Try new experience
with our app

INSTALL

E34-43 2 Yang Mulia 

4. 37. Satu Pekan

Kamar taman Cendani, di siang hari.


 

Cendani berjalan ke kamar tamannya dan langsung menuju ke kamar mandi yang terletak berjarak sepuluh meter dari bangunan kamar tidurnya. Beberapa saat kemudian ia ke luar dari kamar mandi dan masuk ke kamar tidurnya. Ia segera melaksanakan sholat duhur. Selesai itu ia bergegas pergi ke restoran yang terletak di depan di seberang istana Rubi.


 

Di restoran itu Jenderal Sauqy sudah menunggu bersama Ratu Quinta. Cendani datang dengan rasa bercampur aduk. Rasa takut muncul lebih dominan saat melihat kehadiran Ratu Quinta. Cendani menunduk sejenak untuk memberi hormat kepada Ratu Quinta kemudian kepada Jenderal Sauqy.


 

"Kemari, duduklah!" perintah Jenderal Sauqy.


 

Cendani duduk dan menunduk. Cendani tidak berani menatap sedikitpun ke arah Ratu Quinta maupun Jenderal Sauqy.


 

"Kamu mau makan apa? tanya Jenderal Sauqy. Cendani menggeleng dengan tetap menunduk. "Kau harus makan sesuatu!" kata Jenderal Sauqy lagi. Cendani menggeleng lagi. "Pokoknya kamu harus makan sesuatu! Akan aku pesankan menu seperti ku, kamu harus mau memakannya!" kata Jenderal Sauqy kemudian.


 

Jenderal Sauqy mengedarkan pandangannya mencari pelayan. Ia melambaikan tangannya ke pelayan yang di lihatnya. Pelayan segera datang menghampirinya dengan menunduk hormat.


 

"Satu lagi yang sama!" pinta Jenderal Sauqy. Pelayan menunduk hormat lalu pergi.


 

"Ibundaku sudah menerimamu. Kamu jangan takut, Cendani!" kata Jenderal Sauqy.


 

"Ananda Cendani, angkatlah wajah Ananda! Jangan takut kepadaku! Aku sudah menerimamu, Ananda!" kata Ratu Quinta. Ratu Quinta mengangkat dagu Cendani. Mata Cendani tampak berkaca-kaca. "Rupanya selera putraku adalah gadis baik yang polos, penakut, pemalu, pendiam, tapi juga penuh kejutan. Semalam putraku sampai berlutut kepadaku, menangis sejadi-jadinya untuk meminta restuku. Padahal belum pernah putraku menangis seperti itu. Kebahagiaan putraku adalah segalanya bagiku. Aku rela menerima Ananda Cendani sepenuh hatiku."


 

"Tapi dia tidak takut dan diam jika diperlukan," kata Jenderal Sauqy.


 

"Iya, itulah maksud Ibunda kejutannya!" tegas Ratu Quinta.


 

Pelayan datang membawa makanan lalu pergi lagi.


 

"Makanlah!" perintah Jenderal Sauqy sembari menyodorkan piring yang baru datang ke Cendani.


 

Cendani mau bergerak memakannya, tapi tubuhnya berasa kaku dan tangannya sangat bergetar. Jenderal Sauqy mengambil piring Cendani, menyendok makanan, dan menyuapkannya pada Cendani.


 

"Jangan menolak!" kata Jenderal Sauqy sambil menyodorkan ke bibir Cendani. Cendani memakannya. Jenderal Sauqy tersenyum.


 

Setelah dua suap Jenderal Sauqy bercerita kepada ibundanya sembari terus menyuapi Cendani.


 

"Cendani bekerja menjadi bawahan Ananda Ibunda Ratu. Dia tugasnya setiap pagi membuatkan kopi untuk para jenderal. Setelah itu menemani Ananda atau wakil Ananda untuk ke pertemuan menghadap Sultan Singa. Setelah itu mengerjakan laporan keuangan. Cendani adalah pemegang kunci brankas keuangan di kantor Ananda. Selesai pekerjaannya, aku menyuruhnya untuk berlatih memanah, karena yang namanya militer suatu saat akan bertemu bahaya. Apalagi sekarang para jenderal juga sering mengajaknya untuk menyelidiki kasus atau mencari orang.”


 

"Apakah Cendani satu-satunya gadis yang bekerja di kantor militer?" tanya Ratu Quinta.


 

"Benar Ibunda, sementara ini hanya Cendani," jawab Jenderal Sauqy.


 

"Aku sudah mendengar keberanianmu, saat menghadapi pedagang senjata api ilegal. Kau gadis penakut, tapi bisa berani menghadapi penjahat!" kata Ratu Quinta dengan antusias. "Suamiku selalu saja mengagumimu, dan terus memaksa Jenderal Sauqy untuk menjadikanmu menantunya!" imbuhnya.


 

Jenderal Sauqy menyuapi Cendani sampai habis. Kemudian membantu Cendani meminum airnya.


 

"Ibunda sudah selesai makan?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Aku sudah. Aku mau lihat kamar Cendani! Kata ayahandamu kamarnya bagus sekali," kata Ratu Quinta.


 

"Boleh Cendani?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Boleh," jawab Cendani.


 

Sultan Sauqy membayar lalu mereka masuk ke istana. Mereka menuju ke kamar taman Cendani.


 

"Taman ini seluruhnya untuk Cendani, Ibunda Ratu!" terang Jenderal Sauqy bersemangat. "Ini kamarnya, dan yang di sana kamar mandinya!" Jenderal Sauqy menunjuk dengan jarinya. "Yang Mulia Sultan Singa sangat menyayangi Cendani seperti putrinya!" katanya kemudian.


 

"Silakan masuk, Yang Mulia Ratu!" kata Cendani dengan senang hati.


 

Ratu Quinta masuk dan melihat-lihat ke dalam kamar dengan takjub. Setelah puas akhirnya Ratu Quinta pamit pulang. Jenderal Sauqy dan Cendani kembali ke kantor pertahanan keamanan.


 

Ruang Jenderal Sauqy, di kantor pertahanan keamanan.


 

Seperti biasa Jenderal Sauqy duduk membaca berkas-berkas kasus dan Cendani duduk di hadapannya mengerjakan laporan keuangan. Beberapa saat kemudian Jenderal Sauqy nampak gelisah.


 

"Jenderal kenapa?" tanya Cendani.


 

"Kau tidak akan suka, jika tahu jawabannya," jawab Jenderal Sauqy tanpa menjawab.


 

"Katakan saja tidak mengapa!" kata Cendani.


 

"Hasrat ku belum hilang," terang Jenderal Sauqy. Cendani terkejut dan gemetar.


 

"Sudah kubilang, kamu tidak akan suka jika tahu!" kata Jenderal Sauqy. Jenderal Sauqy berusaha berkonsentrasi membaca berkas kasus, tapi tidak bisa.


 

"Menurutmu bagaimana caranya hilang?" tanya Jenderal Sauqy beberapa saat kemudian.


 

"Apa mungkin dengan minum sesuatu atau mungkin dipijat, Jenderal?" tanya Cendani mencoba memberikan ide.


 

"Buatkan aku kopi lagi!" perintah Jenderal Sauqy mencoba ide Cendani


 

Cendani menunduk lalu bergegas ke dapur. Tidak lama kemudian ia kembali dengan secangkir kopi. Jenderal Sauqy langsung mengambil dari tangan Cendani. Menghirup aromanya dan meminumnya.


 

"Katamu tadi pijat? Kau mau memijat ku?" tanya Jenderal Sauqy saat merasa rasa itu belum hilang.


 

"Baiklah," jawab Cendani. Cendani bangkit dari duduknya.


 

Cendani memijat kepala Jenderal Sauqy. Jenderal Sauqy menikmati pijatan itu dan dirinya malah menjadi. Beberapa saat kemudian Jenderal Sauqy akhirnya malah meraih Cendani hingga duduk di pangkuannya.


 

"Kau gila, ini malah semakin membuatku menjadi! Bisakah kau menyerahkan dirimu saja? Atau kita menikah saja sekarang? Aku sungguh sangat menginginkanmu sekarang!" Jenderal Sauqy memeluk erat Cendani.


 

"Jangan, Jenderal! Hamba mohon lepaskan hamba, Jenderal!" pinta Cendani. Jenderal Sauqy menahan dirinya dan melepaskan pelukannya.


 

"Turunlah!" perintah Jenderal Sauqy. Cendani turun dari pangkuan Jenderal Sauqy.


 

Jenderal Sauqy kembali mengerjakan tugasnya. Cendani juga kembali mengerjakan tugasnya.


 

"Kamu sudah memikirkan apa saja yang kamu mau, untuk acara pernikahan?" tanya Jenderal Sauqy mengalihkan dengan pembicaraan.


 

"Belum, Jenderal," jawab Cendani.


 

"Aku mau secepatnya menikah! Kalau bisa hari ini atau besok!" ujar Jenderal Sauqy.


 

"Terlalu cepat, Yang Mulia! Tidak mungkin menyiapkan seperti yang hamba mau!" kata Cendani. "Ya Allah apa aku sudah tidak bisa menghindari lagi?" batin Cendani.


 

"Baik, satu pekan!" kata Jenderal Sauqy.


 

"Tergantung acara yang hamba inginkan, memerlukan waktu berapa lama persiapannya," kata Cendani saat terkejut dengan waktu secepat itu.


 

"Oh, Cendani! Apa kau ingin mempersulit aku lagi atau kau ingin menyiksaku? Apa kau mau balas dendam kepadaku, karena aku pernah menyiksamu dan membentakmu saat interogasi?!" geram Jenderal Sauqy. Cendani menggeleng.


 

Beberapa saat kemudian.


 

"Sebentar lagi ashar, aku akan ke masjid! Setelah ashar, kamu harus sudah memberi tahuku, seperti apa pesta pernikahan yang kamu mau! Jika tidak, aku akan gunakan kekuasaanku untuk memilikimu! Bahkan aku bisa saja melampiaskan hasratku ini!" ancam Jenderal Sauqy. Cendani merasa takut.


 

"Baik, Jenderal!" Cendani berdiri dan menunduk sejenak. Jenderal Sauqy pergi. Cendani juga menyusul pergi.


 

Selesai ashar mereka tidak sengaja bertemu di depan masjid. Cendani menunduk sejenak lalu bergegas pergi duluan ke kantor. Jenderal Sauqy juga pergi ke kantor.


 

Mereka sudah duduk berhadap-hadapan lagi di dalam ruang Jenderal Sauqy.


 

"Katakan!" perintah Jenderal Sauqy sambil membaca berkas kasus. Cendani hanya diam meneruskan pekerjaannya.


 

Beberapa menit kemudian.


 

"Jika diam aku akan mengunci pintu ruanganku dan kamu tahu apa yang akan terjadi!" kata Jenderal Sauqy. Cendani takut, tapi dia juga bingung mau menjawab apa.


 

Beberapa saat kemudian.


 

Jenderal Sauqy beranjak dari duduknya, menuju ke pintu lalu mengunci pintu. Jenderal Sauqy menghampiri Cendani lalu memeluknya.


 

"Jangan salahkan aku jika lepas kendali!" kata Jenderal Sauqy.


 

"Ampun Jenderal, hamba tidak tahu harus menjawab apa!" alasan Cendani dengan ketakutan. Jenderal Sauqy melepaskan pelukannya dan tidak mau membuat Cendani ketakutan.


 

"Baik, begini saja, jawab pertanyaanku saja!" kata Jenderal Sauqy. "Tempat pestanya mau di mana?" tanya Jenderal Sauqy kemudian. Cendani memperhatikan Jenderal Sauqy lalu mencoba berpikir.


 

"Hutan!" jawab Cendani.


 

"Mau dihias seperti apa hutannya?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Tidak perlu biar natural begitu saja, tapi yang dekat sungai atau air terjun!" jawab Cendani


 

"Undangannya mau seperti apa?" tanya Jenderal Sauqy. Cendani berpikir lagi.


 

"Cermin oval dengan bingkai kayu. Di belakang kayunya ditulis singkat." Cendani berkata sembari membayangkan.


 

"Souvenirnya?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Wood oven stove mini!" jawab Cendani mengingat benda yang paling menarik menurutnya.


 

"Itu berat, bagaimana orang akan membawanya dengan tangan mereka sendiri?!" gemas Jenderal Sauqy.


 

"Ditambah troli!" ide Cendani yang tiba-tiba muncul. Jenderal Sauqy mengangguk setuju.


 

"Makanannya?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Terserah!" jawab Cendani karena tidak tahu menu-menu lezat karena memang hidupnya di hutan.


 

"Bajunya?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Terserah saja, yang lain-lainnya juga terserah, hamba tidak punya ide lagi," kata Cendani.


 

"Waktunya juga terserah?" tanya Jenderal Sauqy. Cendani berpikir lagi kali ini. "Jangan bilang aku harus menyelesaikan dalam semalam dan jangan juga bilang berbulan-bulan!" kata Jenderal Sauqy ketakutan Cendani akan mencari cara menolaknya lagi.


 

Cendani menghempas napas pasrah kalau pernikahan itu harus terjadi. "Iya terserah!" Cendani mengangguk. Jenderal Sauqy lega mendengar itu dan ia pun tersenyum bahagia.


 

Jenderal Sauqy langsung mengumpulkan beberapa jenderal ke dalam ruangannya.


 

"Para Jenderal, aku minta bantuan!" kata Jenderal Sauqy.


 

"Apa yang bisa kami bantu?" tanya salah seorang jenderal yang hadir.


 

"Besok pagi-pagi kalian menyebar, cari hutan yang bagus, yang tidak jauh dari istana Rubi! Pastikan dekat dengan sungai atau air terjun! Aku mau sebelum ashar sudah menemukannya!" perintah Jenderal Sauqy.


 

"Baik, Jenderal!" jawab serempak para jenderal.


 

"Kalian boleh melanjutkan kerja!" kata Jenderal Sauqy. Para jenderal menunduk sejenak lalu pergi.


 

Waktu berjalan dan tidak sesuai rencana, hutan itu telah ditemukan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan oleh Jenderal Sauqy. Setelah duhur dan makan siang Jenderal Sauqy mengajak Cendani untuk melihat hutan itu.


 

Hutan


 

Jenderal Sauqy dan Cendani berkuda satu kuda. Cendani duduk di depan sedangkan Jenderal Sauqy di belakang.


 

"Bagaimana menurutmu, apa kamu suka hutannya, Cendani?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Bagus, Jenderal!" Cendani senang karena hutannya memang bagus.


 

"Syukurlah, Alhamdulillah, aku bisa melihat senyumanmu, Cendani!" ucap Jenderal Sauqy saat melihat senyuman Cendani lebih lebar dari biasanya. "Cendani lihat di sana!" Jenderal Sauqy menunjuk dengan jarinya. Cendani menoleh ke arah yang ditunjukkan.


 

"Sungai dengan air terjun? Wah bagus sekali, Jenderal!" seru Cendani.


 

"Airnya jernih, kamu mau berenang?" tawar Jenderal Sauqy.


 

"Hamba tidak bisa, Jenderal," jawab Cendani malu.


 

"Gadis hutan, tapi tidak bisa berenang?" heran Jenderal Sauqy. Cendani tersenyum malu sembari menggeleng.


 

"Aku sudah memesan semua hal, dan semuanya akan selesai sebelum satu pekan! Jadi kita akan menikah satu pekan lagi!" terang Jenderal Sauqy sangat-sangat bersemangat. Deg, jantung Cendani berdebar lebih kencang dan ia menjadi diam. "Kenapa diam, kamu tidak suka?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Suka." Cendani menjawab dengan ragu.


 

"Kau ragu, kau takut?" tanya Jenderal Sauqy dengan rasa takut Cendani menerimanya karena terpaksa. Cendani hanya diam.


 

"Aku sudah berupaya memenuhi keinginanmu, aku tidak akan membiarkan kamu lari dariku! Jangan coba untuk kabur dariku!" kata Jenderal Sauqy kemudian.


 

"Hamba tidak akan lari, Jenderal!" ujar Cendani bersungguh-sungguh.


 

"Apa kamu bahagia bersamaku?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Bahagia, Jenderal!" jawab Cendani dengan yakin.


 

"Apa kau menyukaiku?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Hamba menyukai Anda, Jenderal," jawab Cendani malu-malu.


 

"Tapi kenapa kamu begitu takut?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Hamba takut. Hamba ini bukan siapa-siapa dan tidak punya siapa-siapa," terang Cendani.


 

"Jangan takut, jika ada masalah kita hadapi bersama! Kamu memilikiku dan juga memiliki Yang Mulia Sultan Singa, Ayahandamu!" tegas Jenderal Sauqy. "Apa kamu tahu, kalau Yang Mulia Singa adalah sahabat ayahandamu dan dia sudah menjadikanmu putrinya saat kamu baru lahir?" tanya Jenderal Sauqy kemudian. Cendani menggeleng.


 

"Hamba hanya tahu Yang Mulia Singa pernah menolong kedua orang tua hamba," kata Cendani.


 

"Yang Mulia Singa dan ayahandamu sahabat dekat, yang lama tidak berjumpa, karena kesibukan Yang Mulia Singa sebagai sultan. Pada akhirnya, tidak akan pernah bertemu, karena ayahandamu telah tiada. Saat kamu baru lahir Yang Mulia Singa dan Ibunda Yang Mulia, Yang Mulia Ratu Ana hampir saja merebutmu dari kedua orang tuamu. Akan tetapi mengingat persahabatan mereka dan Yang Mulia masih punya hati, niat itu ia urungkan," cerita Jenderal Sauqy. Cendani baru mendengar kisah itu. "Satu lagi, kamu jangan pernah lupa, masih ada Allah SWT. Apa lagi kamu selalu berbuat baik kepada orang lain. Insya Allah akan selalu ada pertolongan untukmu, Cendani," imbuhnya.


 

Mereka melanjutkan melihat-lihat sekitar hutan dengan tetap berdua di atas kuda. Jenderal Sauqy merasa hasratnya muncul lagi.


 

"Jenderal kenapa?" tanya Cendani melihat gelagat aneh Jenderal Sauqy. Jenderal Sauqy tidak menjawabnya. Ia memeluk Cendani sembari berusaha mengendalikan dirinya.


 

"Apa kamu suka tempatnya?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Hamba suka, Jenderal!" jawab Cendani antusias.


 

"Kalau begitu cukupkan lihat-lihatnya?" tanya Jenderal Sauqy.


 

"Cukup, Jenderal," jawab Cendani.


 

"Tidak baik berlama-lama berdua sekarang ini. Kita kembali sekarang ke kantor!" ajak Jenderal Sauqy.


 

"Baik, Jenderal," jawab Cendani.


 

Jenderal Sauqy mengendalikan diri dengan susah payah. Ia segera memacu kudanya untuk kembali ke istana Rubi.