Try new experience
with our app

INSTALL

E34-43 2 Yang Mulia 

6. 39. Save the Date

Jenderal Sauqy memeluk erat Cendani. Tak lama kemudian terdengar suara adzan mahgrib. Jenderal Sauqy melepas pelukannya.


 

"Cendani, mau ke masjid bersama ku?"


 

"Mau Jenderal!" jawab Cendani sambil tersenyum senang.


 

"Masya Allah, senyumnya!" kata Jenderal Sauqy.


 

Cendani merona, menunduk malu. Cendani segera mengambil mukenah. Jenderal Sauqy dan Cendani bergegas pergi.


 

Sampai di depan masjid istana mereka bertemu Sultan Singa, Jenderal - jenderal dan Menteri - menteri. Cendani dan Jenderal Sauqy menunduk sejenak.


 

"Jenderal Sauqy bagaimana, sudah kau tunjukkan berkas - berkas kasus?"


 

"Sudah, Yang Mulia! Dua berkas kasus yang hamba perlihatkan menemui titik terang!"


 

"Masya Allah, Ananda, tidak salah aku menempatkan Ananda di militer! Pertama aku pikir Ananda orang yang bisa dipercaya dan memegang prinsip, tapi ternyata lebih dari itu!" puji Sultan Singa di depan semua orang.


 

Cendani menjadi menunduk dengan sangat merona.


 

"Jenderal Sauqy, Ananda Cendani, selesai sholat jangan pergi! Tetap di masjid! Karena akan kita bicarakan soal pernikahan kalian, bersama para jenderal, para menteri, dan para ulama. Kalian berdua sudah mengambil keputusan, tapi tetap, aku harus tahu dan turut campur!"


 

"Baik, Yang Mulia!" jawab keduanya serempak.


 

"Mari masuk!" kata Sultan Singa.


 

Sholat mahgrib telah selesai. Rapat di dalam masjid di mulai.


 

"Yang Mulia, Cendani memberikan hamba syarat, setiap detail acaranya harus seperti keinginannya. Beberapa hal telah ia sebutkan seperti keinginannya, lalu karena ia tidak menemukan ide lagi, selebihnya terserah kepada hamba. Semalam pulang kerja, hamba sudah memesan yang Cendani inginkan dan semua halnya. Insya Allah dalam tiga atau empat hari akan selesai. Hari kelima membagikan undangan dan hari ketujuh pernikahan."


 

"Secepat itu acaranya? Lalu bagaimana persiapan bisa selesai secepat itu?"


 

"Ampun Yang Mulia, biar tidak lama - lama zina dan bisa - bisa zina beneran, hamba takut. Hamba sangat ingin benar - benar memilikinya!"


 

"Ananda Cendani kamu setuju secepat itu?"


 

Cendani mengangguk.


 

"Bagaimana menurut yang lain, apa keputusan Jenderal Sauqy tidak terburu - buru?"


 

Semua orang saling melihat.


 

"Menurut hamba itu keputusan terbaik, Yang Mulia," kata seorang Ulama.


 

"Baiklah aku setuju saja jika Cendani tidak masalah!"


 

"Yang Mulia persiapan bisa selesai dalam waktu singkat karena hamba mengerahkan semua tukang. Misalnya soal cermin, hamba mengerahkan semua tukang cermin yang jumlahnya ribuan orang. Begitu juga dengan hal - hal yang lainnya."


 

"Tukang cermin? Untuk apa ada tukang cermin?"


 

"Cendani menginginkan undangannya berupa cermin oval berbingkai kayu, dengan tulisan singkat yang diletakkan di belakang kayunya."


 

"Lalu souvenirnya apa? Jangan lupa ini pernikahan istana, bukan hanya untuk keluarga, rakyat harus mendapatkan juga. Kalau undangan tidak masalah, rakyat tidak perlu itu. Kalau souvenirnya dan makanannya rakyat juga harus dapat!"


 

"Hamba sudah memesan sangat banyak sejumlah rakyat Yang Mulia!"


 

"Benda apa itu?"


 

"Wood oven stove mini, tentunya ditambah troli, untuk memudahkan membawanya!"


 

"Sepertinya rakyat akan senang mendapatkan barang itu dari pada memakai tungku biasa!" kata Sultan Singa.


 

"Untuk Rakyat?" batin Cendani akhirnya memikirkan rakyat.


 

Sultan Singa melihat Cendani seperti sedang berpikir.


 

"Cendani, Ananda Sayang, katakan kepadaku apa yang sedang Ananda pikirkan?"


 

"Tidak, hamba hanya berpikir, mungkin untuk rakyat seperti saya, akan lebih senang diberi yang lebih bermanfaat untuk bertahan hidup, daripada benda mewah, Yang Mulia."


 

"Apa rakyat kecil tidak boleh merasakan kemewahan? Ini kesempatan mereka merasakan, memiliki yang tidak akan pernah terpikir sebelumnya."


 

"Tapi misal dengan sembako, mereka akan bisa bertahan hidup Yang Mulia."


 

"Tadi memakai troli kan? Tambahkan saja di dalamnya sembako!"


 

Cendani tersenyum senang.


 

"Tapi apa boleh lebih?"


 

"Akan aku beri mereka banyak!"


 

"Bukan banyaknya."


 

"Lalu apa?"


 

"Mengganti sembakonya dengan yang biasa bangsawan makan, bukan yang biasa mereka makan. Misalnya jenis berasnya, minyak biji bunga matahari, aneka saus memasak hidangan istana, dan lain - lainya."


 

"Masya Allah, aku akan sangat senang bisa memberikan hal itu kepada rakyat! Aku akan memberikannya untuk persediaan selama satu bulan. Sehingga dalam satu bulan, mereka bisa merasakan makanan yang biasa aku makan. Terima kasih untuk idenya, Ananda Sayang!"


 

Cendani tersenyum.


 

"Selain itu pastinya juga akan mendapatkan hidangan pesta yang sama. Setiap keluarga akan mendapatkan dua rantang susun yang besar. Satu rantang berisi aneka makanan utama dan satu rantang berisi aneka kue."


 

"Terima kasih, Yang Mulia!" ucap Cendani sangat senang.


 

"Jenderal Sauqy biar aku yang menanggung semua biayanya, karena dia putriku dan aku ingin berbuat untuk putriku!"


 

"Hamba juga ingin berbuat untuk kekasih hamba, Yang Mulia. Hamba tahu negeri Rubi jauh lebih kaya dari negeri kecil hamba, tapi hamba masih sanggup!"


 

"Aku tahu Yang Mulia Sauqy sanggup, tapi Cendani putriku yang baru aku temukan. Aku belum pernah melakukan banyak hal untuknya. Jadi izinkan aku untuk bisa berbuat lebih untuk putriku!"


 

"Jika demikian, kita bagi dua saja, Yang Mulia!"


 

"Baiklah, aku setuju kita bagi dua!"


 

"Sudah saatnya isya, Yang Mulia," kata Ulama yang lainnya.


 

"Kita akhiri sampai di sini dulu! Jenderal Sauqy, silahkan kumandangkan adzannya!"


 

"Baik, Yang Mulia!"


 

Waktu melangkah maju hingga sudah waktunya pulang kerja.


 

Kamar taman Cendani.


 

Cendani dan Jenderal Sauqy berpegangan tangan.


 

"Cendani apa kamu sudah tidak menolakku lagi?"


 

"Hamba tidak pernah benar - benar menolak Yang Mulia, hanya saja hamba berbeda jauh ... sekali dengan Yang Mulia!" tegas Cendani.


 

Jenderal Sauqy mengusap puncak kepala Cendani dengan pasmina yang baru saja siang tadi dibeli sepulang dari hutan.


 

"Sayang Cendani, aku pulang dulu!" ucap Jenderal Sauqy yang kemudian mengecup kening Cendani, memeluknya erat, lalu melepaskan pelukannya.


 

Cendani menunduk sejenak dengan senyuman. Jenderal Sauqy pergi dengan enggan.


 

Istana negeri Kapur.


 

"Bagaimana Ananda kabar Cendani?" tanya Ratu Quinta.


 

"Dia menakjubkan lagi hari ini Ibunda. Dalam sekejap tiga kasus ia selesaikan! Ananda sekarang bingung mau memberi hadiah apa? Sementara ia tidak tertarik dengan Dinar atau emas atau perhiasan!"


 

"Ananda lihatlah yang aku berikan padanya! Cendani sangat menyukainya kan?" kata Sultan Hanif.


 

"Kelinci? Apa aku akan memberinya kelinci juga?"


 

"Yang selain kelinci!" larang Sultan Hanif.


 

"Ananda mengerti!"


 

Pagi kembali datang dan saatnya masuk kerja. Cendani datang dan ia melihat sepasang rusa di halaman kantor pertahanan keamanan. Sepasang rusa itu sedang bermain bebas sambil makan - makanan yang disediakan. Cendani tertarik dan mendekati. Cendani menyuapi rusa dengan tangannya. Ia tidak berlama - lama. Cendani segera masuk ke dalam kantor dan langsung ke dapur. Membuat dan mengantarkan kopi ke semua jenderal. Cendani masuk ke ruang Jenderal Sauqy.


 

Cendani menunduk sejenak.


 

"Assalamualaikum, Sayangku!" ucap Jenderal Sauqy tidak biasanya.


 

"Waalaikumsalam, Jenderal! Ini kopinya!"


 

Jenderal Sauqy langsung berdiri mendekat dan mengambil langsung dari tangan Cendani. Menghirup aroma kopinya lalu meminumnya perlahan.


 

"Cendani, di halaman kantor ada sepasang rusa. Sepasang rusa itu untukmu! Taruh di kamar tamanmu!"


 

Cendani terkejut dan sangat senang.


 

"Kamu suka?"


 

"Suka, sangat suka Jenderal!"


 

"Alhamdulillah kalau kamu suka! Beri aku pelukan untuk itu!" Jenderal Sauqy meletakkan kopinya


 

Cendani mendekat dan memegang punggung Jenderal Sauqy sedang kan Jenderal Sauqy memeluk pinggulnya.


 

"Terima kasih Jenderal!"


 

"Sedikit di bibir?"


 

"Jangan, Jenderal!" Cendani tersipu malu.


 

"Aku hanya bercanda! Ayo coba pecahkan satu atau dua kasus lagi sebelum mengerjakan laporan keuangan!"


 

"Baik, Jenderal!"


 

Waktu yang berjalan, Cendani dan Jenderal Sauqy pakai untuk serius memecahkan beberapa kasus. Cendani menjadi sangat sibuk karena selain mengerjakan tugasnya di keuangan ia harus membantu menyelesaikan kasus - kasus. Tidak terasa dalam tiga hari, lebih dari lima puluh kasus Cendani selesaikan.


 

"Paket!" seru seorang kurir yang datang dengan beberapa kurir lain dengan membawa dua puluh kereta barang.


 

Seorang Jenderal menghampiri.


 

"Paket apa dan untuk siapa?"


 

"Cermin undangan pernikahan, untuk Jenderal Sauqy," jawab seorang kurir lain.


 

"Baik, masukkan ke dalam dengan hati - hati! Prajurit tolong bantu!"


 

Cendani dan Jenderal Sauqy sedang serius membaca berkas - berkas kasus. Suara pintu diketuk.


 

"Masuk!"


 

Kurir - kurir dan Prajurit - prajurit menggotong masuk beberapa kardus. Jenderal Sauqy dan Cendani berdiri menghampiri. Jenderal Sauqy membuka salah satu kardus. Ada banyak kotak kayu di dalamnya. Jenderal Sauqy mengambil salah satunya dan membukanya. Ia melihat cermin oval, diangkatnya dan dibaliknya. Ada tanggal dan tempat pesta pernikahannya dengan Cendani.


 

"Ini undangan kita!" kata Jenderal Sauqy.


 

Cendani melihat dan tersenyum senang.


 

"Ayo kita bagikan!" ajak Jenderal Sauqy.


 

Cendani mengangguk dengan tersenyum dan penuh semangat.


 

"Kita bagikan dulu ke keluargaku baru ke keluargamu!


 

"Aku tidak punya keluarga!"


 

"Cendani apa kebaikan Sultan Singa kepadamu belum bisa membuatmu menganggapnya orang tua mu?!"


 

"Iya maaf, beliau adalah orang tuaku!"


 

"Ayo ke negeri Kapur! Kamu belum pernah kan ke sana?"


 

Cendani menunduk takut.


 

"Kenapa? Kamu masih takut dengan ibundaku? Tenang saja ibundaku sungguh sudah menerima kamu! Kalau ayahandaku jangan ditanya, dia yang paling ngotot dari awal ingin memilikimu sebagai menantunya! Ayo, sebentar saja hanya mengantar undangan! Lagi pula kita tidak boleh lama - lama meninggalkan pekerjaan!"


 

Cendani tersenyum dan mengangguk.


 

"Satu kereta jangan diturunkan. Ikut aku ke negeri Kapur!" perintah Jenderal Sauqy.


 

Sampailah mereka di negeri Kapur. Jenderal Sauqy dan Cendani menemui Sultan Hanif dan Ratu Quinta. Kurir - kurir dibantu prajurit mengangkat kardus - kardus ke hadapan Sultan Hanif.


 

"Ayahanda, lihatlah, ini undangan kami sudah jadi!"


 

"Ini kotak kayu kan bukan kertas?"


 

Jenderal Sauqy mengangguk. Sultan Hanif membuka ada sebuah cermin oval.


 

"Apa Ananda ingin ayahandamu ini berkaca?" heran Sultan Hanif.


 

Jenderal Sauqy membalik cerminnya.


 

"Ini tanggal dan tempat pernikahan kalian kan?! Undangan yang menarik!"


 

Ratu Quinta juga ikut melihat.


 

"Aku sangat suka dengan undangan kalian!"


 

"Mohon bagikan ke keluarga dan semua orang!" pinta Jenderal Sauqy.


 

"Aku akan turun tangan sendiri menemui keluarga dan orang - orang!" kata Ratu Quinta penuh semangat.


 

"Kami masih harus kerja, kami akan kembali!"


 

"Hati - hati di jalan!" Sultan Hanif mengingatkan


 

"Assalamualaikum!" ucap Sultan Sauqy.


 

"Waalaikumsalam!" ucap Sultan Hanif.


 

"Waalaikumsalam!" ucap Ratu Quinta.


 

"Assalamualaikum!" ucap Cendani.


 

"Waalaikumsalam!" ucap Sultan Hanif.


 

"Waalaikumsalam!" ucap Ratu Quinta.


 

Kurir - kurir pulang ke tempat mereka. Tinggallah Cendani dan Jenderal Sauqy berkuda satu kuda. Cendani di depan dan Jenderal Sauqy di belakangnya.


 

Di jalanan sepi mereka dihadang segerombolan preman tukang palak, yang sedang mabuk.


 

"Yang Mulia, bagaimana ini?"


 

"Tetap di atas kuda! Aku akan turun menghadapi mereka!"


 

Cendani mengangguk. Jenderal Sauqy turun.


 

"Hati - hati, Jenderal!" kata Cendani.


 

Jenderal Sauqy melawan mereka, karena terlalu banyak membuatnya sedikit kewalahan. Cendani tidak bisa diam. Ia turun untuk ikut melawan. Ia menendang dan menginjak kaki mereka, menggunakan sepatu boot nya. Cendani tertangkap oleh dua orang dari mereka. Cendani dibawa pergi menggunakan kereta. Jenderal Sauqy segera melumpuhkan gerombolan yang menyerangnya dan segera mengejar kereta yang membawa Cendani. Mereka membawa Cendani ke hutan. Cendani berhasil melawan dan kabur. Jenderal Sauqy datang dan melumpuhkan mereka berdua. Jenderal Sauqy segera mengejar Cendani yang lari. Cendani sampai di sungai deras dan terjatuh, lalu terbawa arus. Jenderal Sauqy segera masuk ke sungai dan berenang cepat mengejar Cendani. Akhirnya Cendani berhasil di dapatkannya. Jenderal Sauqy menggendong Cendani, mengeluarkannya dari dalam sungai.


 

"Jenderal, bagaimana sekarang? Kita ada di hutan mana?" ucap Cendani yang gemetaran karena takut dan kedinginan.


 

"Aku juga tidak tahu, Cendani. Tapi kamu tenang ya kita hadapi bersama kesulitan ini! Ingat ada Allah SWT!"


 

Cendani mengangguk.


 

"Kita harus melangkah, jika tidak kita akan terus di sini! Apa kamu sanggup? Jika tidak, izinkan aku menggendong mu!"


 

"Hamba sanggup, Jenderal!"