Contents
Ayam Jantan Berkokok Cinta 41-66
46. Bicara Empat Mata
"Iip, sebaiknya ajak bicara di halaman belakang, setelah ini!" saran Lisita.
"Nggeh, Nona!" jawab Iip.
Mereka segera menjalankan sholat isya berjamaah, meski tidak tepat waktu karena mereka menyelesaikan makan dahulu.
Setelah sholat isya Iip mengajak Sofi ke halaman belakang sesuai saran Lisita. Mereka duduk bersebelahan di bangku yang ada di tepi kolam renang. Sementara Suci sibuk membereskan meja makan sendirian dengan bibir b i m o l i.
"Bebek!" sapa Lisita yang datang ke meja makan untuk membungkuskan beberapa makanan untuk Tuan Royal juga untuk dibagikan ke orang susah yang mungkin akan ditemui Tuan Royal di sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya. Lisita memasukkan makanan-makanan itu ke dalam plastik bowl bertutup.
"Dah, Bebek!" Lisita segera pergi ke depan untuk memberikan beberapa bungkusan yang ia bungkus lagi ke dalam satu plastik hitam besar.
"Iiiiihhh ... iiiiiih ... menyebalkan!" Suci mencak-mencak dan kedua tangannya seperti mau merauk.
Iip dan Sofi sudah duduk berdua saja, tapi suara mereka satu pun, sepatah kata pun belum ada yang ke luar. Mereka diam-diaman. Hanya berulang kali saling pandang menatap terpaku terpanah. Sesekali saling melemparkan senyuman. Meski demikian mereka sama-sama merasakan bahagia bisa duduk berdua.
Sementara itu Tuan Royal pamit pulang kepada Tuan Buyung dan Lisita.
"Tuan Buyung, saya pamit dahulu! Insya Allah besok kita bertemu lagi di kantor!" kata Tuan Royal. Tuan Buyung tersenyum mengangguk.
"Saya tidak menyangka dan masih belum percaya jika hari ini hari pertunangan putri saya dengan Anda, Tuan Royal. Semoga Anda tidak berubah pikiran esok hari, karena menyadari betapa nakalnya putri saya!" kata Tuan Buyung
"Insya Allah saya tidak akan berubah samapi menikah dan sampai menua, semoga juga sampai jannah!" ujar Tuan Royal.
"Aamiin Aamiin Aamiin!" ucap Tuan Buyung.
"Lisita, saya pulang dahulu! Terima kasih untuk makanannya yang sangat lezat sekali!" kata Tuan Royal.
"Yang masakkan orang kampungnya Suci, kampung di sebelah kantornya papa, Pa!" terang Lisita.
"Oh, kalau begitu boleh mereka juga yang masak untuk wedding kita!" ide Tuan Royal.
"Ide bagus itu, biar warga kampung jadi ada pemasukan!" kata Tuan Buyung menyetujui. Lisita mengangguk-angguk.
"Assalamualaikum!" ucap Tuan Royal.
"Wassalamu'alaikum!" jawab Tuan Buyung dan Lisita hampir bersamaan.
Tuan Royal naik ke mobilnya. Menebar senyuman ke Lisita dan Tuan Buyung beberapa saat lalu pergi.
"Ya Allah lindungilah calon menantu hamba selalu!" doa Tuan Buyung.
"Aamiin!" ucap Lisita.
"Kamu harus belajar jadi perempuan yang lebih baik, biar imbang sama Tuan Royal yang orangnya sangat baik!" pesan Tuan Buyung.
"Iya, Papa Sayang!" kata Lisita. Lisita segera masuk. Tuan Buyung menutup pagar lalu masuk.
Setelah masuk ke dalam rumah Lisita segera ke kamarnya yang terletak di lantai atas. Saat ke kamarnya ia teringat Iip dan Sofi. Ia senyum-senyum lalu pergi ke balkon kamarnya yang mengarah ke halaman belakang. Ia ingin melihat apa saja yang dilakukan sopirnya bersama Sofi di halaman belakang.
"Mereka tidak saling bicara? Marahan? Kok tapi saling senyum-senyum pandang-pandang?" suai bibir Lisita saat melihat sejoli itu. "Hm ... mereka tidak marahan, mereka lagi asyik berdua tapi tidak ada yang bicara! Ya masak diam-diaman terus dari tadi? Lah terus Sofi ke sini mau apa? Apa tidak ada pembicaraan penting? Apa memang hanya kangen ingin bertemu? Lah terus masalah yang Iip tadi sampaikan, biar begitu saja?" suai bibir Lisita bermonolog dan juga hanya dia sendiri yang mendengar. Suai bibirnya mengomentari terus sejoli yang ia lihat.
"Iip, Sofi, buruan ngobrol sudah malam! Jangan biarkan masalah kalian berlarut dan larut malam!" teriak Lisita yang cukup mengejutkan jantung sejoli itu.
"Em ... em ... Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi, Aya naon ke sini teh? Apa hanya kangen kalian abdi atau ada hal penting yang perlu diomongkan?" tanya Iip yang akhirnya membuka percakapan di antara mereka berdua.
"Iya, Sofi memang kangen sama Kak Iip, tapi sesungguhnya memang juga ada yang mau Sofi tanyakan ke Kak Iip," terang Sofi dengan halus dan pelan.
"Tanya naon? Sok tanyakan! Kalau soal keseriusan atau kesetiaan, Iip padamu selalu Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi! I lap kamu I love you! Insya Allah, karena semua berasal dari Allah dan tergantung rido Allah!" ujar Iip.
"Bukan soal itu, Kak Iip. Mungkin sih juga!" kata Sofi.
"Coba Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi tanyakan ke abdi sekarang! Leres kata Nona Lisita biar masalah ora berlarut lan malam oge sudah semakin larut!" kata Iip.
"Tadi Sofi telepon ke Kak Iip pakai WhatsApp tapi tidak pakai video call," terang Sofi.
"Yah, abdi mau mboten mbeto smartphone, ngapura Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi!" kata Iip.
"Oh, jadi Kak Iip tidak membawa smartphone Kakak?" tanya Sofi memastikan.
"Ora, maaf nggeh, Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi!" ucap Iip merasa bersalah karena tidak mengangkat telepon. "Itu toh yang mau ditanyakan?" tanya Iip kemudian.
"Bukan," jawab Sofi.
"Lah terus opo yang mau ditangletkan?" Iip menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Hal itu tapi bukan hal itu," terang Sofi.
"Mbulet!" keluh Iip semakin menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Saaf Sofi tadi telepon ada yang mengangkat. Suara cewek, Kak Iip," terang Sofi.
"Waduh, kok bisa ada yang angkat? Cewek lagi! Apa mungkin Nyai Kunti?" duga Iip.
"Dia bilang Kakak lagi ML sama dia dan Kakak sedang kecapaian karena hal itu," terang Sofi apa adanya.
"Waduh, ML?!" Iip lebih super duper terkejut mendengar keterangan Sofi itu.
"Sofi mau bertanya, siapa wanita itu, Kak?" tanya Sofi.
"Mboh yo, Nyai Kunti mungkin!" pikir Iip.
"Sofi serius, Kak Iip bukan bercanda!" tegas Sofi
"Lah abdi ya serius!" tegas Iip juga.
"Cewek itu juga pernah mengangkat telepon Kakak, saat Sofi menelepon Kakak waktu pertama-tama Kakak sampai di Jakarta," terang Sofi kemudian.
"Sinten ya?" Iip berpikir lalu ia pun bisa menduga pelakunya sembari manggut-manggut.
Lisita yang memperhatikan sejoli itu dari balkon mendengar pembicaraan sejoli itu. Ia juga manggut-manggut. Ia juga menduga siap pelakunya. Dugaannya sama dengan dugaan Iip.
"Ya sudah biarkan saja dia, mungkin iseng sedang ora ada gawean! Terpenting abdi lain seperti yang dikatakan wanita itu apa pun yang dikatakan olehnya!" kata Iip. Sofi lega dan tersenyum lebar lalu mengangguk. "Masya Allah Bidadari tenanan iki! Ayu geulis pol! Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi, Bidadari kesayangan Iip, siji sijinya!" kata Iip saat melihat senyuman yang menghanyutkannya itu. "Enten maleh pertanyaan?" tanya Iip kemudian. Sofi tersenyum menggeleng. "Aduh mesem terus, malam-malam berduan, bikin kesemsem, bisa bahaya, nanti ada setan lewat! Ayo, abdi antarkan pulang!" kata Iip. Sofi mengangguk tersenyum setuju.
Sementara itu Suci yang sedang mencuci piring segunung karena acara Lisita menjadi memecahkan piring karena kesalnya. Suara pecahnya terdengar sampai ke halaman belakang. Iip dan Sofi segera masuk untuk melihat.
"Banyak sekali cucian piringnya!" Sofi terkejut melihat tumpukan cucian piring menggunung. Kak Iip, Sofi bantuin pembantu itu cuci piring dulu ya? Baru setelah itu, tolong antarkan Sofi pulang!" kata Sofi. Iip menjadi terdiam karena kebaikan Sofi kepada pembantu. Sofi tanpa menunggu jawaban Iip segera membantu Suci.
"Aku tidak butuh kamu bantu!" tolak Suci. "Cih, sok baik! Caper!" kata Suci.