya?" tanyanya kemudian.


 

"Orang yang memiliki mobil berplat nomor empat empat enam satu, yang waktu saya menangkap Master Sadam, mobil itu datang membawa Sadam kabur dari saya. Anggota berhasil mengecek pemiliknya tinggal di jalan Waru tiga belas. Saya ada dugaan orang itu adalah Master Alexis. Masternya para master," terang Andhika Ardan.


 

"Apa? Dia? Dia yang terkenal baik itu?" Pak Fiksi tidak menyangka.


 

"Jika dugaan saya benar, maka kita akan sangat sulit untuk menangkapnya, Pak Fiksi. Di samping kekuatannya yang levelnya paling tinggi juga karena ia pasti akan dilindungi oleh para master yang lainnya. Selain itu seperti yang Anda katakan ia juga terkenal dermawan, kaya raya, punya link, punya kuasa, yang bisa membuatnya mengendalikan hukum," terang Andhika Ardan.


 

"Menurutku dugaan Anda kemungkinan besar benar. Lalu apa yang akan kita lakukan untuk menghadapi Masters Alexis itu?" tanya Pak Fiksi.


 

"Em ... saya juga belum tahu, yang pasti kita harus merencanakan dengan matang. Sekarang ini yang terpenting adalah Anda harus menemukan anggota Anda yang menjadi mata-matanya," kata Pak Andhika.


 

"Anda sangat benar, saya akan menyelidiki anggota saya dengan diam-diam!" kata Pak Fiksi.


 

Smartphone Andhika Ardan berbunyi.


 

"Iya halo!" seru Andhika. "Bagus!" kata Andhika lalu telepon mati.


 

"Gudang tempat kejadian percobaan pembunuhan terhadap Master Maulana telah ditemukan. Sekarang para anggota sedang memeriksa lokasi itu," terang Andhika kepada Pak Fiksi. Pak Fiksi mengangguk-angguk.


 

Sementara itu di gudang terbengkalai lokasi itu para polisi sedang memberi garis polisi berwarna kuning. Sebagian anggota memeriksa bagian dalam, jejak-jejak percobaan pembunuhan terhadap Maulana Husam. Ada bercak-bercak darah di lantai tempat itu yang mereka temukan. Selain itu mereka tidak menemukan jejak apa pun.


 

Sementara itu Master Maulana sedang berbelanja di swalayan. Ia mengambil bahan-bahan yang akan ia butuhkan untuk membuat makanan khusus untuk Sadam. Sumsum tulang, daging, beberapa jenis sayur, dan pastinya beraneka macam rempah-rempah, karena Sadam akan sangat butuh vitamin dari bahan-bahan itu. Ia segera membayar dan pulang ke rumah kontrakannya.


 

Sesampainya di rumah ia pun segera memasak soup yang akan sangat cocok untuk membantu pemulihan kondisi Master Sadam Pamungkas.


 

Sementara itu yang di restoran Pantai tempat Maulana Husam bekerja sebagai chef sedang berduka karena diberitakan oleh Master Andhika Ardan jika Maulana telah tiada. Mereka memasang tulisan di depan restoran akan buka beberapa jam saja tidak sampai sore apalagi malam seperti biasanya. Para pengunjung pun mendapatkan penjelasan sebabnya.


 

Samba Damara yang sedang mengecek kondisi Maulana sudah mati atau belum datang ke restoran itu. Ia pun mendapati tulisan keterangan mengenai restoran yang akan buka hanya beberapa saat saja. Ia mengangkat tangannya untuk memesan sesuatu.. Waiters datang menawarkannya menu.


 

"Em ... ada apa ya Mbak kok restoran hanya buka sebentar?" tanya Samba Damara.


 

"Karena salah satu chef kami hari ini telah berpulang karena dibunuh orang," jawab pelayan itu.


 

"Kau yakin chef kalian itu sudah meninggal? Apa dia benar-benar sudah meninggal?" tanya Samba Damara.


 

"Iya itu yang kami dengar dari Pak Andhika Ardan, seorang polisi yang menelepon kami dan memberitahukan berita itu," jawab pelayan.


 

"Oh begitu, baiklah aku pesan steak daging sapi saja!" ujarnya kemudian.


 

"Baik Tuan, silakan ditunggu!" kata pelayan itu lalu bergegas pergi. "Aneh pertanyaannya masak tanyanya apa benar-benar sudah meninggal seperti orang yang mengharapkan kematian Maulana," benak pelayan itu.


 

Di rumah sakit kawasan pantai, kamar rawat inap Sadam Pamungkas.


 

Andhika merasakan kondisi Sadam Pamungkas lebih baik dari sebelumnya. Ia mendekati Sadam untuk memeriksa lebih lanjut.


 

"Ada apa?" tanya Pak Fiksi.


 

"Saya merasakan kondisinya lebih baik dari yang tadi. Saya hendak memeriksanya untuk memastikannya!" terang Andhika Ardan.


 

Pada saat itu perlahan Sadam membuka matanya. Ia melihat Andhika berdiri di sisinya. Reflek ia terkejut dan bangkit lompat mau kabur, tetapi terjatuh menimpa Andhika. Andhika dan Pak Fiksi membantu Sadam kembali berbaring ke tempat tidur. Sadam masih berusaha mau kabur, tetapi Andhika dan Pak Fiksi menahan tubuhnya agar tetap berbaring.


 

"Aku tidak mungkin menahan dirimu sekarang! Kau juga tidak mungkin kabur dariku!" kata Andhika Ardan.


 

Seketika itu Sadam tidak memberontak lagi. Sedetik kemudian ia teringat Maulana dan bangkit lagi. Andhika dan Pak Fiksi menahan pergerakan tubuhnya lagi.


 

"Maulana!" Sadam mencari-cari di sekitarnya dengan panik cemas.