Try new experience
with our app

INSTALL

E11-40 Ayam Jantan Berkokok Cinta 

11. Mencari Alamat Sofi

Mall Siang


 

Iip Setiawan lagi - lagi keliling Mall, mencari - cari Sofi. Ia mau memberikan baju dari butik yang sempat Sofi inginkan tapi uangnya kurang.


 

"Ke mana Neng Geulis Sofi? Cepat sekali menghilangnya! Masih keliling atau mau pulang? Kalau udah mau pulang pasti ke parkiran! Iip coba ke parkiran ajalah!" kata Iip. Iip pun menuju ke parkiran motor.


 

Parkiran motor.


 

"Di parkiran ora kelihatan! Wis pulang apa belum Neng Geulis Sofi? Balik waelah abdi ten butik, mangke dienteni kalian Nona Lisita!" kata Iip menyerah. Akhirnya ia kembali ke butik langganan Lisita.


 

"Ketemu Iip?" tanya Lisita. Iip geleng manyun. "Kamu tahu rumahnya tidak?" tanya Lisita kemudian. Iip geleng. "Yah gimana kamu ini? Payah! Suka tapi tidak tahu rumahnya! Bagaimana mau mengejar dan dapatin orangnya?"


 

Iip teringat dan langsung sumringah.


 

"Aha Iip punya ini Nona!" seru Iip antusias lalu mengeluarkan selembar uang kertas dua ribuan.


 

"Uang? Buat apaan?" heran Lisita.


 

"Ini ada alamatnya, Neng Geulis Sofi, Nona!" terang Iip antusias semangat empat lima.


 

Lisita melihat dan membacanya.


 

"Ya sudah ayo kita ke sana, antar langsung saja ke rumahnya!" ajak Lisita. "Mbak cepat bungkusnya kami mau pergi!" seru Lisita kemudian. "Bawa tuh semua belanjaan saya!" perintahnya pada Iip. Iip tangan kanan kirinya penuh menenteng. Bahkan ketiak kanan kirinya yang tugasnya bukan menenteng menjadi ikutan menenteng dengan dikempit.


 

Mereka segera naik mobil yang mereka parkir di teras Mall. Lisita menunjukkan arah jalannya.


 

"Tuh di situ daerahnya, tinggal cari rumahnya!" seru Lisita.


 

"Nona teh baik banget kalian abdi, matursuwun!" ucap Iip.


 

"Iya sama - sama asal kamu nurut aja sama saya!" kata Lisita. "Udah parkir mobilnya di situ aja! Jalan kaki aja kita nyari alamatnya biar tidak ribet!"


 

Iip dan Lisita turun dari mobil. Iip menenteng kantong belanjaan bermerek yang akan diberikan kepada Sofi. Lisita memegang uang kertas dua ribuan yang berisi catatan alamat Sofi. Mereka berjalan kaki sambil bertanya - tanya kepada warga sekitar yang mereka temui. Belum ada warga yang mengenal yang mereka cari. Mereka bertanya lagi pada seorang pria yang pakaiannya kucal.


 

"Permisi Pak abdi bade tanya!" seru Iip. Orang itu manggut - manggut saja.


 

"Bapak tahu alamat ini?" tanya Lisita sambil menunjukkan alamat di lembaran uang dua ribuan. Bapak itu melihat, manggut - manggut lalu tertawa.


 

"Hahahahahaha ....! Hahahahahaha ....!" tawa Bapak itu.


 

"Ada yang lucu, Pak?" tanya Lisita.


 

Sedangkan Iip langsung terbelalak menyadari lalu berbisik ke telinga Lisita.


 

"Nona, orang itu mengong!" bisik Iip.


 

"Apaan mengong?" tanya Lisita berbisik tidak paham.


 

"Orgil, Non!" terang Iip dengan berbisik juga. Lisita ternganga terbelalak. Ia memperhatikan bapak itu dari ujung kepala ke ujung kaki berulang, memastikan benar apa tidak yang dikatakan Iip. Bapak itu tertawa terus.


 

"Kayaknya yang kamu bilang itu benar deh, dia Orgil!" bisik Lisita ke telinga Iip. "Yuk kita pergi!" ajak Lisita. Saat Lisita mau pergi orgil menahan lengan atas Lisita. Lisita terkejut.


 

"Kamu Iyem? Iya kamu Iyem? Iyem jangan tinggalin Abang, Yem!" kata Bapak itu. "I Lap Yu Iyem! Jangan tinggalin Abang lagi! I Lap Yu! I Lap Yu!" kata Bapak itu. Lisita ketakutan.


 

"Lepasin saya! Lepasin!" perintah Lisita. Orgil itu geleng.


 

"Jangan tinggalin Abang Yem! I Lap Yu! I Lap Yu!" kata Bapak itu.


 

"Lepasin!" bentak Lisita. Bapak itu malah semakin memegang erat lengan atas Lisita. Bahkan Bapak itu malah menarik Lisita, hendak membawanya pergi.


 

"Ayo pulang ke rumah Yem!" ajak Bapak itu.


 

"Saya bukan Iyem! Lepasin!" bentak Lisita. Iip juga membantu Lisita untuk lepas dari Orgil itu, tetapi Orgil itu malah menghajar Iip.


 

"Iyem milikku, kamu pergi!" kata Bapak itu. Bapak itu buru - buru menyeret Lisita pergi. Lisita berusaha terus berontak untuk melepaskan diri. Iip segera bangkit dan berlari menghampiri.


 

"Lepasin! Ini teh Nona Lisita sanes Iyem! Lepasin!" seru Iip galak.


 

"Iyem hanya milikku! Pergi kamu!" kata Bapak itu.


 

"Ini teh sanes Iyem, Pak! Ini teh Nona Lisita! Sadar! Sadar!" kesal Iip.


 

"Ini Iyem bukan Lisita! Siapa itu Lisita? Aku tidak kenal! Aku hanya I Lap Yu sama Iyem!" kata Bapak itu.


 

"Alah percuma ngomong sama Orgil! Ngamuk sama Orgil juga teh percuma! Kita yang ada jadinya yang Orgil!" kata Iip. Iip berusaha keras melepaskan tangan Orgil itu dari Lisita sampai akhirnya berhasil. Lisita dan Iip segera berlari. Orgil mengejar mereka.


 

"Aduh bagaimana ini Ip?" tanya Lisita.


 

"Lari terus, Non!" kata Iip.


 

"Capeklah saya, Iip!" keluh Lisita.


 

"Kalau begitu kita singitan!" seru Iip.


 

"Apaan tuh singitan?" tanya Lisita.


 

"Sembunyi, Non!" terang Iip.


 

"Sembunyi di mana?" tanya Lisita sambil melihat sekitarnya yang sekiranya ada tempat yang bisa dipakai bersembunyi.


 

"Pagar rumah ini teh tidak dikunci, Nona!" seru Iip.


 

"Buat apa kamu pikirin pagar rumah orang yang tidak dikunci?" heran Lisita.


 

"Kita sembunyi di terasnya, Nona!" kata Iip.


 

"Nanti kita dikira maling!" kata Lisita.


 

"Dari pada tertangkap Orgil itu!" kata Iip.


 

"Kamu bener juga! Cepetan buka!" perintah Lisita. Iip segera menggeser pintu pagar sedikit. Kedua orang itu masuk lalu menggeser pintunya menutup lagi. Mereka berjongkong merapat ke dinding pagar untuk sembunyi. Iip menaruh tas belanjaan di pinggir dinding pagar rumah itu.


 

"Iyem kamu di mana? Jangan tinggalin Abang, Iyem! Jangan tinggalin Abang! Iyem ... !" teriak Orgil. "Huhuhuhu ... Iyem I Lap Yu Iyem ...!


 

"Kayaknya tuh Bapak jadi Orgil karena ditinggal kekasihnya yang namanya Iyem," kata Lisita dengan suara berbisik.


 

"Kayak leres seperti itu, Nona," tanggapan Iip dengan berbisik juga.


 

"Kalau kamu bakal begitu tidak kalau kehilangan siapa itu?" tanya Lisita dengan berbisik - bisik tetangga.


 

"Neng Sofi?"


 

"Iya Neng Sofi!"


 

"Amit - amit, Non!"


 

"Kalau saya dari pada begitu mending minum!"


 

"Nona maeng bengi mabuk teh lantaran I Lap Yu juga toh?"


 

"Iya begitulah, Iip!"


 

"Mendingan juga berdoa ngadu curhat marang Gusti Allah, Non! Bakal bikin lega dan tenang, Insya Allah!"


 

Orgil udah pergi.


 

"Orgilnya teh udah lungo, Non!" kata Iip.


 

"Eh siapa kalian? Mau maling ya?" tanya pembantu rumah itu yang tiba - tiba ke luar dari dalam rumah mau bung sampah. Sampah mau disiramkan ke Lisita tapi Iip menghalangi hasilnya sampah menjatuhi Iip.


 

"Akh ...!" pekik Lisita jijik saat sampah menjatuhi kepala Iip. "Jangan asal tuduh, kami cuma numpang sembunyi dari Orgil!" terang Lisita. "Kamu tidak lihat apa? Pakaianku trendy modis branded bukan KW apalagi norak kayak kamu! Dari pakaianmu kamu pasti cuma pembantu!" kata Lisita ngomel.


 

"Udah Non, jangan ngomelin kasihan Mboknya! Mboknya pasti teh wedi lek enten maling soalnya kan pasti jadi tanggung jawabnya, Non!" kata Iip menenangkan Lisita. "Mbok maaf kami hanya nunut singitan. Kami teh dikejar Orgil. Orgilnya mau nangkap, Nona saya ini!Maaf ngapunten!" ucap Iip.


 

"Dia yang harus minta maaf! Saya tidak terima ya Mbok! Lihat pakaian sopir saya jadi kotor bau! Terus bagaimana ia naik mobil saya dan menjadi sopir saya, Mbok? Mana Nyonya kamu? Saya laporkan biar dipecat.


 

"Jangan, Nona! Maaf!" ucap Mbok.


 

"Jangan dong Nona!" kata Iip.


 

"Terus kamu bagaimana? Lihat sampah semua, bau banget lagi! Begini saja sopir saya mandi di sini dan berikan baju ganti!" kata Lisita.


 

"Kalau mau mandi silakan tapi saya tidak punya baju ganti pria!" terang Mbok.


 

"Memang majikan kamu tidak ada yang pria apa?" tanya Lisita.


 

"Tapi itu baju Tuan saya Nona!" kata Mbok.


 

"Nanti akan saya ganti uang dan nanti juga bakal dikembalikan!" ujar Lisita.


 

"Ya sudah boleh, mumpung Tuan lagi kerja, belum pulang dan tidak ada orang di rumah! Silakan masuk!" ajak Mbok akhirnya.


 

Lisita duduk di ruang tamu. Di ruang tamu ada foto keluarga pemilik rumah. Ada tiga orang dalam foto itu, pemilik rumah, Putri remaja pemilik rumah, dan istri pemilik rumah. Sementara itu Iip pergi ke kamar mandi dan tidak melihat foto itu. Mbok mengambilkan baju dan meletakkan di gantungan luar kamar mandi. Setelahnya mereka pun pamit pergi.


 

Iip dan Lisita hendak kembali melanjutkan perjalanan mencari alamat rumah Sofi. Baru ke luar gerbang dan mau membaca alamat di uang kertas angin menerbangkan uang kertas itu. Iip dan Lisita buru - buru mengejar uang dua ribu itu. Akan tetapi seorang bocah SD menemukannya dan menjadikannya hak milik.


 

"Dek, itu punya abdi! Sini berikan!" seru Iip.


 

"Enak saja, aku yang menemukan, ya ini punya aku!" kata Bocah sambil ngasih lidahnya melet.


 

"Di situ ada alamat orang penting, Dek! " kata Iip. "Sini uangnya!"


 

"Tidak! Ini punya aku!" kata Bocah ngotot.


 

"Nih aku tukar warna biru!" kata Lisita mengeluarkan selembar uang kertas pecahan lima puluh ribu.


 

"Dua yang merah, kalau tidak, tidak!" kata Bocah dengan cerdas.


 

"Nglunjak kowe, Dek! Kalau minta hati ampela tuh di lalapan, Dek!" kata Iip.


 

"Ini bukan ngelunjak, ini bisnis! Nanti pasti saya ke warung lalapan buat pesan ati ampela setelah dapat dua merah!" ujar Bocah.


 

"Ya udah nih!" kesal Sofi sambil memberikan uang dua ratus ribu. Akhirnya si Bocah mau memberikan uang dua ribunya.


 

"Nona nanti saya ganti, kalau sekarang saya tidak bawa segitu, cuma satu merah!" kata Iip.


 

"Tidak perlu ganti, cukup jadi patuh sama saya!" kata Lisita.


 

"Oh begitu? Baiklah, abdi siap patuh, Nona!"


 

Baru mau membaca alamat terdengar adzan ashar.


 

"Nona saya izin sholat dahulu!"


 

"Di mana masjidnya?"


 

"Ikutin orang - orang bersarung itu!"


 

"Ya udah ayo, tapi aku tidak ikutan sholat!"


 

Mereka akhirnya mengikuti orang bersarung yang mau ke masjid. Iip sholat, Lisita menunggu di undakan masjid. Tak lama Iip sudah selesai.


 

"Nona saya ingat kalau tidak salah nama Ayahnya Sofi teh sama kalian ayam abdi!" seru Iip yang tiba - tiba ingat.


 

"Loh ayam di halaman belakang bukan punya Papa saya? Punya kamu?" tanya Lisita.


 

"Iya yang di halaman belakang rumah Nona teh, pitik abdi!" terang Iip.


 

"Iih ... gara - gara ayam kamu tuh aku sampai kecebur ke kolam renang tahu!" keluh Lisita.


 

"Nona teh wedi kalian ayam? Sama dong kalian Neng Geulis Sofi!" kata Iip.


 

"Enak saja saya dikata takut ayam! Saya tidak takut sama ayam, sama binatang apapun tikus, kecoa juga tidak takut! Tadi itu ayam kamu yang aneh tiba - tiba mengejar saya terus tidak berhenti - henti sampai saya masuk kolam! Tapi saya sudah balas! Saya kejar, ayam kamu lari sampai masuk kolam juga! Rasahin tuh ayam! Hahahahaha ... ! tawa lega puas Lisita.


 

"Ayam abdi bagaimana keadaanya, Nona? Itu ayam kesayangan abdi, Nona, huuuu ... !" tanya Iip khawatir sampai mau nangis.


 

"Jangan nangis, ayam kamu baik - baik saja!" terang Lisita. "Ayo cepat! Mau cari Sofi tidak?"


 

"Mau mau! Nah nama ayam Iip Werkudara Bumi Legawa! Nama orang tua laki - laki Neng Geulis Sofi teh, namina Werkudara!" seru Iip.


 

"Oh berarti kita tanya orang, barang kali ada yang kenal sama Pak Werkudara! Biasanya yang dikenal orang - orang adalah kepala keluarga!" seru Lisita semangat. "Coba tanya!" seru Lisita saat melihat warga masjid di dekat mereka.


 

"Permisi numpang tanya! Tahu alamat di uang kertas ini? Nama kepala keluarganya teh Pak Werkudara!"


 

"Oh tahu! Lurus saja, terus belok ada pagar warna coklat, tinggal lihat nomornya sesuai yang tertulis di uang ini!" terang Bapak itu.


 

"Terima kasih, Pak!" ucap Iip.


 

"Terima kasih!" ucap Lisita.


 

"Assalamualaikum!" ucap Iip.


 

"Waalaikumsalam!" jawab Bapak itu.


 

"Assalamualaikum!" ucap Lisita.


 

"Waalaikumsalam!" jawab Bapak itu lagi.


 

Iip dan Lisita menuju tempat itu.


 

"Lah inikan tadi tempat kita sembunyi, Iip!" kata Lisita.


 

"Hehehe ... begitulah dunia, Nona!" tawa nyengir Iip sambil garuk - garuk kepalanya yang tidak gatal. Mereka masuk dan menekan bel.


 

Mbok ke luar.


 

"Ada apa lagi? Ada yang ketinggalan?" tanya Mbok.


 

"Ini teh rumah Pak Werkudara?" tanya Iip.


 

"Betul seratus persen!" jawab Mbok.


 

"Ini rumah Neng Geulis Sofi?" tanya Iip lagi.


 

"Betul nilai seratus!" jawab Mbok.


 

"Alhamdulillah!" ucap Iip dan Lisita serempak.


 

"Neng Geulis Sofinya ada?" tanya Iip.


 

"Kan tadi Mbok udah bilang ke kalian di rumah sedang tidak ada siapa - siapa!" jawab Mbok.


 

"Titipin saja ke Mboknya!" saran Lisita.


 

"Begini Mbok saya titip baju buat Neng Geulis Sofi!" kata Iip terus ia tepok jidat. Astaqfirullahaladzim!"


 

"Kenapa Iip?" tanya Lisita.


 

"Tas belanja dari butik itu ketinggalan!" kata Iip heboh.


 

"Di mana ketinggalannya?"


 

"Di tempat sembunyi tadi dari Orgil!" jawab Iip.


 

"Lah kan tadi sembunyi di sini!" kata Lisita.


 

Iip melihat dinding pagar.


 

"Nah itu!" tunjuk Iip sambil segera mengambilnya lalu memberikan ke Mbok.


 

"Nanti saya bilang apa, ke Nona Sofi? Ini dari siapa?" tanya Mbok.


 

Iip melihat ke Lisita


 

"Bilang saja dari temannya, dari Lisita dan Iip!" jawab Lisita.


 

"Baik akan Mbok sampaikan kalau Nona Sofi sudah pulang!" kata Mbok. "Oh ya baju Tuan saya jangan lupa dikembalikan loh ya?" katanya kemudian.


 

"Iya Mbok tenang saja!" kata Iip. "Terima kasih buat baju pinjamannya dan terima kasih sudah mau dititipin!" ucap Iip. Kami pamit. Setelah salam - salam mereka berdua pergi.


 

Lisita dan Iip naik ke mobil. Sofi yang sedang dibonceng Lisa melihat Iip lagi - lagi bersama perempuan kaya yang dilihatnya di butik. Sofi yang masih manyun tambah manyun.