Contents
E44-50 2 Yang Mulia
45. Jenderal Prana
Tibalah subuh dan perjalanan mereka sudah hampir dekat.
"Yang Mulia Sauqy, kita sholat subuh dahulu!" perintah Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" jawab Jenderal Sauqy.
Mereka pergi ke masjid terdekat. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan. Saat fajar berubah menjadi satu tombak mereka berhenti untuk makan. Cendani merasakan seperti tidak memiliki waktu dan karena itu ia putuskan untuk mencari tempat menyendiri untuk sholat duha.
"Kemana Ananda?" tanya Sultan Singa.
"Hamba juga tidak melihatnya." Jenderal Sauqy khawatir.
Cendani datang menunduk sejenak.
"Dari mana?" tanya Jenderal Sauqy.
"Dari sana, jalan - jalan sejenak," kata Cendani sambil menunjukkan arah ia berada tadi.
"Jangan membuat kami khawatir!" kata Jenderal Sauqy.
"Maaf, Jenderal!"
"Ayo, kita lanjutkan perjalanan!" perintah Sultan Singa.
Cendani naik ke kereta.
"Kamu tidak ingin berkuda lagi?" tanya Jenderal Sauqy.
"Sebaiknya naik kereta saja."
"Ayo, naiklah kuda bersamaku!" Kali ini Jenderal Sauqy yang sedang ingin berkuda bersama Cendani.
"Apa Jenderal tidak akan seperti tadi jika hamba naik kuda bersama Jenderal?"
Jenderal Sauqy diam tidak bisa menjawab. Akhirnya Jenderal Sauqy berkuda sendiri karena Cendani memilih naik ke kereta. Beberapa saat kemudian Jenderal Sauqy tampak gelisah. Sampailah di sebuah jalan antara hutan dan sungai.
"Sebagai sesama lelaki aku tahu!" kata Sultan Singa.
"Tahu apa Yang Mulia?"
"Aku dan pasukan akan meninggalkan kalian berdua saja! Beri tanda jika sudah selesai! Di sini hutan dan ada sungai, kalian bisa bermain sesuka kalian!" kata Sultan Singa. "Pasukan ikut aku semua!" perintah Sultan Singa. "Kusir kau juga ikut!"
Kusir turun dari kereta kuda dan ikut pergi bersama pasukan.
Semua pasukan telah meninggalkan mereka berdua. Jenderal Sauqy masuk ke kereta.
"Ada apa? Ke mana Yang Mulia Sultan Singa dan pasukan?" tanya Cendani.
Jenderal Sauqy membuka pasmina Cendani.
"Yang Mulia Sultan Singa yang memerintahkan ini."
"Maksudnya?"
Jenderal Sauqy mengecup habis wajah Cendani.
"Yang Mulia apa yang hendak Yang Mulia lakukan?"
"Menurutmu apa?"
"Jenderal kita sedang akan berperang dan ada Yang Mulia Sultan Singa!"
"Sudah aku bilang Yang Mulia Sultan Singa yang memerintahkan ini kepadaku!"
"Bohong!"
"Kau boleh menanyakannya pada beliau setelah ini!" Jenderal Sauqy membuka resleting baju Cendani. Ia pun membuka bajunya sendiri. Lalu menarik Cendani ke dalam pelukannya.
Sementara itu Sultan Singa bersama pasukan menunggu cukup jauh.
"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Jenderal Kafi.
"Tidak ada apa - apa, aku hanya ingin memberikan mereka kesempatan berdua," jawab Sultan Singa.
"Ayo kita ke sungai, berenang!"
"Hamba tidak bisa berenang, Jenderal!"
"Ada aku, aku akan menjaga mu! Sekaligus nanti, kita akan membersihkan diri!"
Cendani mengangguk. Mereka pergi ke sungai dan berenang.
"Jenderal Kafi, bagaimana rencananya nanti?"
"Kami empat Jenderal akan mengepung ke empat penjuru. Dan tiap pasukan kami akan dibagi dua gelombang. Setengah akan menyerang awal. Lalu jika semua musuh telah muncul setengah akan menyusul menyerang."
"Berapa lama lagi kita akan sampai?"
"Sebelum duhur kita akan sampai dan bisa istirahat dahulu untuk sholat juga makan siang sebelum menyerang!" jawab Jenderal Kafi.
Terdengar suara siulan.
"Itu suara Jenderal Sauqy, Yang Mulia!" seru Jenderal Kafi.
Sultan Singa bersiul membalas siulan Jenderal Sauqy.
"Ayo, kita kembali!" perintah Sultan Singa.
Cendani dan Jenderal Sauqy dari sungai menuju ke kereta. Bersamaan hal itu Sultan Singa dan pasukan tiba. Sultan Singa turun dari kuda menghampiri Cendani dan Jenderal Sauqy. Cendani menunduk sangat malu. Sultan Singa tersenyum melihat mereka. Sultan Singa yang tahu Cendani sedang sangat malu sengaja mengangkat dagu Cendani agar wajahnya terlihat. Membuat Cendani yang sudah sangat malu bertambah malu. Sultan Singa melihat di mata Cendani selain rasa malu juga seperti ada pertanyaan.
"Ada yang Ananda inginkan atau ada yang ingin Ananda katakan?" tanya Sultan Singa sambil tetap mengangkat dan menatap wajah Cendani. Cendani bergeming.
"Istri hamba tidak percaya jika Yang Mulia yang memerintahkan dan menganggap hamba berbohong."
"Suamimu tidak bohong, Ananda, aku yang memerintahkan!" tegas Sultan Singa sambil mengusap puncak kepala Cendani.
Jenderal Sauqy tiba - tiba dengan sangat gemas mengecup habis wajah Cendani hingga Cendani merasa mau mati saja karena malu. Sedangkan Sultan Singa hanya tersenyum dan tertawa melihatnya.
"Mau ditaruh mana mukaku?" batin Cendani. "Mereka berdua sama saja!" Cendani kesal.
"Hei sepertinya tuan putri marah!" ledek Jenderal Sauqy saat melihat ekspresi wajah istrinya.
"Baru kali ini aku melihat wajah putriku marah seperti ini!"
Cendani jadi berkaca - kaca mau menangis.
"Sudah - sudah, jangan digoda lagi! Aku tidak mau putriku jadi menangis!" Sultan Singa mengusap puncak kepala Cendani. "Maaf, Ananda!"
Jenderal Sauqy mengecup puncak kepala Cendani dan kening Cendani.
"Maaf!" ucap Jenderal Sauqy.
"Bahagia sekali mereka menggodaku, tapi saat aku menangis mereka menjadi sedih." batin Cendani.
"Sudah, naiklah ke kereta!" perintah Sultan Singa.
Cendani menunduk sejenak kepada keduanya lalu naik ke kereta.
"Kusir!" teriak Sultan Singa.
Kusir segera naik ke atas kereta. Perjalanan pun lanjut. Akhirnya sampailah mereka di Utara, kampung halaman Cendani. Mereka sholat duhur dahulu di masjid terdekat.
"Aku akan jujur kepada Jenderal Prana dan jika mungkin akan memintanya menyerah agar tidak terjadi pertumpahan darah," batin Cendani. "Ini kesempatanku, mumpung mereka belum selesai beribadah. Bismillahirrahmanirrahim!" Cendani lalu bergegas pergi dari tempat sholat.
Saat mereka berdzikir Cendani diam - diam pergi. Saat sudah tampak jauh, Jenderal Sauqy yang berada di dalam masjid melihat kepergiannya dari jendela besar masjid yang terbuka lebar. Jenderal Sauqy tidak ikut berdzikir dan segera mengikuti Cendani diam - diam.
Hutan.
Cendani memasuki hutan yang telah lama ia tinggalkan. Sejenak ia melihat sekitarnya dan menghirup udaranya. Ia tersenyum senang hingga berputar sambil merentangkan tangannya. Dia ingat tujuannya dan hilanglah senyumnya yang baru muncul sesaat. Ia melangkah menuju ke gubuknya. Di hutan menuju gubuknya banyak prajurit Jenderal Prana. Cendani tidak peduli dan terus melangkah.
"Siapa kamu, mau apa?" tanya seorang Prajurit
"Entah kenapa aku seperti pernah melihatnya?" kata seorang prajurit lainnya.
Sebuah pedang mengarah ke lehernya. Cendani terhenti sejenak tapi ia tidak peduli dan terus melangkah. Prajurit itu tidak tega melukai dan melepaskan pedang dari leher Cendani. Semua Prajurit menjadi mengikuti Cendani. Cendani sampai di depan gubuknya. Cendani tersenyum sangat senang saat melihat gubuknya. Semua prajurit Jenderal Prana heran. Tiba - tiba datang seseorang.
"Ada apa, kenapa semua berkerumun di sini?" tanya orang itu.
"Ada gadis gila, tidak takut pedang di lehernya, dan sekarang senyum - senyum sendiri!" kata seorang prajurit Jenderal Prana.
Orang itu melihat dan terkejut.
"Cendani!" serunya mengenali tuan rumah.
"Tuan Raka!" seru Cendani mengenali.
"Dia bukan gadis gila, dia Cendani pemilik gubuk ini! Kamu senang kembali ke gubuk? Kemana saja selama ini? Tiba - tiba menghilang tanpa kabar setelah Jenderal sembuh dan membayar administrasi rumah sakit!"
"Maaf Tuan, itu urusan saya, Tuan!"
"Tapi aku mendengar kabar dari agen budak jika dirimu menjual dirimu sendiri demi pengobatan Jenderal, benar demikian?"
Cendani tidak menjawab.
"Tuan Raka, di mana Paman Jenderal Prana?"
"Masuk saja, ini gubukmu! Mungkin Jenderal Prana sedang sholat sekarang! Aku masih ada urusan, kau temui sendiri! Ayo semua kita urus urusan kita!"
Semuanya pergi.
"Ini kesempatan ku untuk mengintip lebih dekat!" seru batin Sultan Sauqy yang dari tadi mengintip dari jauh.
Cendani mengetuk pintu.
"Assalamualaikum!" ucapnya.
Tidak ada jawaban. Cendani langsung masuk. Jendral Sauqy mendekat ke gubuk dan mengintip. Tampak ada Cendani dan ada seseorang pria yang usianya sebaya Sultan Singa, sedang sholat.
"Sebenarnya orang baik, tapi tetap saja, merampok meresahkan, dan ada hukum di negeri ini!" tegas benak Sultan Sauqy.
Jenderal Prana selesai sholat. Jenderal Prana terkejut dan senang melihat kehadiran Cendani.
"Assalamualaikum, Paman!"
"Waalaikumsalam, Ananda!"
"Maaf Paman, Cendani datang untuk memberi tahu Paman, bahwa Cendani akan memberitahukan letak gubuk ini, kepada Yang Mulia Sultan Singa dan jenderal-jenderalnya."
Jenderal Prana terkejut.
"Baik, tapi tunggu dulu, aku belum tahu kabarmu, Ananda! Apa benar kau menjual dirimu sendiri menjadi budak?"
"Benar, Paman."
"Apa benar oleh agensi itu kau diberikan pada sultan negeri ini sebagai pemuasnya?"
"Seharusnya, tapi Alhamdulillah beliau tidak melakukannya, dan malah menjadi pengganti orang tua Cendani. Sedangkan jenderal yang memimpin pasukan, untuk menangkap Paman, adalah suami Cendani. Karena itu Cendani tidak mau menutupi apapun dari suami Cendani. Cendani sendiri juga bekerja di militer, jadi sudah kewajiban Cendani."
"Syukurlah Alhamdulillah jika Ananda baik - baik saja. Ananda di militer? Sungguh? Aku ikut senang dan bangga untuk itu! Jarang sekali ada perempuan di militer!"
"Hanya di keuangan, Paman."
"Itu artinya Ananda orang yang bisa dipercaya dan bertanggung jawab. Itu hal yang sangat bagus!"
"Paman, bisakah Paman menyerah saja sekarang?"
"Aku seorang kesatria Ananda. Pantang buat kesatria mundur sebelum berperang. Ananda lakukan saja tugas Ananda dan aku akan melakukan yang seharusnya sebagai kesatria!"
Jenderal Prana merasa ada yang memata - matai.
"Ananda dengan siapa ke sini?"
"Sendiri, Paman!"
"Apa mereka mengetahui Ananda ke tempat ini?"
"Tidak, Paman. Cendani meninggalkan mereka, saat mereka sedang sholat di masjid, Paman."
"Tapi ada seseorang yang mengikutimu, Ananda!"
Cendani terkejut. Jenderal Sauqy juga terkejut karena sudah ketahuan.
"Jika benar demikian, Cendani sudah tidak ada beban lagi, menyembunyikan gubuk ini, Paman. Biar mereka mengetahui sendiri, jadi Cendani juga tidak ada beban untuk mengatakan letaknya, karena mengkhianati Paman."
"Ananda terlalu baik. Terima kasih sudah pernah menolongku sampai mengorbankan diri dan terimakasih sudah jujur kepadaku. Sebaiknya Ananda segera kembali bersama mereka!"
"Baiklah Paman, Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!"
Jenderal Sauqy buru - buru pergi sebelum Cendani melihatnya. Cendani menunduk sejenak lalu ke luar dari gubuk.
Masjid tempat pasukan negeri Rubi berkumpul.
"Dari mana Jenderal Sauqy dan Cendani mana?" tanya Sultan Singa.
"Hamba diam - diam mengikuti Cendani ke gubuknya."
"Lalu apa yang Jenderal lihat?"
"Cendani bertemu dengan Jenderal Prana di gubuknya. Hamba melihat jenderal itu sedang sholat, saat Cendani datang, dan Cendani menunggunya. Sepenglihatan hamba jenderal itu orang baik. Cendani memberitahukan pada jenderal itu bahwa ia akan memberitahukan letak gubuknya kepada kita. Cendani juga meminta agar jenderal itu menyerah saja. Jenderal itu tidak mau."
"Ada lagi?"
"Selebihnya bercerita tentang Cendani yang menjual dirinya menjadi gadis budak dan dikirim agensinya untuk maaf menjadi pemuas Yang Mulia," terang Jenderal Sauqy. "Cendani mengatakan kalau yang seharusnya itu tidak terjadi. Yang Mulia menjadi pengganti orang tuanya dan yang memimpin pasukan ini suaminya. Begitu Yang Mulia!" lapor Jenderal Sauqy.
"Itu artinya, rencana kita akan menyerang, sudah bocor!" kata Jenderal Kafi dengan kesal.
"Tidak mengapa, Jenderal!" tegas Sultan Singa.
"Lalu bagaimana sekarang?" tanya Jenderal Kafi.
"Seperti rencana awal. Jenderal Sauqy tetap tanyakan pada Cendani di mana gubuknya, walau Jenderal sudah tahu!"
"Tentu, Yang Mulia!"
"Selanjutnya sesuai rencana awal menyerang bertahap! Mereka hanya tahu kita menyerang, tapi tidak tahu bagaimana kita menyerang!"
"Benar, tapi Jenderal Prana itu sangat cerdas, Yang Mulia. Sesungguhnya hamba sudah ketahuan, meskipun Cendani dan jenderal itu tidak tahu, jika yang membututi adalah hamba. Hanya saja jenderal itu sengaja tidak menangkap hamba," kata Jenderal Sauqy.
"Insya Allah, tidak mengapa. Aku punya firasat, kita akan mendapatkan Jenderal Prana hidup - hidup!" kata Sultan Singa.
Cendani datang. Sultan Singa menghampiri dengan mengusap puncak kepala Cendani. Jenderal Kafi menatap tidak senang kepada Cendani. Jenderal Sauqy memeluk erat Cendani.
"Sayang, apa kamu sudah bersedia mengatakan di mana gubuk tempat tinggal kamu?"
"Di hutan di sana, Jenderal!"
"Terima kasih, Sayang!"
Cendani tersenyum.
"Ayo, bergerak!" perintah Sultan Singa.
Pasukan bergegas ke hutan dan mengepung hutan sesuai rencana. Pasukan Jenderal Prana ke luar dan melawan. Pertumpahan darah tidak bisa dihindarkan. Cendani mencari tempat sepi dan menangis. Jenderal Kafi yang melihat Cendani pergi sendiri menghampiri.
"Seharusnya tidak ikut, jika ke sini untuk menangis!" kata Jenderal Kafi. "Yang Mulia memerintahkan Tuan Putri tidak boleh jauh dari Yang Mulia Sultan dan Jenderal Sauqy, cepat ke sana!" Jenderal Kafi bergegas kembali kepasukannya.
"Nyawaku tidak penting, tapi nyawa kedua Yang Mulia yang baik sangat penting. Rakyat sangat membutuhkan mereka berdua. Aku tidak boleh cengeng, aku harus melindungi mereka, walau hanya dengan panah." Cendani pergi ke kereta dan mengambil panahnya. Kemudian ia bergegas menghampiri Jenderal Sauqy dan Sultan Singa.
Benarlah beberapa Prajurit Jenderal Prana menyerang dari ke jauhan menggunakan panah ke arah Sultan Singa dan Jenderal Sauqy. Cendani dengan segera mendahului memanah mereka, tapi di arahkan ke tangan mereka, sehingga tidak sampai membunuh hanya membuat mereka tidak bisa memanah lagi, karena Cendani juga tidak sanggup kalau harus melukai orang lain.
"Masya Allah, Ananda!" ucap Sultan Singa melihat kehebatan memanah Cendani.
"Masya Allah, Sayangku!" Jenderal Sauqy juga takjub. "Aku tidak tahu kamu akan membawa panah! Untunglah, karena di antara kami hanya sedikit yang membawa panah, sebagian besar membawa pedang."
Cendani terus berkosentrasi memanah mendahului pemanah yang mengarah ke arah kedua Yang Mulia. Cendani melihat ada yang mengunakan senjata modern, senjata api laras panjang ke arah suaminya. Cendani mendorong Jenderal Sauqy hingga Jenderal Sauqy terjatuh ke belakang. Senjata api itu mengarah ke Sultan Singa. Dengan segera ia menghalangi dengan tubuhnya. Peluru menembus dada kanannya. Jenderal Prana melihat Cendani tertembak.
"Pasukan, berhenti melawan dan mundur semuanya!" seru Jenderal Prana.
Cendani terbaring di atas tubuh Sultan Singa. Jenderal Sauqy segera menghampiri.
"Tuan Putri Cendani!" pekik keempat jenderal bersahutan yang juga terkejut.
"Yang Mulia Sauqy, maafkan hamba! Yang Mulia Singa, maafkan hamba!" ucap Cendani.
Jenderal Kafi berlari menghampiri.