Contents
Ayam Jantan Berkokok Cinta 41-66
43. Bukti Nyata Seribu Rius
"Pokoknya Papa mau cek kamu ke rumah sakit sekarang! Papa mau kamu divisum!" ujar Pak Werkudara dan sukses membulatkan mata dan membuat menganga mulut Sofi dan Iip secara kompakan.
"Iip, ini baju saya kamu pakai saja, saya tidak mau bekas kamu, ditambah lagi bekas tragedi!" katanya kemudian sembari memberikan kembali bajunya yang telah dikembalikan. Iip cuma bisa nyengir kuda karena ia tidak punya kesempatan menjelaskan dan sepertinya percuma menjelaskan, karena tampaknya Pak Werkudara sudah asyik dengan dugaannya yang aneh-aneh itu.
***
Iip mengungkapkan jika ia meminjam baju Pak Werkudara karena terjadi tragedi. Pak Werkudara menjadi berpikir macam-macam gara-gara kata tragedi. Ia mengira sudah terjadi sesuatu antara Iip dan Sofi. Apalagi saat Sofi cerita jika ia bertemu Iip sejak pergi ke desa neneknya. Untuk membuktikan kebenarannya dengan pasti Pak Werkudara menginginkan Sofi divisum.
"Papa apa-apaan sih? Kenapa Sofi pakai harus divisum segala? Memang Sofi habis melakukan apa? Saat diculik penjahat saat di bus Sofi baik-baik saja kok, karena Kak Iip datang tepat waktu!" terang Sofi.
"Lalu bagaimana dengan kalian berdua? Kalian berdua katanya habis terjadi tragedi malam pertama sebelum menikah?" tanya Pak Werkudara.
"Hah ... apaan sih Papa ini?! Ngaco deh bicaranya! Kapan memangnya terjadi tragedi malam pertama sebelum menikah?" heran Sofi dengan ucapan papanya.
"Iya mana Papa tahu kapan terjadinya, yang tahukan hanya kalian berdua dan Allah!" kata Pak Werkudara.
"Aduh ... Papa apa-apaan sih ngaco terus, ngelantur terus bicaranya? Dengar ya, Pa, Kak Iip aja jarang pegang tangan Sofi, cium Sofi apalagi, apalagi seperti yang Papa katakan, malam pertama sebelum menikah, tidak mungkin, Papa!" tegas Sofi sambil kakinya mencak-mencak kesal dengan kata-kata ngawur papanya.
"Hehehe, Tuan Pak Werkudara teh paham salah eh salah paham. Abdi kalian Neng Geulis Ayu Sofi mboten nate macem-macem kok. Maksudnya kulo, tragedi niku, kulo disiram kalian si mbok dengan sampah. Baju abdi jadinya kotor oleh sebab itu abdi teh ngampil bajunya Tuan Pak Werkudara," terang Iip. Niki saya kembalikan lagi bajunya Tuan Pak Werkudara!" Iip memberikan lagi bajunya. Pak Werkudara menerima bajunya.
"Saya mau bukti, kalau tidak ada tragedi malam pertama sebelum menikah!" kata Pak Werkudara.
"Idih, maksud Papa visum? Malulah Sofi periksa-periksa begitu!" kesal Sofi.
"Pokoknya Papa mau bukti! Kalau ternyata tidak terjadi baguslah kalian tidak perlu bersama. Kalau terbukti, awas kalau kamu lari dari tanggung jawab!" kata Pak Werkudara. "Nih ambil saja baju saya, apa pun yang terjadi!" Pak Werkudara memberikan lagi bajunya ke Iip. Iip menerimanya. Pak Werkudara masuk ke dalam kamarnya.
"Kak Iip, itu artinya kita akui saja kalau tragedi itu sungguh-sungguh terjadi!" ujar Sofi.
"Apa?! Neng Geulis Ayu Sofi teh kok bisa mikir begitu toh?! Iip terkejut.
"Dari pada Sofi pisah sama Kak Iip. Dengan begitu Kak Iip juga tidak akan meninggalkan Sofi," kata Sofi.
"Neng Geulis Ayu Sofi, menjalin hubungan dengan kebohongan itu tidak baik, nanti hasilnya akan tidak baik juga!" terang Iip. "Ora ora, Iip teh mboten setuju!" ujar Iip kemudian.
"Ih, Kak Iip! Bilang saja kalau Kakak tidak serius dengan Sofi! Bilang saja kalau Kak Iip maunya sama Bidadarinya Lisita, Bidadarinya Kak Iip! Bilang saja kalau Kak Iip tidak serius mau menikah dengan Sofi!" Sofi manyun ngambek, membuang muka, lalu melipat mensedekapkan kedua tangannya, meletakkannya di antara dadanya.
"Kak Iip teh serius sama Neng Geulis Sofi Margareta! Bidadari Lisita teh sampun ada yang punya, malah parantos engagement tadi sama cowoknya!" terang Iip.
"Siapa memangnya cowoknya Bidadari Lisita? Kak Iip kan cowoknya!" kesal Sofi.
"Nama cowonya teh, Tuan Royal, sanes abdi, Neng Geulis Ayu Sofi!" terang Iip.
"Oh ya?" tanya Sofi memastikan. Iip mengangguk pasti. "Akan tetapi Kak Iip sukakan sama Bidadari Lisita? Secara Bidadari Lisita kan cuantik secantik bidadari sedang Sofi jauh dari kata cantik!" kata Sofi. Iip menggeleng.
"Meskipun demikian hati abdi teh sirnya sama Neng Geulis Ayu Sofi bukan sama Bidadari Lisita," terang Iip.
"Kalau begitu kenapa menyebut bidadari kepada Bidadari Lisita bukan menyebut bidadari kepada Sofi?!" Sofi semakin kesal saat mempertanyakan hal itu.
"Oh, Neng Geulis Ayu Sofi mau disebut bidadari juga?" tanya Iip.
"Ya bukan begitu Kak Iip! Sebutan Kak Iip bidadari ke Bidadari Lisita itu sama dengan Kak Iip suka dengan Bidadari Lisita bukan sama Sofi! Kalau Kakak menyebut bidadari ke Sofi berarti Kakak sukanya sama Sofi bukan sama Lisita!" tegas Sofi yang semakin kesal emosi darah tinggi.
"Bukan maksud begitu, Neng Geulis Ayu Sofi! Abdi teh menyebut bidadari ke Bidadari Lisita karena Bidadari Lisita tulung Iip, termasuk tulung Iip untuk menemukan Neng Geulis Ayu Sofi. Kabeh pakaian yang abdi berikan itu juga berasal dari Bidadari Lisita. Bidadari Lisita yang suruh abdi buat memberikan kepada Neng Geulis Ayu Sofi," terang Iip membuat Sofi terbelalak.
Sofi semakin kesal lalu masuk ke kamarnya. Di dalam kamarnya ia mengambil dua pakaian pemberian Lisita. Ia kembali ke ruang tamu dan memberikan kedua pakaian itu kepada Iip.
"Nih gue kembalikan! Gue tidak mau pemberian dari cewek Kak Iip, Bidadari Lisita!" kata Sofi dengan sangat marah.
"Astaqfirullahaladzim! Sudah abdi bilang, Bidadari Lisita itu teh sanes cewek abdi, Neng Geulis Ayu Sofi! Abdi teh hanya sopirnya saja, pembantu, pembokat yang tugasnya menyetirkan mobilnya saja, Neng Geulis Ayu Sofi!" Iip mulai tidak sabar dengan sikap Sofi.
"Tapi sebutan bidadari ke Bidadari Lisita sudah cukup membuktikan kalau Kakak suka sama Lisita!" kata Sofi dengan kesal sal.
"Astaqfirullahaladzim, Neng Geulis Ayu Sofi, sudah abdi bilang, abdi hanya menyebut demikian karena orangnya baik bukan karena suka!" tegas Iip.
"Lalu Sofi tidak baik begitu sehingga Kak Iip tidak menyebut Sofi bidadari?!" Sofi mulai menangis terisak-isak, kemudian air matanya turun, dan turun semakin deras. Nafasnya pun terdengar sesak karena hatinya terluka. Iip tidak bisa menahan diri untuk menarik Sofi ke dalam pelukannya dan mengusap lembut puncak kepala Sofi.
"Mulai sekarang Kakak akan memanggil Neng Geulis Ayu Sofi dengan Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta!" ujar Iip.
"Kenapa baru sekarang kenapa tidak dari awal seperti Kakak menyebut Lisita!" Sofi mendorong tubuh Iip dan masuk ke kamarnya. Iip tidak bisa menahan diri untuk mengejar membuntutinya ikut masuk ke kamar Sofi.
Pak Werkudara mendengar pertengkaran mereka.
"Apa sih mereka? Awas saja Iip kalau membuat Sofi menangis lagi!" heran Pak Werkudara lalu bergegas melihat.
Sofi melemparkan tubuhnya tengkurap di atas tempat tidurnya. Ia menutup, membenamkan wajahnya ke bantalnya yang berukuran cukup besar. Ia menuangkan air matanya cukup deras.
Iip mendekatinya duduk di sisi tempat tidur. Ia mengusap lembut puncak kepala Sofi. Jangan sedih, abdi teh serius sama Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta. Abdi teh sir sayang kalian Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta mboten kalian lain-lain cewek, termasuk Nona Lisita. Abdi mboten lagi deh menyebut Nona Lisita dengan sebutan bidadari, abdi janji sama Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta. Abdi hanya akan menyebut bidadari kepada calon bidadari dunia dan surga abdi, yaitu Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta!" ujar Iip. "Pun mboten usah nangis lagi toh, abdi melu sedih. abdi teh ora seneng lek Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta teh sedih kayak ngene," kata Iip kemudian.
"Buset dah berani sekali Iip masuk ke kamar putriku, sangat-sangat tidak sopan!" benak Pak Werkudara kesal. Pak Werkudara menguping mereka.
"Sofi mau bukti, keseriusan Kakak! Kakak harus bilang ke papanya Sofi kalau tragedi itu benar terjadi agar kita tidak dipisahkan papa!" kata Sofi masih sambil terus menangis.
"Abdi teh akan buktikan keseriusan abdi, tapi henteu dengan cara seperti itu! Abdi akan melamar Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta, meminta baik-baik marang Pak Werkudara lan marang Gusti Allah SWT!" ujar Iip. Sofi bangkit dari membenamkan wajahnya dan dari tengkurapnya.
"Kak Iip tidak serius sama Sofi!" Sofi melempar Iip dengan bantal besarnya yang basah parah karena derasnya air matanya.
"Kok bilang Kakak tida serius?" heran Iip.
"Kalau Kak Iip serius bilang saja tragedi itu benar! Kenapa tidak mau? Kakak tidak maukan tanggung jawab? Kakak tidak maukan menikah sama Sofi? Itu artinya Kakak tidak serius sama Sofi!" Sofi sangat-sangat kesal.
"Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta, itu henteu cara yang baik, Sayang! Itu cara yang salah, Sayang!" terang Iip.
"Oh, jadi tidak terjadi apa-apa antara putriku dan Iip," benak Pak Werkudara menyimpulkan.
"Kak Iip, lo pergi saja, kalau tidak mau mengakui tragedi itu benar terjadi!" usir Sofi.
"Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta, kok ngoten toh, kalian abdi?" Iip menjadi sedih.
"Sofi maunya bukti nyata seribu rius! Kalau cinta, kata orang, orang itu akan melakukan apa pun, Kak Iip!" tegas Sofi.
"Abdi teh mboten akan menyerah untuk mendapatkan Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta, tapi abdi teh akan melakukan dengan cara yang benar, sanes dengan cara membohongi Tuan Pak Werkudara, calon mertua abdi!" ujar Iip. "Yo wis abdi pamit wangsul, tapi abdi akan kembali! Abdi bade meminta Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta kepada kedua orang tua Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta! Insya Allah! Assalamualaikum!" Iip pergi. Pak Werkudara segera sembunyi.
Setelah Iip pergi Pak Werkudara tersentuh mengingat kata-kata Iip.
Sementara itu Iip menyetir mobil kembali ke rumah Tuan Buyung dengan menangis.
"Abdi teh serius sayang sama Bidadari Neng Geulis Ayu Sofi Margareta! Abdi teh mboten akan menyerah!" ujarnya sembari menangis dan menyetir.
***