Try new experience
with our app

INSTALL

E44-50 2 Yang Mulia 

47. Sepanjang Perjalanan

Waktu berjalan, seiring detak jantung dan nadi Cendani yang berjuang untuk terus berdetak. Sultan Singa, Jenderal Sauqy dan Jenderal Prana, di setiap waktu ibadah dan di tiap - tiap detik, terus berdoa dan berdzikir untuk kesembuhan Cendani, yang masih belum sadarkan diri. Sepertiga malam pun tidak mereka lewatkan, untuk ibadah sholat malam, dan meminta untuk kesembuhan Cendani.


 

"Tiada Tuhan yang berhak menyembuhkan kecuali Engkau," ucap dalam hati Jenderal Prana.


 

"Ya Allah istri hamba sedang kritis dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang. Hamba mohon sembuhkanlah istri hamba," pinta Sultan Sauqy dalam hatinya.


 

"Ya Allah, Putriku kembali dalam keadaan sedang berjuang. Hilangkanlah rasa sakitnya, sembuhkanlah ia. Engkau adalah dzat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari Mu, yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit," doa dalam hati Sultan Singa.


 

Tidak lama kemudian.


 

"Yang Mulia Sauqy sudah saatnya subuh, tolong kumandangkan adzan subuh!" kata Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Sauqy segera mengumandangkan.


 

Kamar rumah sakit.


 

Cendani mendengar suara adzan suaminya dalam tidurnya. Saat adzan berhenti berkumandang, Cendani akhirnya bisa membuka matanya.


 

"Yang Mulia Sauqy!" seru batin Cendani mengenali suara adzan Subuh itu.


 

Setelah subuh mereka kembali ke depan kamar rumah sakit, tempat Cendani dirawat. Sultan Singa mencoba mengecek ke dalam kamar, dan ia melihat mata Cendani telah terbuka.


 

"Alhamdulillah!" ucap Sultan Singa.


 

"Alhamdulillah?" Sultan Sauqy yang mendengarnya heran dan segera masuk ke dalam.


 

Ternyata benar Cendani sudah membuka matanya.


 

"Syukurlah, Alhamdulillah!" ucap Sultan Sauqy.


 

Sultan Singa bersujud syukur. Jenderal Sauqy juga ikut bersujud syukur.


 

"Hamba akan memanggil dokter!" kata Jenderal Sauqy lalu bergegas ke luar kamar.


 

Di depan kamar.


 

"Jenderal Prana, Cendani sudah sadar!"


 

"Syukurlah, Alhamdulillah!" ucap Jenderal Prana.


 

Jenderal Sauqy segera pergi mencari dokter. Tidak lama kemudian kembali lagi bersama dokter dan suster. Dokter memeriksa.


 

"Jenderal Sauqy, sebaiknya pagi ini juga, perintahkan para jenderal dan para prajurit, untuk pulang dahulu ke istana Rubi bersama para tawanan. Biar aku dan Jenderal Sauqy saja, yang tetap di sini, menemani Cendani sampai sembuh," kata Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab Jenderal Sauqy.


 

"Tidak, Yang Mulia, hamba tidak mau di rumah sakit, hamba mau ikut pulang ke Rubi!" tegas Cendani meski masih lemah berbicara.


 

"Ananda, kondisi Ananda masih belum baik!" tegas Sultan Singa.


 

"Hamba mohon, Yang Mulia! Hamba mohon! Hamba bisa beristirahat di kereta!" rengek Cendani.


 

Sultan memandang ke dokter.


 

"Sebenarnya masih perlu di rumah sakit, Tuan Putri!" kata dokter.


 

"Dokter, izinkan aku pulang! Aku akan minum obat dengan baik dan beristirahat dengan baik!"


 

"Baiklah, setidaknya sampai kantung darah habis!" kata dokter. Cendani tersenyum senang. "Tapi kalau ada apa - apa segeralah menuju ke rumah sakit terdekat yang di lalui!" pesan dokter.


 

"Baik, Dokter!" kata Sultan Singa. "Tapi Ananda, sebelum itu, apa Ananda mau mengantarku berziarah ke makam Hilal dan Sarah, juga berkunjung ke gubuk Ananda?"


 

"Tentu, Yang Mulia!" jawab Cendani penuh semangat meski sangat lemah.


 

"Jenderal Sauqy, kalau begitu kita semua sama - sama saja kembali ke istana!" perintah Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab tegas Jenderal Sauqy.


 

"Yang Mulia, kondisinya sangat lemah, tapi sejauh ini cukup baik!" kata dokter. "Hamba permisi!" Dokter dan suster pergi.


 

Jenderal Sauqy mendekati Cendani dan mencium setiap detail wajah istrinya. "Aku sungguh takut kehilanganmu, Sayang!" ucapnya dengan berlinang air mata.


 

"Aku berhutang nyawa kepadamu, Ananda!" kata Sultan Singa.


 

"Suamimu ini juga berhutang nyawa kepadamu. Jika tidak kamu dorong aku pasti sudah tertembak."


 

"Ananda, ada seseorang yang juga mengkhawatirkan Ananda." Sultan Singa ke luar.


 

Di luar kamar.


 

"Jenderal Prana, silakan masuk dan temui Putri Cendani!"


 

"Terima kasih, Yang Mulia!" Jenderal Prana segera masuk.


 

Di dalam kamar.


 

Jenderal Prana mendekati Cendani.


 

"Paman Jenderal!" Cendani terkejut.


 

"Maafkan aku, seharusnya aku mendengarkan Ananda untuk menyerah, dan Ananda tidak akan menjadi seperti ini! Maafkan aku yang terlalu mementingkan egoku sebagai kesatria! Sekarang aku telah menyerahkan diriku, begitu juga dengan seluruh pasukan ku!" kata Jenderal Prana penuh penyesalan.


 

Cendani terkejut. Cendani merasa takut Jenderal Prana akan mendapatkan hukuman.


 

"Maafkan Cendani, Paman, Cendani sudah mengkhianati Paman Jenderal!"


 

"Tidak Ananda Cendani! Ananda tidak berkhianat sama sekali!" tegas Jenderal Prana.


 

Akhirnya mereka keluar dari rumah sakit. Sultan Singa menggendong Cendani.


 

"Jenderal Prana, sepertinya Anda harus naik ke kereta bersama Yang Mulia dan Cendani!" tegas Jenderal Sauqy.


 

"Silakan Jenderal Prana, tolong sekalian bukakan pintunya lebar - lebar!" kata Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Prana membuka pintu kereta lebar - lebar lalu naik.


 

Kemudian membantu Cendani dan Sultan Singa naik ke kereta. Sedangkan Jenderal Sauqy naik ke kuda. Mereka pergi ke area pemakaman.


 

Taman pemakaman.


 

Cendani dalam gendongan Sultan Singa menunjukkan letak makam kedua orang tuanya.


 

"Dimakamkan sejajar di sebelah sana Yang Mulia!" tunjuk Cendani.


 

Sultan Singa melangkah sambil menggendong Cendani. Jenderal Sauqy dan Jenderal Prana mengikuti di belakang sambil membawa bunga. Tampak dua papan bertuliskan nama Hilal dan Sarah. Jenderal Sauqy dan Jenderal Prana menaburkan bunganya.


 

"Ayahanda, Ibunda, Ananda baik - baik saja, kedua Yang Mulia sangat menyayangi Ananda berlebihan!" cerita Cendani dengan antusias.


 

"Sahabatku Hilal, Sarah, dulu aku menggendongnya saat masih bayi baru lahir. Lihatlah! Sekarang, takdir membuatku memiliki putrimu, yang ingin aku dan ibundaku miliki dahulu! Dia sudah menikah dengan Yang Mulia Sauqy, sultan sekaligus jenderal yang bekerja kepadaku." Sultan Singa juga bercerita dengan antusias.


 

"Ibunda Sarah dan Ayahanda Hilal, Ananda Jenderal Sauqy, suami Cendani putri kalian!" ucap Jenderal Sauqy dengan tegas.


 

"Aku Jenderal Prana, yang telah membuat putri kalian terluka berat seperti ini. Maafkan aku!" kata Jenderal Prana.


 

"Ayo, sekarang kita ke gubuk, sekalian mengajak semuanya kembali ke istana!" perintah Sultan Singa.


 

Hutan.


 

Melihat kedatangan Sultan Singa, Cendani, Jenderal Sauqy dan Jenderal Prana mereka berdiri dan menunduk.


 

"Bersiap untuk kembali ke istana Rubi sekarang juga!" perintah Jenderal Sauqy.


 

"Baik, Jenderal!" jawab ketiga Jenderal dan Prajurit militer.


 

"Ananda, ayo kita ke gubukmu terlebih dahulu!" ajak Sultan Singa dengan Cendani masih dalam gendongannya. "Jenderal Prana, tolong tunjukkan jalannya!"


 

"Baik, Yang Mulia! Silakan ke sebelah sini!" kata Jenderal Prana menunjukkan jalan.


 

Sultan Singa dan Jenderal Sauqy mengikuti. Sampailah mereka di gubuk. Sejenak mereka melihat area luar yang tampak sederhana. Kemudian mereka masuk ke dalam yang hanya ada satu ruangan. Ada tumpukan barang - barang Cendani yang begitu saja ditumpuk, tapi tetap rapi. Jenderal Sauqy melihat - lihat tumpukan barang dan ia menemukan beberapa foto instag hitam putih.


 

"Ini foto Yang Mulia dan Yang Mulia Ratu Ana!" seru Jenderal Sauqy saat melihat sebuah foto Sultan Singa bersama Ratu Ana menggendong bayi dan bersama kedua orang tua Cendani.


 

Jenderal Sauqy menunjukkan kepada Sultan Singa dan Cendani.


 

"Ini waktu di ibukota, waktu Cendani baru lahir, prajurit ku yang mengambil gambarnya!" cerita Sultan Singa dengan antusias.


 

"Lalu ini?" tanya Jenderal Sauqy saat menemukan foto Sultan Singa dengan Hilal.


 

"Itu sebelum Hilal menikah," jawab Sultan Singa.


 

Cendani merasakan sakit, tapi ia menutupi wajahnya dengan membenamkan ke badan Sultan, agar tidak ada yang tahu.


 

"Ananda, tidak ingin melihat?" tanya Sultan Singa. Cendani hanya diam membenamkan wajahnya.


 

"Akan aku simpan dan bawa saja foto - foto ini!" kata Jenderal Sauqy.


 

"Ananda, sudah cukup melihat gubuk?" tanya Sultan Singa lagi. Cendani hanya mengangguk dengan tetap membenamkan wajahnya.


 

"Baiklah, kita pulang ke ibukota sekarang!" kata Sultan Singa. Cendani hanya mengangguk lagi.


 

Mereka keluar dari gubuk dan segera bersiap pulang. Semua tawanan diikat tangannya berbaris dan jalan kaki.


 

"Jenderal Prana, silakan naik ke kereta!" kata Sultan Singa.


 

"Sebaiknya hamba juga diikat dan berjalan bersama pasukan hamba, Yang Mulia!" kata Jenderal Prana.


 

"Aku akan membutuhkan bantuan Jenderal Prana untuk Cendani, jadi tolong naiklah ke kereta!" kata Sultan Singa.


 

"Baiklah, jika demikian!"


 

Cendani masih membenamkan wajahnya.


 

"Sayang, kenapa menutupi wajah seperti itu? Biarkan aku menciummu sebentar!" kata Jenderal Sauqy.


 

Cendani menggeleng dengan tetap membenamkan wajahnya ke tubuh Sultan Singa. Jenderal Sauqy mencium saja kepala Cendani.


 

Perjalanan melewati perkampungan di Utara.


 

Warga berdiri di pinggir kanan kiri sambil menunduk dan banyak rakyat kecil yang berbisik hingga terdengar jelas.


 

"Jika Jenderal tertangkap berarti kita tidak makan!"


 

"Berarti sudah tidak ada yang melindungi kita, dari orang kaya - orang kaya sombong, yang suka semena - mena kepada kita!"


 

"Kita akan makan apa hari ini dan esok? Jenderal Prana sudah tertangkap," kata ibu tua yang banyak anaknya berkata pada anak - anaknya.


 

Sultan Singa memandang Jenderal Prana sejenak.


 

"Kusir, berhenti!" perintah Sultan Singa. "Jenderal, tolong panggilkan suami Cendani!"


 

"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Prana turun.


 

Ia melangkah cepat mendekati Jenderal Sauqy yang melaju pelan dengan kuda di depannya.


 

"Jenderal Sauqy, Yang Mulia memanggil Jenderal!"


 

Jenderal Sauqy berhenti, turun lalu menghampiri kereta. Jenderal Sauqy berdiri di depan pintu kereta yang terbuka.


 

"Yang Mulia memanggil hamba?"


 

"Berikan saja semua bahan makanan yang di bawa, nanti kita akan makan di restoran, aku yang akan mentraktir semuanya, tapi sisakan sedikit bahan makanan untuk Cendani, untuk jaga - jaga jika kita tidak tepat waktu menemukan restoran. Sekaligus karena kereta barangnya kosong, persilakan para tawanan masuk ke dalam kereta. Keretanya cukup banyak, walau akan berjubel, tapi lebih baik dari pada jalan kaki, dan kita juga akan lebih cepat sampai!" tegas Sultan Singa.


 

"Yang Mulia, berikan saja semuanya, hamba akan baik-baik saja!" Cendani menguatkan diri berbicara tapi tetap membenamkan wajahnya.


 

"Baiklah, berikan saja semuanya!" perintah Sultan Singa.


 

"Baik, Yang Mulia!" ucap Jenderal Sauqy sambil melihat Cendani dengan sedikit curiga, karena dari tadi hanya membenamkan wajahnya.


 

"Para Jenderal dan juga Anda, Jenderal Prana, para Prajurit, berikan, bagikan, semua bahan makanan untuk para warga miskin di sini!" perintah Jenderal Sauqy


 

Semua segera bergerak membagikan hingga habis.


 

"Masukkan para prajurit tawanan ke dalam kereta!" perintah Jenderal Sauqy setelah semua bahan makanan dibagikan. Semua segera bergerak sesuai perintah.


 

"Kita lanjutkan perjalanan! Silakan, Jenderal Prana, kembali ke kereta bersama Yang Mulia Sultan Singa!" seru Jenderal Sauqy.


 

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Mereka selalu singgah ke masjid di jam sholat, hingga tiba waktu makan malam.


 

"Yang Mulia, kita sampai di restoran!" kata Jenderal Sauqy yang berkuda di samping kereta, karena sejak melihat Cendani hanya membenamkan wajah ia menjadi khawatir.


 

"Perintahkan semua untuk makan sepuasnya!" perintah Sultan Singa.


 

"Semua, silakan turun dan makan sepuasnya!" seru Jenderal Sauqy.


 

"Terima kasih, Yang Mulia! Terima kasih, Jenderal!" ucap ketiga Jenderal dan para prajurit tidak serempak.


 

"Prajurit tawanan, lepaskan ikatan tangannya untuk makan, dan Jenderal Prana tolong urus mereka!" perintah Sultan Singa kemudian.


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab Jenderal Sauqy dan bergegas berkuda ke kereta belakang.


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab Jenderal Prana.


 

"Jenderal, tolong sekalian pintu kereta dibuka lebar!" perintah Sultan Singa lagi.


 

"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Prana membukakan pintu kereta lebar - lebar. Lalu ia turun dan membantu turun Sultan Singa dan Cendani


 

"Silakan Jenderal Prana bergabung dengan pasukan Jenderal!" perintah Sultan Singa.


 

"Terima kasih, Yang Mulia!" Jenderal Prana menunduk lalu segera ke kereta belakang menghampiri para prajuritnya yang sedang dibukakan ikatannya oleh prajurit militer.


 

"Ananda makan ya, tapi Ananda harus makan bubur sementara ini!" kata Sultan Singa dengan suara lembut tapi tegas. Cendani menggeleng dengan tetap membenamkan wajahnya. "Baiklah, Ananda mau lauk apa?" Cendani menggeleng.


 

Jenderal Sauqy turun dari kuda lalu menghampiri.


 

"Istriku Sayang, kenapa dari sejak di gubuk, kamu menutup wajah seperti itu?" tanya Sultan Sauqy. Cendani menggeleng.


 

"Aduh bagaimana ini? Sepertinya suamiku sudah curiga, aku tidak mau mereka khawatir lagi," batin Cendani takut ketahuan.


 

"Benar juga, apa yang terjadi padamu, Ananda?" Sultan Singa juga merasa janggal. "Perlihatkan wajah Ananda!" tegas Sultan Singa. Cendani tetap membenamkan wajahnya. Sultan dan Jenderal Sauqy saling pandang dan khawatir.


 

"Kita ke rumah sakit sekarang!" kata Sultan Singa.


 

"Tidak, Yang Mulia!" tolak Cendani. "Hamba hanya merasa kesakitan saja, Yang Mulia!"


 

"Sayangku biar dokter memeriksamu ya?"


 

"Jenderal, hamba baik - baik saja, hamba hanya kesakitan karena lukanya!"


 

"Kalau begitu perlihatkan wajahmu!" kata Jenderal Sauqy.


 

Cendani akhirnya membuka wajahnya.


 

"Kau sangat pucat, Ananda!" kata Sultan Singa.


 

"Tentu saja Yang Mulia, karena sakit sekali! Maka dari itu hamba menutupi, agar dua Yang Mulia tidak cemas! Hamba tidak perlu dokter, lagi pula sudah ada obatnya!"


 

"Bagaimana ini, Yang Mulia Sauqy?" bingung Sultan Singa.


 

"Mungkin memang cukup dengan makan dan minum obatnya," kata Jenderal Sauqy.


 

"Ya sudah, ayo segera masuk dan makan!" kata Sultan Singa.


 

Beberapa saat kemudian mereka melanjutkan perjalanan.


 

"Yang Mulia, izinkan hamba duduk!" pinta Cendani.


 

"Baiklah!" Sultan Singa membantunya duduk.


 

Beberapa saat kemudian saat tengah malam badan Cendani bersuhu tinggi.


 

"Jenderal Prana, sepertinya Ananda demam!" kata Sultan Singa khawatir.


 

Jenderal Prana juga khawatir.


 

"Bisa tolong carikan air juga kain untuk mengompresnya?" pinta Sultan sambil meraih Cendani untuk tidur di pangkuannya lagi.


 

"Tentu, Yang Mulia!" kata Jenderal Prana.


 

"Kusir, berhenti!" Perintah Sultan Singa.


 

Kereta berhenti. Jenderal Prana menunduk sejenak lalu ke luar. Setiap kereta sultan berhenti, semua ikut berhenti, karena kereta sultan berjalan paling depan.


 

"Ada apa, Jenderal Prana?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Ananda Cendani demam! Aku diminta Yang Mulia untuk mencari air dan kain untuk mengompresnya!" terang Jenderal Prana dengan cemas.


 

"Kita ketuk saja rumah warga!" kata Jenderal Sauqy.


 

Jenderal Sauqy mengetuk pintu rumah yang ada di dekatnya. "Assalamualaikum! Maaf, tengah malam kami mengganggu! Mohon buka pintunya sejenak! Assalamualaikum! Assalamualaikum!" serunya.


 

Pintu dibuka.


 

"Waalaikumsalam! Siapa ya dan ada apa tengah malam begini berkunjung ke rumahku?" tanya warga.


 

"Saya Jenderal Sauqy dan ini Jenderal Prana!" tegas Jenderal Sauqy. Warga terkejut mendengar dua nama besar.


 

"Kami sedang bersama Sultan Badar Saifulah Husam dan putrinya," terang Jenderal Sauqy. Warga lebih terkejut lagi. Warga melihat ke luar. Tampak ada kereta dan pasukan sangat banyak berbaris panjang ke belakang.


 

"Putrinya demam, kami mohon pertolongan, minta air dan kain untuk mengompres," kata Jenderal Sauqy.


 

"Baik, akan saya ambilkan!" Warga itu segera masuk ke dalam dan kembali dengan membawa semangkuk besar air dan kain.


 

"Berapa harus aku bayar?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Oh, tidak perlu, Yang Mulia Sauqy!" tolak warga itu.


 

"Kalau begitu terima kasih! Assalamualaikum!" pamit Jenderal Sauqy.


 

"Waalaikumsalam!" jawab warga.


 

"Assalamualaikum!" ucap Jenderal Prana.


 

"Waalaikumsalam!" jawab warga.


 

"Ini, Jenderal Prana!" Jenderal Sauqy memberikan mangkuk besar air dan kain kepada Jenderal Prana.


 

Jenderal Prana segera membawa masuk ke kereta.


 

"Kusir jalan pelan - pelan!" perintah Sultan agar air tidak tumpah. "Jenderal mendekatlah, bantu aku mengompres Ananda!"


 

"Baik, Yang Mulia!" Jenderal Prana segera mengompres Cendani.


 

Warga baru menutup pintunya setelah barisan panjang telah pergi jauh dari pandangannya.


 

"Wah beruntungnya aku yang cuma warga miskin, bisa menolong sultan dan tuan putri, walau hanya semangkuk air dan kain. Alhamdulillah!" ucap warga. "Semoga demam tuan putri segera turun!" Warga itu lalu masuk dan menutup pintu.