Try new experience
with our app

INSTALL

The Runaway 7,8,9 

TR 8. Lari Sembunyi

Tengah malam menjelang dini hari, di dalam sebuah lift, Radika sedikit kesakitan. Beruntung peluru hanya merusak celana yang baru dibelinya dan sedikit menggores kulit yang membalut tulang keringnya bagian samping agak menengah. Tidak lama kemudian Radika dan Yura ke luar dari lift itu. Radika menggandeng tangan Yura dengan menariknya agar cepat melangkah.


 

“Ayo, Yura lari!”


 

“Ula ak isa lali pat.”


 

Saat itu toko-toko telah tutup semua. Sebagian besar lampu di mall itu dimatikan. Radika dan Yura berlari di dalam mall yang remang-remang, tapi masih jelas untuk melihat.


 


 

Salah satu satpam mall melihat mereka. “Itu mereka pasti yang dicari polisi!” serunya memberitahukan kepada rekan-rekannya. Satpam-satpam mall lekas berlari menghampiri Radika dan Yura. Mereka mengepung Radika dan Yura.


 

Radika dikeroyok. Radika lekas merebahkan dirinya ke lantai sembari menjegal atau menendang kaki para satpam itu. Para satpam jatuh. Radika menjatuhkan dua paper bag, dengan cepat berdiri, dan meraih satpam yang pertama ia jegal. Ia menghajar wajah satpam itu. Yura melihat dua paper bagnya dan mengambilnya.


 

Radika lekas berpindah meraih satpam yang kedua ia jegal. Akan tetapi saat itu satpam terakhir yang ia jegal sudah bangkit dan meraih kerah baju belakang Radika. Sembari tetap mencengkram satpam yang kedua, Radika dengan cepat memposisikan dirinya dan membuat satpam yang ada di belakangnya itu jatuh terbanting. Radika sekaligus menghajarnya dengan menghantamkan satpam yang sedang ia cengkram ke arah satpam yang terbanting tadi, sehingga satpam yang ia cengkram jatuh menindih temannya itu.


 

Satpam lainnya sudah berdiri dan kembali mengeroyok Radika. Radika merunduk dan meraih salah satunya sekaligus melemparkannya ke arah rekan-rekannya yang mengeroyok. Radika meraih salah satunya lagi dan menghajarnya.


 

Radika berkelit dari serangan sembari meraih lagi lainnya. Radika menghajar yang berhasil diraihnya. Salah satu satpam yang sudah dihajarnya bangkit lagi dan mau menyerangnya dari belakang. Yura melihatnya dan menarik bajunya sehingga serangannya terhenti. Radika meraih satpam itu lalu menghajarnya lagi sampai tidak berkutik tergeletak di lantai meskipun masih sadar.


 

***


 

Ferdiansyah dan polisi-polisi sudah naik lift lalu turun lift dan sampai di mall.


 

***


 

Radika berhasil melumpuhkan satpam-satpam itu. Yura ikut memukul satpam yang sudah kalah, tapi mau bangkit lagi. Radika lekas menghajar mereka agar tidak bisa melawan lagi. Radika membawa Yura untuk segera berlari.


 

Polisi-polisi menghampiri para satpam yang. Salah satu satpam masih sadar.


 

“Mereka lari ke sana, Pak!” tunjuk satpam yang sadar. Polisi-polisi segera berlari ke arah yang di tunjukkan satpam.


 

Radika dan Yura sampai di area toko yang terbuka yang hanya tertutup terpal kalau sudah tutup.


 

“Di depan pintu mall pasti polisi sudah menghadang kita,” pikir Radika.


 

Radika dan Yura mendengar suara langkah orang berlari ke arah mereka.


 

“Yura, ayo sembunyi!” Radika mengajak Yura sembunyi di dalam toko yang hanya tertutup terpal. Radika membekap mulut Yura agar Yura tidak bersuara. Polisi-polisi telah datang di area itu.


 

“Ke arah mana mereka?” tanya salah satu polisi yang mengejar mereka.


 

“Ini arah ke pintu depan. Mungkin mereka mau ke luar lewat depan. Coba hubungi yang menghadang di depan untuk berhati-hati!” tegas Ferdiansyah. Salah satu polisi menelepon rekannya. “Sekarang menyebar periksa di sekitar sini sampai toko-toko yang arah ke pintu depan!” perintah Ferdiansyah kemudian. Semua polisi menyebar memeriksa.


 

Seorang polisi ada yang memeriksa toko-toko yang tertutup terpal itu. Deg deg deg. Radika dan Yura mendengar suara orang mengutak-atik terpal.


 

Seorang polisi memeriksa satu persatu toko- toko berterpal. Radika merasa toko tertutup terpal yang ia dan Yura tempati akan dibuka karena suara orang memeriksa terpal sudah dekat. Radika melempar paper bag lalu dengan tetap membekap mulut Yura mengajak Yura jalan jongkok dan merangkak pindah dari dalam terpal ke terpal lainnya yang berhimpitan.


 

Saat telah pindah ke toko tertutup terpal lainnya. Polisi malah melompati terpal sebelumnya, mau membuka terpal di mana Radika dan Yura telah berpindah. Radika merasa terpal yang di tempatinya mulai bersuara. Mendengar hal itu, hampir bersamaan terpal itu dibuka, ia lekas melempar kembali paper bag ke tempat sebelumnya dan menyeret Yura dengan jongkok, tiarap, dan tetap membekap mulut Yura, untuk kembali ke toko terpal sebelumnya. Gerakan itu menimbulkan suara, tapi suaranya hampir bersamaan dengan suara terpal yang dibuka polisi itu. Saat polisi membuka terpal itu sudah tidak ada orangnya.


 

Polisi beralih membuka terpal yang tadi dilewatinya. Radika mendengar terpal yang di tempatinya bergerak. Ia tidak mungkin pindah toko berterpal yang sebelahnya lagi berjarak. Radika melihat barang dagangan tas di dalam toko itu sangat banyak. Sembari tetap membekap Yura ia lekas merobohkan semua barang itu dengan kedua kakinya dan satu tangan sehingga menutupi dirinya dan Yura. Gerakan itu sudah pasti bersuara keras. Akan tetapi polisi menduga barang-barang itu roboh karena gara-gara polisi itu membuka terpalnya. Saat terpal terbuka polisi itu melihat tumpukan tas. Polisi berpindah memeriksa terpal yang lainnya.


 

Radika mendengar suara terpal yang dibuka akhirnya jauh. Radika mengintip, ternyata memang polisi yang memeriksa area toko-toko tertutup terpal sedang memeriksa yang jauh di sana. Radika mencari dua paper bagnya di antara tumpukan tas itu. Setelah itu kesempatan itu lekas Radika gunakan untuk membawa Yura menyebrang dari satu toko tertutup terpal ke toko tertutup terpal lainnya. Radika dan Yura mengarah berbalik arah bukan ke pintu depan.


 

Sampai di sebuah toko dress tutu anak-anak, polisi itu ternyata dengan cepat berpindah memeriksa toko dress tutu itu. Radika baru tahu, baru menyadari dengan mendadak, jika terpal toko rok tutu itu mau dibuka. Radika langsung mengambil beberapa baju dengan satu tangan karena satu tangannya ia gunakan untuk membekap Yura. Akan tetapi ia hanya sempat menutup wajahnya dan wajah Yura. Posisi Radika berbaring mepet tepi terpal sedangkan Yura berbaring di sisinya hampir ke tengah toko rok tutu itu. Saat terpal dibuka jatuhnya terpal menutupi Radika sementara Yura terlihat. Akan tetapi karena gelap samar-samar dan baju Yura yang terlihat sama dengan baju-baju dress tutu yang dijual meskipun jauh beda sendiri ukurannya, Polisi melihatnya sebagai manekin yang sedang tertutup kepalanya dengan baju-baju. Polisi pergi memeriksa ke terpal yang lainnya lagi. Setelah dipikir tidak ada yang bersembunyi di toko-toko yang tertutup terpal-terpal itu, polisi itu pergi dari area toko-toko terbuka itu. Radika lekas kembali membawa Yura dengan jongkok dan tiarap melewati satu terpal ke terpal yang lainnya sampai area toko itu habis.


 

Radika dan Yura telah melewati area luas toko-toko yang hanya tertutup terpal. Radika tetap membekap mulut Yura dan menenteng dua paper bag, melangkah diam-diam, melewati setiap toko-toko beruang di mall itu dengan bersembunyi di balik-balik dinding ke arah parkiran dalam.


 

Dengan melangkah pelan-pelan dan menutup mulut Yura mereka telah berhasil sampai di parkiran. Radika melihat ada satpam juga di parkiran.


 

“Yura, jangan bersuara ya?” bisik Radika dengan menghentak tegas. Yura mengangguk paham. Radika melepaskan bekapannya. “Bawa ini!” bisiknya sedikit menghentak lagi. Radika memberikan dua paper bag ke Yura. “Kamu diam di sini, jangan bersuara ya?” bisik menghentak tegas kesekian kalinya agar Yura yang autis benar-benar paham dan benar-benar tidak akan bersuara. Yura mengangguk paham. Radika pergi menghapiri satpam di parkiran itu.


 

Radika mau memukul satpam. Satpam melihatnya dan segera menangkis. Radika bertarung dengan satpam. Satpam itu berhasil mencekik Radika. Radika menghantam leher satpam dua kali dengan tepi telapak tangannya. Setelah berhasil lepas dari cekikan satpam Radika membuat satpam pingsan. Radika membuka pakaian luar satpam.


 

Radika masuk ke toilet yang ada di parkiran sembari membawa baju satpam. Tidak lama Radika ke luar dari kamar mandi dengan berpakaian satpam.


 

Radika menghampiri Yura dengan pakaian satpam. Yura terbengong melihatnya seperti kenal tidak kenal.


 

“Ayo Yura, kita pergi dari sini!” Radika mengambil paper bag dari tangan Yura dan menggandeng tangan Yura.


 

“Ladia?” tanya Yura memastikan. Radika tidak menjawab hanya menoleh tersenyum.


 

Radika membawa Yura dengan berjalan santai. Ada satpam mall lagi di jalan ke luar parkiran.


 

“Aku antar dia menyebrang dulu!” pamit Radika seolah kepada rekan kerjanya sesama satpam.


 

Radika dan Yura menyebrang jalan dengan santai. Satpam itu melihat Radika dengan berpikir karena ia merasa tidak kenal, merasa bukan rekannya, sepertinya hari ini tidak ada satpam baru, dan ia tahu siapa yang sedang bertugas dengannya yang ada di parkiran itu. Akan tetapi seragam satpam yang dipakai membuatnya tidak paham. Setelah Radika dan Yura menyebrang dia baru paham.


 

Dia berteriak sekencang-kencangnya. “Pak Polisi, dia sudah kabur ke sebrang!”


 

Radika mendengar suara teriakan satpam. Radika tidak melihat angkutan umum. Radika melihat polisi bergerak. Radika melihat gang sempit di antara gedung. Radika menarik Yura untuk lari masuk ke dalam gang.


 

Polisi-polisi bergerak menyebrang dan masuk ke gang kecil.


 

Radika melihat gang kecil bercabang tiga. Lurus, kanan, dan kiri. Radika menarik tangan Yura lekas ambil kanan.


 

Radika melihat gang bercabang ada gang yang lebih sempit. Radika lekas memilih gang yang lebih sempit.


 

“Belok situ!” seru Radika dengan nada panik.


 

Polisi baru masuk gang dan tidak melihat mereka memilih cabang yang mana.


 

“Berpencar!” seru Ferdiansyah. Polisi-polisi berpencar ke tiga arah.


 

Radika mendengar suara orang-orang berlari sangat dekat. Ia menduga itu pasti polisi-polisi yang mengejarnya. Di saat bersamaan ia melihat teras sempit terbuka yang di kelilingi pagar bata yang diplester saja yang ukurannya agak tinggi. Radika lekas membawa Yura masuk ke teras itu. Radika membuat Yura jongkok sembari menutup mulut Yura agar tidak bersuara.


 

Polisi-polisi yang ke arah kanan tidak melihat target mereka.


 

“Tidak ke arah sini atau larinya cepat?” tanya seorang polisi dengan heran.


 

Salah satu polisi melihat ada cabang gang lagi tapi lebih sempit. “Sebagian ke sini sebagian terus!” seru polisi itu.


 

Polisi ke gang lebih sempit mencari-cari. Radika dan Yura yang bersembunyi di salah satu teras sempit warga mendengar langkah para polisi dengan berdebar. Radika mempererat bekapannya ke mulut Yura karena khawatir Yura bersuara. Radika mengintip mereka. Mereka telah melangkah terus di gang yang lebih sempit itu. Saat mengintip itu di sebrang teras ia melihat ada gang yang lebih sempit lagi yang sepertinya hanya akan bisa dilalui satu orang atau press sekali satu motor. Radika lekas menarik Yura untuk menyebrang ke gang itu.


 

Polisi-polisi yang ke gang sempit itu mau belok ke gang lainnya di jauh sana. Saat itu salah satu mereka melihat ada orang menyebrang dengan cepat dari sebuah teras ke gang yang jauh lebih sempit.


 

“Aku melihat sepertinya tadi ada wanita menyebrang dari rumah itu ke gang sangat sempit itu.”


 

Polisi itu lekas berlari menghampiri. Sebagian rekannya tetap lanjut belok dan satu rekannya mengikutinya mengecek teras rumah itu dan gang yang jauh lebih sempit lagi itu.


 

Radika melihat ada tangga semen mengarah ke atap. Radika lekas membawa Yura naik ke atas. Polisi yang mengecek tempat sempit itu melintas. Radika cepat-cepat membuat Yura tiarap di atas atap datar itu agar tidak terlihat.


 

Akan tetapi Yura bercicit, “Auh!” Radika cepat-cepat membekap mulut Yura.


 

Suara cicit Yura terdengar kedua polisi itu. Kedua polisi itu saling pandang lalu memeriksa sekitar mereka.


 

Salah satu polisi melihat tangga semen. Polisi itu naik ke tangga itu.


 

Deg deg deg, Radika dan Yura mendengar suara langkah semakin mendekat ke atas. Radika menarik Yura merangkak tiarap ke arah sudut dinding pendek atap datar itu sembari tetap membekap mulut Yura.


 

Polisi itu sudah sampai atas yang gelap. Polisi mengedarkan pandangannya ke sekeliling atap datar yang memiliki dinding pinggir yang sangat pendek. Ia melihat tali tampar yang sepertinya ditata untuk jemuran. Kegelapan malam yang tanpa penerangan, baju Yura yang berwarna navy, dan seragam satpam yang berwarna gelap, membuat mereka tidak terlihat. Mereka seakan nampak seperti tumpukan sesuatu di sudut. Akan tetapi polisi itu menatap lama ke arah tumpukan itu. Ia melangkah mendekat untuk memeriksa itu tumpukan apa. Saat hampir dekat terdengar suara rekannya yang di bawah berseru kepadanya.


 

“Ada yang kau temukan tidak? Jika tidak, ayo lekas lanjut menyisir ke tempat lain!”


 

“Iya, aku cek di sini sebentar!” Polisi itu menatap lagi ke arah tumpukan agak lama lalu ia berbalik badan mengarah ke tangga dan turun.


 

“Aku tidak menemukan apa pun.”


 

“Mungkin suara warga yang ada di dalam rumah.”


 

“Bisa jadi.”


 

Satu polisi yang tadi naik ke atas atap lanjut jalan di gang sempit itu. Satu polisi berhenti melangkah sedikit memeriksa. Ia melangkah lagi mengikuti arah langkah temannya yang lanjut. Saat itu Radika berdiri untuk mengintip apa mereka sudah benar-benar pergi. Yura juga ikut berdiri. Polisi merasa ada orang. Polisi menjadi menoleh ke belakang. Radika lekas membekap mulut Yura lagi sembari lekas membawanya kembali tiarap. Gerakan Radika dan Yura itu menimbulkan suara kresek-kresek apalagi ada dua paper bag yang mereka bawa. Polisi menjadi jalan lagi ke tempat tadi memeriksa. Ia memeriksa sekali lagi area itu. Ia melihat tangga semen. Ia tadi belum naik ke tangga itu. Ia perlahan menaiki tangga itu.


 

Radika dan Yura terbelalak mendengar suara langkah naik ke atas. Kali ini Yura yang semakin ketakutan rasanya mau teriak dan menangis.


 

“Shuuu ... Shuuu ...,” lirih Radika agar Yura tenang.


 

Suara lirih itu terdengar oleh polisi itu. Polisi mempercepat langkahnya ke atas.


 

Polisi sudah sampai atas. Ia melihat tali jemuran dan tempat itu sepi. Akan tetapi ia bisa merasakan ada orang di situ.


 

“Siapa itu?! Keluar!” Polisi itu mengedarkan pandangannya dengan detail ke seluruh penjuru atap itu. Ia pun melihat tumpukan di sudut. Ia melangkah mendekat. Mendekat mendekat mendekat. Radika langsung menjegal kaki polisi itu. Radika dan polisi itu bertarung.


 

“Akh akh!” Yura menjadi berteriak-teriak.


 

Radika lekas melumpuhkan polisi itu. Melihat Radika tampak menang, Yura ikut memukuli polisi itu sembari berteriak-teriak. Radika mau membunuh polisi itu, tapi ia melihat ada Yura. Ia tidak mungkin melakukan hal itu di hadapan Yura. Radika lekas membuat pingsan polisi itu. Saat polisi itu pingsan, Yura berhenti berteriak. Ia terdiam, terbelalak, ternganga, dan ketakutan. Kali ini ketakutannya membuatnya terdiam, tidak seperti sebelumnya yang ketakutannya membuatnya teriak.


 

“Dia hanya pingsan. Hanya tidur. Besok pagi juga bangun.”


 

“Bok?”


 

“Iya bok. Bobok manis, kan ini udah malam.”


 

Radika melihat tali jemuran. Ia mengambilnya dan mengikatnya polisi itu. “Biar kalau bangun tidak jahat lagi ke Yura dan ke Radika,” terangnya. Yura menatap polos.


 

Warga ke luar dari rumah masing-masing.


 

“Woi, siapa malam-malam teriak-teriak?!” tanya berseru salah satu warga yang ke luar dari rumahnya.


 

Mendengar seruan warga Radika lekas membekap mulut Yura takut Yura bicara dan mengakibatkan warga dan juga polisi tahu. Radika juga membawa Yura kembali tiarap di sudut.


 

Warga saling melihat saling pandang. Tidak ada siapa pun yang tahu yang teriak. Warga masuk lagi ke rumah masing-masing. Akan tetapi warga yang rumahnya memiliki atap datar ke luar karena merasa ada yang berisik di atapnya. Ia naik ke tangga, tapi hanya tiga undakan saja. Ia memeriksa dengan tidak benar, tidak teliti, asal saja, dan sekedar mengungak. Ia lalu turun. Ia menengok ke atas atapnya yang datar masih penasaran, tapi ia tidak melihat apa pun. Ia antara mau naik lagi atau tidak karena malas sudah malam. Ia masuk lagi ke dalam rumahnya.


 

Radika mengkode Yura dengan telunjuk di bibir agar Yura tidak bersuara. Radika perlahan membuka mulut Yura. Yura paham dan tidak berteriak. Radika berdiri melihat. Di bawah sudah tidak nampak siapa pun. Radika jongkok dan berbisik tegas ke Yura.


 

“Kamu tunggu di sini! Tetap merunduk seperti ini! Jangan bangun, jangan berdiri! Aku akan turun melihat apa polisi-polisi itu sudah pergi apa belum. Kamu jangan pergi, jangan bergerak sedikit pun sampai aku kembali! Paham?” pesan Radika ke Yura. Yura mengangguk. Radika berdiri dan turun pelan-pelan.


 

Radika jalan cepat mengecek ke gang yang lebih besar. Ia mengintip. Ternyata tidak melihat polisi. Radika lanjut jalan menuju gang yang lebih besar lagi.


 

Radika mengintip gang yang lebih besar yang pertama kali ia masuk. Tidak nampak polisi juga. Radika lekas kembali ke arah Yura berada.


 

Saat Radika menuju tangga semen, pemilik rumah membuka pintu.


 

“Malam, Pak! Tidak tidur?” sapa Radika.


 

“Sudah, tapi kebangun, ada yang berisik tadi jam satuan kurang. Sekarang jadi tidak bisa tidur lagi,” jawab warga itu. “Satpam mall depan ya?” tanyanya kemudian.


 

“Iya, tapi lagi cari angin, cari warung kopi biar tidak mengantuk jaga mallnya,” bohong Radika.


 

“Jam segini ada warung di sini sebelah sana dekat antara kampung sama pinggir jalan raya. Ada mie, gorengan, kopi-kopi.” Warga menunjukkan arah dan menerangkan.


 

“Oh di sana,” tanggapan Radika.


 

“Bagaimana kalau ngopi sama saya saja?” tawar warga itu.


 

“Tidak merepotkan?” tanya Radika basa-basi.


 

“Tidak sama sekali!” kata warga itu dengan antusias bersungguh-sungguh tulus akan tawaran baiknya.


 

“Boleh jika tidak merepotkan.” Radika menyetujui.


 

“Bentar saya buatkan!” seru warga itu. Warga itu masuk kembali ke rumahnya. Radika lekas naik ke atas.


 

“Ayo kita turun!” ajak Radika ke Yura. Radika lekas meraih dua paper bag dan tangan Yura untuk turun dari tangga dan pergi. Saat warga pemilik rumah itu ke luar membawa kopi ia sudah tidak nampak lagi satpam mall itu.


 

“Ke mana?” Warga itu mencari-cari Radika.


 

Radika membawa Yura lari ke gang yang lebih besar sebelumnya.


 

Radika membawa Yura lari ke gang paling besar sebelumnya yang pertama mereka masuk. Mereka mau balik arah ke jalan raya seberang mall. Akan tetapi masih di kejauhan belum sampai depan gang Radika dan Yura melihat ada beberapa polisi berjaga di depan gang itu. Keduanya menjadi tidak jadi ke sana. Radika menarik tangan Yura untuk berbalik arah lagi.


 

Akan tetapi beberapa langkah berlari terdengar suara banyak langkah dari gang yang agak lebih sempit. Radika melihat ada celah antara rumah yang hanya bisa dilintasi dengan memiringkan badan dan harus kurus. Radika mengajak Yura masuk ke celah sempit itu.


 

“Situ!” seru Radika sembari menunjuk dengan jarinya. Yura masuk duluan tiga meter ke dalam celah. Radika berikutnya juga tiga meter.


 

Benarlah polisi-polisi yang melintas. Beberapa polisi terus melintas. Beberapa lagi berhenti tepat di depan celah itu. Deg deg deg Radika menatap tajam Yura sembari memberi kode dengan telunjuk di bibir agar Yura tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Yura paham. Ia berusaha menekan dirinya agar tidak mengeluarkan suara sama sekali.


 

Beberapa polisi berhenti di depan celah sempit itu, tapi mereka tidak melihat ke arah celah itu dan tidak melihat keberadaan Radika, Yura, meskipun sekilas-sekilas netra mereka mengedar ke arah sisi samping itu. Selain dikarenakan gelap.


 

Radika mengajak Yura untuk melangkah masuk terus ke celah sempit antar rumah itu. Yura dan Radika melangkah perlahan hingga semakin masuk ke dalam celah.


 

Radika dan Yura sudah keluar dari celah sempit. Celah sempit itu tembus ke gang yang sedikit lebar. Radika dan Yura ada pilih ke kanan atau ke kiri. Radika mengajak Yura ke kiri.


 

Radika dan Yura berpapasan dengan seorang polisi yang sedang mencari mereka berdua. Radika dan Yura reflek terkejut dengan sedikit memundurkan badan mereka. Radika memberikan dua paper bag ke Yura. Yura memegang paper bag. Radika dan polisi itu berkelahi.


 

Saat itu Yura melihat sebuah batu sedang. Yura mengambil batu itu. Yura ancang-ancang mau melemparkan batu itu. Yura melempar ke arah belakang kepala polisi itu. Polisi itu reflek memegangi kepalanya yang sakit. Oleh sebab itu Radika lekas mengajarnya. Tangan polisi yang sibuk tidak siap menangkis serangan Radika. Serangan Radika mengenainya. Radika menghajarnya lagi sampai polisi itu terjerembab ke pelataran gang itu.


 

“Mereka di sini!” seru polisi yang terjerembab itu untuk memberitahukan keberadaan Radika dan wanitanya kepada anggota.


 

Radika lekas menarik tangan Yura tetap berlari ke arah kiri.


 

Beberapa polisi terdekat dengan polisi yang terkapar mendengar dan segera ke arah suara.


 

Polisi yang terjatuh bangkit. Beberapa rekannya datang.


 

“Kau tidak apa-apa?”


 

“Aku baik-baik saja! Mereka berdua lari ke sana!”


 

Polisi-polisi segera lari ke arah yang ditunjukkan oleh rekannya itu.


 

Radika dan Yura mendengar suara beberapa orang berlari. Radika melihat bedak warung kecil yang tutup. Ia merusak pintu bedak itu sampai pintunya copot.


 

“Ayo masuk!” seru Radika. Yura dan Radika masuk ke dalamnya. Radika menutup pintunya dengan menyandarkan saja. Tidak berselang, beberapa polisi lari melintasi bedak itu.


 

***