Contents
E34-43 2 Yang Mulia
3. 36. Syarat yang Mustahil
"Bagaimana bisa Yang Mulia Sultan Sauqy dan Yang Mulia Sultan Singa memutuskan tanpa persetujuan hamba?" protes Cendani.
"Kamu pernah bilang, kalau kamu gadis budak Yang Mulia Sultan Singa, tentu saja hakmu menjadi hak Yang Mulia Sultan Singa!" kata Sultan Sauqy.
"Ini pemaksaan!" protes Cendani lagi.
"Kalau kamu bukan gadis budak, tentunya kamu bisa memilih, tapi kenyataannya kamu gadis budak, jadi kamu harus menurut!" kata Sultan Sauqy.
"Tapi hamba masih manusia Yang Mulia Sauqy, hamba masih punya perasaan!" kata Cendani.
"Aku juga tidak mau memaksamu, tapi jika tidak menggunakan alasan kamu adalah budak, dan kamu harus patuh, apa lagi yang harus aku lakukan, agar kamu mau menikah denganku?" tanya Sultan Sauqy.
Sepasang kelinci berlompatan dengan lincah.
"Terserahlah kalau begitu!" Cendani tidak mau pusing dan memilih mengejar sepasang kelinci pemberian Sultan Hanif.
Jenderal Sauqy ikut mengejar kelinci. Cendani hendak jatuh, tapi Jenderal Sauqy segera menangkapnya. Jenderal Sauqy tidak melepaskan pelukannya sampai beberapa saat.
"Aku menemuimu hanya untuk memberi tahumu perihal lamaran ini. Aku akan ke kantor, masih banyak kasus, termasuk kasus Ratu Farah!" pamit Jenderal Sauqy. Jenderal Sauqy melepaskan pelukannya. Cendani menunduk sejenak.
"Assalamualaikum!" Jenderal Sauqy pergi.
"Waalaikumsalam!" Cendani kembali mengejar kelinci.
Sambil mengejar dan bermain bersama kelinci Cendani memikirkan lamaran Jenderal Sauqy.
"Ratu Quinta pasti sangat tidak senang dengan lamaran ini. Jika diteruskan Jenderal Sauqy bisa menjadi penentang ibundanya. Durhaka dan sama dengan kiamat sudah. Atau saat telah mendapatkan aku, jenderal itu akan membuangku atas permintaan ibundanya. Bagaimana ini? Aku tidak mau berada dalam situasi itu," batin Cendani khawatir sambil bermain kelinci.
Waktu berjalan hingga datang malam dan saatnya Jenderal Sauqy pulang kerja. Jenderal Sauqy menemui Cendani di kamar taman. Cendani duduk di atas tempat tidur sambil memeluk bonekanya.
"Cendani!" seru Sultan Sauqy. Cendani berdiri dan menunduk sejenak. "Apa kamu sudah menerima lamaranku?" tanya Sultan Sauqy kemudian.
"Hamba tidak bisa memilihkan?" tanya Cendani
"Iya memang, tapi bagaimana hatimu, apa kamu ihklas menjadi milikku?" tanya Jenderal Sauqy.
"Yang Mulia Sauqy akan menjadi anak durhaka pada orang tua, jika menikah dengan hamba!" tegas Cendani.
"Kenapa bisa begitu? Ayahanda malah yang memintaku untuk melamarmu secepat ini!" terang Sultan Sauqy.
"Yang Mulia Ratu Quinta sudah memperingatkan hamba, untuk menjauhi Yang Mulia Sultan Sauqy," terang Cendani. Sultan Sauqy terkejut.
"Kapan?" tanya Sultan Sauqy.
"Sudah lama. Hamba tidak mau dalam posisi Yang Mulia Sultan Sauqy memilih antara hamba atau Yang Mulia Ratu Quinta. Jadi hamba mohon tarik kembali lamarannya! Yang Mulia Sauqy tahukan, bagaimana Yang Mulia Ratu Lia kepada hamba? Hamba sungguh tidak mau lagi mengalaminya! Hamba mohon, Yang Mulia! Hamba mohon!" pinta Cendani dengan tegas.
"Aku akan berbicara dengan ibundaku!" ujar Sultan Sauqy.
"Tidak, jangan! Hamba mohon jangan bertengkar dengan Yang Mulia Ratu Quinta! Beliau Ibunda Yang Mulia dan surga Yang Mulia!" larang Cendani.
"Aku tidak akan bertengkar, hanya bicara!" tegas Sultan Sauqy.
"Tidak, pasti akan menjurus ke pertengkaran!" kata Cendani.
"Baik, begini, aku tanya dahulu padamu. Jika Ibundaku bisa menerimamu seperti putrinya sendiri, apa kamu bersedia menerima lamarannya?" tanya Sultan Sauqy. Cendani berpikir.
"Apa menurut Yang Mulia Sauqy langit bisa digapai? Mungkin ibunda Yang Mulia bisa berkata iya, tapi hatinya tidak akan, Yang Mulia Sauqy. Jadi hamba mohon, jangan tempatkan hamba, pada situasi seperti itu!" tegas Cendani.
"Insya Allah, ibunda Ratu Quinta akan bisa menerima kamu sepenuh hatinya!" ujar Sultan Sauqy dengan sangat yakin.
"Itu mustahil!" kata Cendani.
"Baik, begini saja, jika itu tidak mustahil, jika ibundaku menerima kamu sepenuh hati, apa syaratmu, agar kamu ihklas menjadi milikku?" tanya Sultan Sauqy.
"Baik, jka menurut Yang Mulia itu tidak mustahil, maka hamba punya syarat! Berikan negeri Yang Mulia Sauqy untuk hamba! Berikan negeri Kapur untuk hamba!" kata Cendani. Sultan Sauqy terkejut dengan syarat itu.
"Maksudmu, kamu mau memiliki negeri Kapur dan menjadi sultan?" tanya Sultan Sauqy memastikan.
"Iya, itu syaratnya, tapi harus dalam jangka waktu dari sekarang, sampai saat waktunya masuk kerja. Semua legalitas, baik dari negeri Kapur maupun dari negeri Rubi yang menguasainya. Saat masuk kerja, hamba tinggal tanda tangan dan memiliki semua itu! Memiliki negeri Kapur dan menjadi sultan!" tegas Cendani.
"Baik, jika begitu aku akan pergi sekarang! Assalamualaikum!" kata Sultan Sauqy.
"Waalaikumsalam!" Cendani menunduk sejenak. Jenderal Sauqy bergegas pergi.
"Pertama aku harus membuat ibunda menerima Cendani sepenuh hatinya, kedua baru memberikan negeri Kapur kepada Cendani," benak Sultan Sauqy sambil berjalan ke luar taman.
Sultan Sauqy bertemu dengan Sultan Singa yang menunggu di luar taman. Sultan Sauqy menunduk sejenak.
"Bagaimana Yang Mulia Sauqy, apa Ananda Cendani menerima lamarannya?" tanya Sultan Singa.
"Ibunda hamba ternyata masalahnya! Ibunda telah memperingatkan Cendani untuk menjauhi hamba! Hamba akan memohon kepada Allah, agar membuat ibunda hamba menerimanya sepenuh hati. Selain itu, Cendani juga mempunyai syarat. Menyerahkan negeri Kapur kepadanya. Dalam waktu dari sekarang sampai pagi waktu kerja. Pagi, ia harus sudah memiliki negeri Kapur dan menjadi sultan," terang Sultan Sauqy. Sultan Singa sangat terkejut.
"Itu mustahil!" kata Sultan Singa. Jenderal Sauqy menunduk sejenak lalu bergegas pergi.
Kamar taman Cendani.
"Maaf, Yang Mulia Sauqy, hamba ini tidak selevel dengan Yang Mulia, jadi lebih baik, Yang Mulia Sauqy bersama dengan bangsawan, yang selevel dengan Yang Mulia. Hamba menyayangi Yang Mulia, maka dari itu, ini yang terbaik," batin Cendani lalu menutup wajahnya dan menangis.
Malam, istana negeri Kapur.
Sultan Sauqy telah sampai di depan istananya.
"Ya Allah, hamba mohon lembutkan hati ibunda hamba. Hamba mohon buatlah ibunda hamba mau menerima Cendani sepenuh hatinya." Sultan Sauqy mengangkat tangannya berdoa, sebelum masuk ke dalam istananya. "Bismillahirrahmanirrahim!" Sultan Sauqy masuk ke dalam istananya.
Sultan Sauqy langsung menemui kedua orang tuanya.
"Assalamualaikum!" seru Sultan Sauqy.
"Waalaikumsalam, Ananda!" jawab Sultan Hanif
"Waalaikumsalam!" jawab Ratu Quinta.
"Bagaimana Ananda, apa Ananda berhasil meyakinkan Ananda Cendani?" tanya Sultan Hanif penasaran.
Sultan Sauqy lalu bersimpuh pada ibundanya sambil mencium kakinya.
"Kenapa begini, Ananda?" tanya Ratu Quinta.
"Selama Ibunda tidak menerimanya, tidak menyayanginya sepenuh hati Ibunda, bagai putri kandung Ibunda, maka Cendani tidak bisa menerima Ananda, Ibunda. Cendani mengatakan, kalau Ananda menikahinya, Ananda akan durhaka sama Ibunda. Cendani juga cerita, Ibunda pernah memperingatkannya, untuk menjauhi Ananda. Cendani sudah sangat trauma dengan Ratu Lia dan ia tidak mau lagi mengalaminya. Gadis itu menolak Ananda karena hal itu. Bahkan meminta, memohon-mohon kepada Ananda, agar menarik lamarannya." Sultan Sauqy sampai menangis parah mengatakan hal itu dan belum pernah menangis sampai seperti itu.
"Benar Ratuku, apa kau pernah memperingatkan Cendani untuk menjauhi putramu?!" tanya Sultan Hanif dengan nada emosi
"Iya, Yang Mulia. Bagaimana bisa hamba membiarkan putra hamba satu-satunya, menikahi gadis hutan lagi seorang budak yang tidak selevel dengan kita!" kata Ratu Quinta.
"Jika begitu aku akan memohon kepada Maha Kuasa agar mengambil dunia kita, kerajaan, tahta, harta, dan semuanya yang dititipkan kepada kita!" kata Sultan Hanif. "Ingat Ratu, ini semua, yang kita miliki, hanya titipan Allah SWT. Kita bisa di atas, atas Kehendak Nya. Jika Yang Maha Kuasa mau, bisa saja, Cendani berada di atas kita, dan kita berada di bawahnya. Bagaimana jika itu terjadi, kau berada di bawah, kau mau Ratu, menjadi hinaan orang, dengan kata tidak selevel? Beruntung, putramu bisa mengenal gadis baik, yang jarang ada. Bagaimana jika putramu menikah dengan putri bangsawan, yang hanya ingin kedudukan, dan semua kemewahan ini, apa putramu bisa bahagia dengan keburukan?" Sultan Hanif menambahkan panjang lebar. Ratu Quinta berpikir dan sedih melihat putranya menangis sesedih itu.
"Baiklah, hamba akan menerimanya, Yang Mulia! Ibunda bersedia menerimanya Ananda!" ujar Ratu Quinta.
"Ibunda Ratu bisa berkata iya, tapi bagaimana dengan hati Ibunda Ratu? Hati Ibunda tidak mungkin berkata iya. Ananda tidak ingin menjadi anak durhaka dan Ananda tidak ingin Cendani mengalami hal yang sama, seperti saat bersama Ratu Lia," kata Sultan Sauqy.
"Sungguh Putraku, aku menerimanya sepenuh hati. Cendani bersamaku, tidak akan mengalami seperti saat bersama Ratu Lia. Aku bahkan akan melindunginya. Ibunda janji!" ujar Ratu Quinta bersungguh-sungguh.
"Terima kasih, Ibunda Ratu!" Akan tetapi Sultan Sauqy semakin menangis.
"Kenapa Ananda malah semakin menangis? Sudah-sudah berdirilah!" kata Ratu Quinta. Sultan Sauqy masih tetap berlutut.
"Tapi ada satu lagi dan hal ini mustahil Ayahanda, Ibunda," kata Sultan Sauqy.
"Hal apa itu?" tanya Sultan Hanif.
"Cendani memberikan syarat menyerahkan negeri Kapur kepadanya!" kata Sultan Sauqy. Ratu Quinta dan Sultan Hanif terkejut, tetapi kemudian Sultan Hanif tersenyum.
"Dia mau menjadi sultan?!" tanya Ratu Quinta dengan terkejut.
"Benar Ibunda," jawab Sultan Sauqy.
"Kenapa tidak mungkin? kata Sultan Hanif. "Kalian lupa? Baru saja tadi aku berdoa, agar semua yang dititipkan pada kita, diambil oleh Yang Maha Kuasa. Berikan negeri Kapur pada Cendani, biar Ratu Quinta dan kita semua, bisa merasakan dibawah seperti Cendani, sedang Cendani berada di atas kita!" tegas Sultan Hanif. Ratu Quinta dan Sultan Sauqy terkejut mendengar perkataan Sultan Hanif yang semuda itu memutuskan masalah kekuasaan.
"Semudah itu, Ayahanda?" tanya Sultan Sauqy.
"Jika Ananda tidak keduaniawian, dunia tidak ada artinya, Ananda!" tegas Sultan Hanif.
"Baik-baik, aku ikut suamiku, aku setuju, berikan saja, kebahagian putraku di atas segalanya!" kata Ratu Quinta yang memilih kebahagiaan putranya adalah segalanya baginya.
"Satu lagi, Cendani menginginkan besok pagi, tepat jam kerja, sudah sah mendapatkan negeri Kapur dan menjadi sultan," terang Sultan Sauqy.
"Itu hanya soal mengetik dan tanda tangan. Bangunkan semua menteri, suruh mereka begadang dan mengetik!" perintah Sultan Hanif.
"Terima kasih, Yang Mulia!" Sultan Sauqy segera pergi membangunkan para menteri.
Para menteri bangun dan sibuk mengetik surat-surat sampai dini hari. Lalu Sultan Hanif, Sultan Sauqy, dan para menteri menandatanganinya.
"Sekarang Ananda, mau tidak mau harus membangunkan Yang Mulia Sultan Singa dan membujuknya tanda tangan," kata Sultan Hanif.
"Yang Mulia Sultan Singa sudah tahu syarat itu dan hamba yakin tidak akan keberatan!" kata Sultan Sauqy dengan yakin.
"Berangkatlah!" kata Sultan Hanif.
"Assalamualaikum!" ucap Sultan Sauqy.
"Waalaikumsalam!" ucap Sultan Hanif. Sultan Sauqy pergi "Hm ... tapi aku rasa gadis itu tidak berniat menjadi sultan, dia hanya ingin membatalkan lamaran," pikir benak Sultan Hanif kemudian dengan tersenyum.
Sultan Sauqy pergi ke istana Rubi dini hari. Sampai di istana Rubi, Sultan Sauqy berlari ke kamar Sultan Singa. Sultan Sauqy mengetuk pintunya dengan terburu-buru. Prajurit penjaga pintu kamar Sultan Singa hanya memandang heran dan tidak berani melarang karena kedudukannya adalah pimpinan mereka, sahabat sultan, dan juga seorang sultan. Sultan Sauqy tidak sabar, ia membuka langsung pintu kamar Sultan Singa, dan masuk tanpa permisi.
Sultan Singa terbangun dan melihat Sultan Sauqy berada di dalam kamarnya.
"Yang Mulia Sauqy!" Sultan Singa terkejut dan langsung bangkit.
"Maaf, Yang Mulia, hamba lancang, tapi waktunya sangat sedikit. Mohon tanda tangani surat pengalihan kekuasan negeri Kapur kepada Cendani!" kata Sultan Sauqy. Sultan Singa sangat terkejut, tidak percaya semudah itu Sultan Sauqy memberikan negerinya kepada Cendani.
"Aku harus mempertimbangkan dahulu, Yang Mulia Sultan Sauqy!" kata Sultan Singa yang masih terkejut dengan hal itu.
"Tapi waktunya hanya sedikit, Yang Mulia!" kata Sultan Sauqy.
"Masih ada beberapa jam lagi, Yang Mulia Sultan Sauqy! Bahkan, Yang Mulia bisa menemuiku saat selesai subuh!" kata Sultan Singa. Sultan Sauqy bersimpuh di kaki Sultan Singa.
"Hamba mohon tanda tangani, Yang Mulia!" mohon Sultan Sauqy.
"Ia, beri sedikit saja waktu, tidak sampai subuh, Insya Allah, akan aku tanda tangani! Kau lihat! Aku sendiri masih belum bisa berpikir jernih! Aku masih baru bangun tidur, dengan cara mendadak, mengejutkan seperti ini!" protes Sultan Singa.
"Yang Mulia!" rengek Sultan Sauqy.
"Sebentar, aku ambil wudhu dahulu!" Sultan Singa ke kamar mandi lalu beberapa saat ke luar lagi.
Sultan Singa memandang Sultan Sauqy.
"Cendani gadis baik, aku rasa dia bisa memimpin dengan baik. Lagi pula negeri Kapur ada dalam kekuasan negeri Rubi, ada aku di belakang Cendani. Aku bisa menuntunnya untuk menjadi pemimpin yang baik," pikir benak Sultan Singa. "Yang Mulia Sauqy, bagaimana semudah ini? Bagaimana dengan Yang Mulia Sultan Hanif dan ibundamu?" tanya Sultan Singa kemudian.
"Ayahanda malah yang mengatakan ini bukan hal yang mustahil. Ibunda setuju, kata beliau kebahagiaanku di atas segalanya. Ibunda juga sudah menerima Cendani dengan sepenuh hatinya," terang Sultan Sauqy.
Sultan Singa mengambil pena dan stempel, lalu menanda tangani. Sultan Sauqy tersenyum. Sultan Singa juga tersenyum.
"Terima kasih, Yang Mulia!" ucap Sultan Sauqy. Sultan Singa mengangguk sambil tersenyum.
"Hamba akan mengumandangkan adzan dahulu, hamba titip suratnya!" Sultan Sauqy menunduk sejenak lalu pergi.
"Jika Allah SWT sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin, Ananda Cendani! Aku tahu, ini hanya akal-akalanmu saja untuk menghindar, tapi dengan pengorbanan sebesar ini, Ananda tidak bisa menghindar lagi," benak Sultan Singa sembari tersenyum.
Sultan Sauqy mengumandangkan adzan subuh. Cendani terbangun dan mengenali suara adzan itu.
"Suara Yang Mulia Sultan Sauqy?" batin Cendani. "Apa dia menginap?"
Waktu berjalan, saatnya waktu bekerja tiba. Cendani berangkat ke kantor pertahanan keamanan. Para Jenderal sangat senang melihat Cendani telah kembali bekerja dengan wajah tampak ceria.
"Cendani buatkan kopi ya!" kata seorang jenderal.
"Iya!" mendengar itu Cendani tidak masuk ke ruangan Jenderal Sauqy, tapi langsung ke dapur kantor pertahanan keamanan.
Cendani mencuci tangan, membuat kopi, mengantar ke para jenderal senior, dan terakhir ke ruang Jenderal Sauqy.
Cendani menunduk sejenak.
"Taruh saja!" kata Jenderal Sauqy. Cendani menaruh kopi. "Sekarang duduk!" perintah Jenderal Sauqy. Cendani duduk.
"Tanda tangani!" perintah Jenderal Sauqy.
"Surat apa ini, Jenderal?" tanya Cendani.
"Kau lupa, kau ingin memiliki negeri Kapur dan menjadi sultan? Cepat tanda tangani! Aku, Sultan Hanif, para Menteri, dan Yang Mulia Sultan Singa sudah tanda tangan, tinggal tanda tangan kamu!" terang Jenderal Sauqy. Cendani memeriksa surat-surat itu. Ia pun terkejut tidak percaya.
"Mana mungkin? Ini mustahil!" kata Cendani.
"Cepat tanda tangani!" perintah ulang Sultan Sauqy.
Cendani bergegas ke luar dari ruangan itu, kabur, dan menghilang. Jenderal Sauqy bergegas mengejar, mencari-cari, sambil membawa suratnya.
"Para Jenderal, cepat berkumpul!" teriak Jenderal Sauqy membuat para jenderal berkumpul. "Sebar prajurit, cari Cendani sampai dapat!" perintah Jenderal Sauqy dengan kesal.
"Baik, Jenderal!" jawab serempak para jenderal lalu semua bergegas mencari.
"Ada apa?" tanya Jenderal Kafi.
"Dia ingkar!" terang Jenderal Sauqy dengan sangat kesal. Ia lalu melihat jam rantainya. "Biar aku yang ke pertemuan pagi menemui Sultan Singa, sekalian akan aku adukan dia!" ujar Jenderal Sauqy.
Jenderal Kafi memberikan berkas-berkas dengan heran. Jenderal Sauqy bergegas ke pertemuan.
"Aku akan sembunyi di mana?" batin Cendani bingung. Ia melihat arah ke kamar Sultan Singa. "Kamar Sultan Singa? Iya, inikan jam pertemuan, berarti kamarnya kosong," pikir Cendani dalam benaknya. Ia bergegas pergi ke kamar Sultan Singa.
Cendani tersenyum kepada penjaga kamar Sultan Singa lalu masuk.
"Aku diminta menunggu di kamar." Cendani beralasan lalu masuk. "Alhamdulillah aman!" seru batin Cendani lega karena para penjaga itu tidak menghalanginya sama sekali, karena memang diperingatkan Sultan Singa jika Cendani sangat berharga bagi Sultan Singa.
Pertemuan pagi selesai.
"Yang Mulia, hamba ingin mengadukan Cendani! Dia ingkar, tidak mau tanda tangan, dan kabur!" lapor Jenderal Sauqy dengan penuh kekesalan.
"Sebar pasukan dan cari!" perintah Sultan Singa.
"Hamba sudah memerintahkan para Jenderal!" terang Jenderal Sauqy.
"Tenanglah, aku akan adil, Ananda Cendani harus menepati janjinya! Baik, sampai di sini pertemuan kita!" Sultan Singa ke luar dari ruang kerjanya.
Sultan Singa masuk ke dalam kamarnya. Sultan Singa bisa merasakan ada orang lain selain dirinya, tapi ia tidak melihat siapa pun. Sultan Singa keluar dan bertanya berbisik pada prajurit penjaga kamarnya.
"Siapa yang datang ke kamarku?" bisiknya.
"Tuan Putri," bisik prajurit.
"Cepat panggil Jenderal Sauqy dan suruh tunggu di ruang kerjaku!" bisiknya tegas. Prajurit menunduk sejenak lalu bergegas menemui Jenderal Sauqy.
Sultan Singa kembali masuk ke dalam kamarnya. Membuka lemari baju, tapi hanya ada pakaian. Sultan berpikir sejenak. Sultan menghampiri tempat tidur lalu membuka sprei yang melantai, dan benar di dalam kolong tempat tidur ada Cendani. Cendani terkejut.
"Keluar!" bentak Sultan Singa. Cendani segera keluar dengan sangat takut hingga terbentur
"Aduh ....!" pekiknya kesakitan. Cendani segera berdiri menghampiri dan menunduk sejenak.
"Janji harus ditepati Ananda!" Sultan Singa mengusap kepala Cendani yang terbentur lalu menggendong Cendani seperti menculik.
"Yang Mulia, turunkan hamba! Turunkan hamba!" pekik Cendani, tetapi Sultan Singa tidak peduli.
Sultan Singa membawa Cendani ke ruang kerjanya. Di ruang kerjanya sudah menunggu Sultan Sauqy dengan membawa surat. Sultan Sauqy duduk di kursi jati panjang. Sultan Singa menurunkan Cendani di kursi jati panjang, sehingga duduk bersebelahan dengan Sultan Sauqy. Sultan Sauqy bangkit menunduk sejenak. Sultan Singa pergi dari ruang kerjanya, meninggalkan mereka berdua.
"Tanda tangan!" perintah Sultan Sauqy. Cendani menggeleng. "Aku sudah susah payah mewujudkan hal mustahil ini! Ayahandaku, ibundaku sudah setuju, dan menerima kamu sepenuh hati! Para menteri begadang menyelesaikannya! Dini hari tadi, aku gedor pintu kamar Yang Mulia Singa, dan aku masuk tanpa permisi!" terang Sultan Sauqy dengan emosi. "Jadi tolong hargai! Tanda tangan!" perintah Sultan Sauqy ulang. Cendani menggeleng lagi.
"Dengan aku telah memenuhi syarat ini, itu artinya kamu milikku!" Sultan Sauqy berjalan ke pintu dan mengunci pintunya. Sultan Sauqy membuka bajunya. "Sabarku sudah habis!"
"Kenapa Yang Mulia mengunci pintu dan...?"
Cendani lari. Sultan Sauqy mengejar. Akhirnya tepat di tengah ruangan Cendani tertangkap. Sultan Sauqy menjatuhkan tubuh Cendani ke ke permadani tanpa membuat tubuh Cendani terbanting. Sultan Sauqy langsung memeluk, menindihnya, dan mengecup setiap bagian wajah Cendani.
"Ampun, Yang Mulia! Ampun! Hamba mohon lepaskan hamba! Takutlah sama Allah!" Cendani menangis.
"Aku sudah menepati syaratnya, kamu sah menjadi milikku, dan Allah akan mengampuniku!" Sultan Sauqy berusaha membuka kain bawah gaun Cendani, tapi karena bertumpuk tidak terbuka-buka. "Walau kain mu bertumpuk, aku tidak akan menyerah membukanya!"
"Jangan, Yang Mulia! Hamba mohon jangan! Baik-baik hamba akan tanda tangani!" mohon Cendani.
"Terlambat, hasratku sudah tidak tertahan!" Sultan Sauqy terus berusaha membuka kain bawah Cendani sambil berkali-kali mengecup seluruh wajah Cendani.
Terdengar suara adzan duhur. Sultan Sauqy berhenti berusaha membuka kain bawah gaun Cendani. Lalu berusaha keras mengontrol hasratnya dan akhirnya ia berbaring di sebelah Cendani.
"Astagfirullahaladzim!" Sultan Sauqy mengatur nafasnya. "Tanda tangan!" perintahnya kemudian
"Baik, tapi setelah menikah!" ujar Cendani.
"Apa maksudmu?! Kau mau memancing ku lagi?! geram Sultan Sauqy.
"Masih ada syarat lagi!" kata Cendani.
"Syarat apa lagi?!" tanya Sultan Sauqy geram merasa Cendani sedang mencari-cari alasan untuk menghindarinya lagi.
"Pernikahannya harus sesuai yang hamba mau, undangannya, suvenirnya, tempatnya, dan segalanya!" ujar Cendani
"Baik, katakan saja seperti apa yang kamu mau!" ujar Sultan Sauqy.
"Hamba belum berpikir, nanti jika sudah terpikir akan hamba beri tahu!" kata Cendani.
"Setelah duhur, makan sianglah denganku, di restoran yang biasa!" kata Sultan Sauqy.
"Baik, Yang Mulia!" jawab Cendani.
"Setelah itu masuk kerja!" perintah Sultan Sauqy.
"Baik, Yang Mulia!" jawab Cendani.
Sultan Sauqy bangkit lalu mengulurkan tangannya ke Cendani.
"Bangunlah!" perintah Sultan Sauqy.
Cendani merasa lemas dan tidak bisa bangun. Sultan Sauqy membantu Cendani bangun dan menggendongnya ke kursi jati. Sultan Sauqy mengenakan kembali bajunya, mengambil surat, membuka kunci, dan pergi