Try new experience
with our app

INSTALL

The Runaway 

TR 3. Pertemuan Radika Yura

Masih di siang hari yang sama. Pak Ferdiansyah bersama seorang polisi PATWAL beristirahat di pinggir jalan raya sembari berpikir bagaimana menemukan Radika. Datang polisi bawahan Ferdiansyah.


 

“Selamat siang, Pak!” seru seorang polisi bawahan Ferdiansyah.


 

“Selamat siang, Pak! Ada informasi apa, Pak?” tanya Ferdiansyah menyambut kedatangannya.


 

“Saya menemukan dua alamat ini, Pak! Satu alamat tempat tinggal Radika dan satu alamat sebuah vila yang diduga tempat prostitusi di mana Radika sering menginap, Pak. Rumah di area perumahan mewah di kota. Vila di daerah sawah-sawah ladang-ladang,” jawab bawahannya itu.


 

“Kalau begitu, perintahkan anggota untuk mengawasi rumah Radika dan vila tempat prostitusi itu!” perintah Ferdiansyah.


 

“Siap, Pak!” tegas polisi itu.


 

“Oh, iya, sekalian tolong bawakan mobil saya, karena saya menumpang mobil polisi PATWAL!” perintah Ferdiansyah kemudian.


 

“Siap, Pak!” tegas polisi itu lagi. Polisi bawahan Ferdiansyah itu pergi.


 

***


 

Jalan menuju ke arah vila Sundara ada pemeriksaan kendaraan.


 

“Jangan-jangan mereka melakukan pemeriksaan untuk mencariku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalau pun ke tempat lain atau lewat jalan lain sepertinya juga sama saja,” pikir Radika.


 

Radika melihat toko mobil dan ia pun tersenyum karena mendapatkan ide. Ia segera menepikan mobilnya ke showroom mobil itu.


 

Radika memarkirkan mobil, turun dari mobil, dan masuk ke showroom.


 

“Selamat datang, Pak, silakan melihat-lihat koleksi mobil kami!” seru pegawai menyambut kedatangan Radika.


 

“Ada yang sport yang bisa melaju kencang?” tanya Radika to the point.


 

“Ada, Pak! Silakan pilih itu di sana!” terang pegawai itu dengan antusias.


 

“Sekarang juga saya ambil satu yang biru! Sekarang juga akan saya pakai!” Radika memberikan kartunya. Pegawai berbinar senang. Radika juga tersenyum senang. Radika dalam hati berkata, “Mereka mencari sedan putih dengan nomornya. Biru akan mereka lewatkan. Mereka tidak akan menduganya sama sekali.”


 

Radika mengantri di pemeriksaan mobil dengan mobil barunya. Ia menutupi wajahnya menggunakan masker dan matanya menggunakan kaca mata hitam. Polisi membiarkannya melintas karena mobilnya bukan mobil yang sedang mereka cari.


 

Polisi-polisi lalu lintas masih mencari sedan putih itu. Sampai kini siang telah menjadi sore.


 

Seorang polisi lalu lintas, melihat sedan putih xxxxx yang sedang mereka cari, sedang terparkir di depan sebuah showroom mobil. Polisi itu masuk ke dalam showroom itu.


 

“Selamat sore, Pak!” seru polisi lalu lintas.


 

“Selamat sore, Pak! Anda sedang mencari mobil?” sambut pegawai yang sama dengan yang melayani Radika tadi.


 

“Tidak, saya tidak mencari mobil, saya mau bertanya,” jawab polisi lalu lintas itu.


 

“Tanya apa, Pak?” tanya pegawai showroom mobil.


 

“Apa Anda pemilik mobil putih xxxxx yang terparkir di depan?”


 

“Mobil putih xxxxx? Saya bukan pemiliknya, Pak.”


 

“Anda tahu siapa pemiliknya dan ada di mana?”


 

“Tidak, Pak. Memangnya ada masalah apa, Pak?” Pegawai showroom heran dan penasaran.


 

“Itu mobil yang sedang polisi cari karena pengendaranya adalah seorang buronan narkotika bernama Radika. Ciri-cirinya ia pemuda berusia tiga puluh lima tahun, tinggi, rambut cepak, kulit coklat.”


 

Pegawai showroom langsung mengingat salah satu customernya. “Oh, saya tahu orang itu, Pak! Dia baru saja membeli mobil di sini!”


 

“Oh, rupanya dia sudah berganti mobil. Mobil apa, warna apa?”


 

“Sedan sport biru.”


 

Polisi lalu lintas itu mengeluarkan smartphonenya dan menghubungi rekannya. “Lapor! Radika sudah ganti dengan sedan sport biru!”


 

Hari sudah berganti sore ketika Ferdiansyah masih sedang bersama polisi PATWAL. Ferdiansyah sedang menerima telepon sebuah laporan mengenai Radika yang telah berganti mobil dengan sedan sport biru. Saat itu polisi bawahan Ferdiansyah yang tadi, telah datang lagi menghadap Ferdiansyah sembari membawa sebuah mobil.


 

“Mobil Anda sudah siap, Pak!” katanya dengan tegas.


 

“Saya baru saja mendapatkan laporan soal keberadaan sedan putih Radika. Radika sempat membeli mobil baru sedan sport biru dan meninggalkan sedan putihnya di daerah itu. Ayo kita ke sana, Pak!” ajak Ferdiansyah.


 

“Siap, Pak!” tegas polisi yang menjadi bawahan Ferdiansyah.


 

“Pak, terima kasih untuk kerjasamanya!” ucap Ferdiansyah bersungguh-sungguh kepada polisi PATWAL karena bantuan polisi itu sangat berarti sekali dalam pengejarannya memburu buronan narkotika.


 

“Senang bisa ikut membantu Anda, Pak! Semoga Radika cepat tertangkap!” seru senang polisi PATWAL.


 

“Aamiin!” seru Ferdiansyah penuh harap.


 

Ferdiansyah dan polisi PATWAL saling menghormat. Setelah itu Ferdiansyah pergi bersama bawahannya dan mobilnya.


 

Yura, Sundara, dan Tono telah sampai di depan vila pada sore hari. Tono menghentikan mobil tepat di halaman vila itu. Yura dan Sundara turun dari mobil.


 

“Nah, Yura, ini rumah Om Sundara. Di dalam ada banyak teman kamu,” terang Sundara. “Ayo masuk!” ajaknya kemudian kepada Yura. Yura dan Sundara masuk ke dalam vila itu.


 

Sundara membawa Yura ke sebuah ruangan yang penuh wanita. Wanita-wanita itu adalah PSK yang datang bekerja atas kemauan mereka sendiri.


 

“Perkenalkan ini teman baru kalian, namanya Yura. Dia ini autis, jadi Om minta tolong bantuan kalian untuk mengurusnya,” terang Sundara.


 

Para PSK saling pandang dan bibir mereka ada yang ternganga dan ada yang membentuk huruf O karena mendengar Yura memiliki kelainan autis.


 

“Asal ada kompensasinya, Om,” celetuk salah satu PSK.


 

“Oke, setiap Yura ada pelanggan, kalian yang bantu mengurusnya akan kecipratan!” ujar Sundara bersungguh-sungguh. Para PSK ternganga berbinar senang mendengarnya. “Hari ini Yura akan dipakai pak Radika. Lumayan mahal. Kalian akan saya traktir!”


 

“Bener, Om? Wah, asyik!” seru gembira PSK yang lainnya.


 

“Aku mau pesan pizza saja, Om!” ujar PSK yang lain lagi.


 

“Ya udah semua pizza aja bagaimana?” tawar PSK yang tadi awal sepakat dengan permintaan om Sundara. Semua setuju untuk memesan pizza.


 

“Oke, aku cek dulu saldoku, udah masuk belum transferan dari pak Radika,” kata Sundara menyetujui. Semua berseru senang.


 

***


 

Radika menghentikan sedan yang baru di belinya di depan sebuah ATM. Ia turun dari mobil dan masuk ke ATM itu. Tidak lama kemudian ia ke luar dari ATM. Radika mengeluarkan smartphonenya dan menghubungi Sundara.


 

“Saya baru saja transfer. Silakan cek! Saya sudah dekat dengan vila.” Radika mematikan smartphone lalu masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanannya menuju ke vila om Sundara.


 

***


 

Sundara mematikan sambungan telepon dari Radika. Kemudian ia mengecek saldo ATMnya.


 

“Oke, kita pesan pizza sekarang!” seru Sundara.


 

“Yeah! Yeah!” seru gembira para PSK.


 

“Oke, sudah saya pesankan online, dua puluh kotak, tinggal kalian tunggu!” terang Sundara bersemangat.


 

“Yeah! Yeah!” seru para wanita itu lagi.


 

Sementara Yura hanya berdiri diam saja tidak paham.


 

***


 

Ferdiansyah dan polisi bawahnya berada di mobil dengan laju sedang. Bawahannya yang mengemudikan mobilnya. Sampai di pemeriksaan mobil, mereka berhenti untuk bertanya kepada rekan mereka di lalu lintas.


 

“Ke arah mana dia?” tanya Ferdiansyah.


 

“Ke arah sana, Pak!” tunjuk tegas polisi lalu lintas.


 

“Oke, tolong bantu saya terus untuk memeriksa di arah sana!” tegas Ferdiansyah.


 

“Siap, Pak!” jawab tegas polisi lalu lintas.


 


 

“Ayo, Pak kita jalan lagi!” titah Ferdiansyah kepada polisi yang mengemudi mobilnya.


 

Polisi yang mengemudi kembali melajukan mobil sesuai arah yang ditunjukkan polisi lalu lintas tadi.


 

“Penjahat itu benar-benar cerdik, sudah terlalu lama dia buron,” keluh Ferdiansyah.


 

“Semoga kali ini kita bisa menangkapnya, Pak,” harap bawahnya.


 

“Harus, Pak!” ujar Ferdiansyah.


 

***


 

Terdengar suara bel.


 

“Itu pasti pak Radika. Ayo, Yura, ikut Om! Kita temui bos Radika!” seru Sundara lalu melangkah ke luar dari ruangan tempat berkumpul para PSK itu. Yura mengikuti langkah Sundara.


 

Seorang pembantu membuka pintu. Radika masuk ke dalam vila itu. Bersamaan itu Sundara dan Yura muncul dari dalam.


 

“Apa kabar hari ini, Bos Radika?” tanya Sundara menyambut kedatangan Radika.


 

”Tegang,” jawab Radika jujur, karena ia baru saja mengalami ketegangan kejar-kejaran dengan polisi. Akan tetapi ia menyembunyikan apa yang menyebabkan ketegangannya itu.


 

“Tegang? Oh, jangan khawatir! Setelah ini ketegangan Pak Radika akan cair. Soalnya, saya sudah membawakan pesanan Anda, Pak Radika,” kata Sundara.


 

“Iya memang, saya ke sini bertujuan menghilangkan ketegangan saya,” kata Radika. Radika melihat Yura dari atas hingga ujung kaki lalu balik lagi ke atas.


 

“Inilah pesanan Anda, gadis perawan, namanya Yura. Yura, ayo salam sama pak Radika!” Sundara memperkenalkan Yura kepada Radika.


 

“Assalamualaikum, Ladia!” Yura mengucapkan salam dan menyebut nama Radika dengan artikulasi yang tidak jelas sembari berjabatan tangan dengan Radika. Radika menatap ke Sundara dengan tanda tanya.


 

“Sepertinya agak aneh?” tanya Radika.


 

“Yura autis, tapi yang pentingkan dia masih virgin,” jawab Sundara.


 

“Oh, autis,” kata Radika.


 

“Kalau yang normal, yang mau suka rela, kebanyakan sudah tidak lagi ...,” kata Sundara berharap autisnya Yura tidak masalah buat Radika.


 

Radika memperhatikan Yura. “Dia autis, tidak masalah buat saya, yang penting dia virgin.”


 

Sundara merasa lega dengan pernyataan Radika yang mau menerima kekurangan Yura itu.


 

“Mari, silakan duduk!” seru Sundara dengan senang hati karena pernyataan Radika itu.


 

Mereka semua duduk di salah satu sofa di ruang tamu itu. Di ruang tamu itu memang ada beberapa set sofa karena untuk menyambut tamu-tamu yang lainnya yang datang ke vila itu.


 

“Bos Radika mau pesan minuman apa atau mau yang seperti biasanya?” tanya pembantu.


 

“Jangan yang seperti biasanya, aku tidak mau mabuk hari ini! Kalau mabuk aku tidak akan ingat rasanya. Orange juice, sekalian buat Yura, jadi dua orange juice!” jawab Radika 


 

“Baik, tunggu sebentar, Bos!” Pembantu itu lekas masuk ke dalam menuju ke dapur.


 

“Pak Radika benar juga, kalau mabuk tidak akan tahu rasanya,” kata Sundara. Radika tersenyum. Yura diam tidak paham. “Apa kabar bisnis hari ini? Pengiriman lancarkan?” tanya Sundara kemudian.


 

“Lancar-lancar saja kok,” jawab Radika berbohong.


 

Radika memperhatikan Yura lalu menatap Yura yang tatapannya tampak polos dan murni. Yura juga menatap Radika, tapi dengan tatapan asing karena memang tidak pernah mengenalnya.


 

Pembantu datang lagi dengan membawa dua gelas orange juice.


 

“Silakan!”


 

“Terima kasih.” Radika memberikan tips kepada pembantu itu.


 

“Terima kasih, Bos!” Pembantu pergi dengan senang hati karena mendapatkan tips.


 

“Bagaimana ceritanya bisa dapat gadis ini, Om?” Radika penasaran.


 

“Tadi pagi Om cari dan bertemulah dengan dua wanita bersaudara yang punya mbak kelainan. Mereka jual ke Om,” terang Sundara.


 

“Orang tuanya?” tanya Radika.


 

“Yatim piatu,” jawab Sundara.


 

Radika merasa iba mendengarnya. Sudah kelainan, yatim piatu, dijual lagi sama kedua adiknya sendiri. Radika menatap Yura sampai berkaca-kaca.


 

“Alamat rumahnya di mana?” tanya Radika.


 

“Jl. Xxxxxxxx,” jawab Sundara.


 

“Oh, aku tahu kampung itu,” kata Radika.


 

“Kata kedua adiknya sih, pokoknya tidak dikasari, dia akan nurut sama kita,” terang Sundara.


 

“Yura, ini minuman kamu. Ayo, diminum!” Radika memberikan satu gelas orange juice ke Yura. Yura meminumnya seperti anak kecil tumpah-tumpah cemot-cemot ke mana-mana. Radika lalu membantunya dengan telaten dan mengambilkan tisu yang ada di meja di dekat sofa itu.


 

“Nak nak!” Yura menyukai minumannya, tapi kata-katanya tidak jelas. Yura menghabiskan langsung sampai gelasnya bersih tidak tersisa setetes pun.


 

“Enak?” tanya Radika memperjelas maksud kata-kata Yura yang artikulasinya sama sekali tidak jelas. Yura mengangguk. “Kalau enak, ini, minum lagi yang ini!” Radika memberikan orange juice miliknya. Yura dengan senang hati berbinar-binar menerimanya. Yura kembali meminumnya sampai habis dibantu Radika agar tidak tumpah-tumpah lagi.


 

***


 

Ferdiansyah melihat dua alamat, yaitu alamat rumah Radika dan alamat vila.


 

Ferdiansyah mendapatkan pemikiran. “Pak, saya pikir, saya tahu ke mana tujuan Radika.”


 

“Radika ke mana, Pak?” tanya polisi yang mengemudi.


 

“Arah yang ditunjukkan polisi lalu lintas tadi sama dengan arah ke alamat vila,” terang Ferdiansyah. Polisi yang mengemudi mengangguk-angguk sepakat dengan pemikiran pimpinannya itu. Ferdiansyah mengeluarkan smartphonenya dan menelepon. “Sekarang juga, siapkan pasukan menuju ke alamat vila! Kita bertemu di jalan menuju wilayah itu!”


 

***


 

Suara bel vila berbunyi. Pembantu lekas membukakan pintu. Pengantar pizza ternyata yang datang.


 

“Om Sundara, apa, Om, memesan pizza?” tanya pembantu dengan berseru karena jarak.


 

“Oh, iya, suruh saja masuk!” seru Sundara.


 

Pengantar pizza masuk membawakan dua kotak pizza. Sundara dibantu pembantunya menerimanya. Setelah itu pengantar pizza pergi.


 

“Ini satu kotak untuk Yura, satu kotak untuk Pak Radika. Selebihnya ini pesanan anak-anak.” Sundara membagikan pizza ke Yura dan Radika masing-masing satu kotak. “Carla ...! Carla ...!” Carla ke luar dari dalam. “Nih, pizzanya sudah datang! Kamu bagi sama teman-teman kamu!”


 

Carla berbinar senang. “Asyik ...! Terima kasih, Om Sundara!” Carla membawa kedelapan belas pizza masuk.


 

“Yura, ayo dimakan pizzanya!” seru Radika.


 

“Pia.” Yura mencoba mengulang nama makanan itu.


 

“Piz – za.” Radika mengajarkannya.


 

“Piz – za.” Yura mengulang menirukan gerakan bibir Radika dalam mengucapkannya.


 

“Iya bener, pizza,” kata Radika saat Yura mengucapkan dengan benar.


 

“Pizza,” kata Yura mengulangi lagi nama makanan itu.


 

“Kamu sudah pernah belum makan pizza?” tanya Radika.


 

“Lum,” Yura menggeleng.


 

“Ayo makan, enak loh! Oh, kamu tidak bisa ya membukanya? Sini, aku bukakan kotaknya!” Radika membukakan kotak pizza, kemudian menyuapi Yura. Yura memakan pizza dari suapan Radika.


 

“Nak nak!” Yura menyukai pizzanya.


 

“Nak? Habiskan kalau begitu!” perintah Radika. Yura makan pizza dengan lahap sampai tersedak. “Pelan-pelan, Yura!” Radika kembali membantu Yura menyuapkan pizza ke bibir Yura.”


 

***


 

Ferdiansyah menunggu pasukannya. Pasukannya datang dengan sebuah truk yang isinya beberapa anggota polisi. Truk berhenti di dekat mobil Ferdiansyah. Salah satu polisi di truk itu turun.


 

“Kami siap, Pak!”


 

“Ayo kita Ki vila itu, jangan sampai Radika lolos lagi!”


 

“Siap, Pak!”


 

Polisi itu kembali naik ke truk. Mobil Ferdiansyah meluncur terlebih dahulu. Truk polisi kemudian melaju di belakangnya.


 

Saat itu langit sore berubah perlahan mulai semakin memerah dan menggelap.


 

***


 

Bel vila berbunyi lagi. Pembantu lekas membukakan pintu. Tamu pria langsung masuk. Sundara berdiri menghampiri menyambut.


 

“Apa kabar, Tuan? Senang sekali, Anda mampir lagi ke vila saya ini!”


 

Sementara itu Radika memandangi Yura dan membantu Yura makan dengan perasaan iba. Radika membersihkan bibir Yura yang belepotan dengan tisu.


 

“Selamat datang, Tuan, apa kabar?” sapa Sundara lagi kepada tamu pria yang lain lagi, yang baru saja datang.


 

Tamu-tamu terus berdatangan dan Sundara sangat sibuk menyambut mereka. Pembantu lekas memanggil beberapa PSK. Beberapa PSK keluar untuk menyambut dan menemani para tamu.


 

Melihat banyaknya tamu yang datang Radika melihat jam di smartphonenya. Jam menunjukkan pukul sembilan belas malam kurang dua puluh lima menit.


 

“Yura, sekarang temani Radika bobok ya?” ajak Radika dengan penawaran.


 

“Ula Lum antuk,” tolak Yura sembari menggeleng.


 

“Yura temani Radika di kamar saja, tidak perlu bobok. Yuk!” ajak Radika lagi. Yura kini mengangguk. Radika membawa Yura masuk ke dalam vila itu semakin dalam, untuk menuju tangga yang mengarah ke lantai atas, tempat adanya kamar-kamar untuk para tamu.


 

***