Contents
E34-43 2 Yang Mulia
1. 34. Maaf dan Terima Kasih
Di ruang sidang, Cendani menangis di dalam pelukan Sultan Singa. Sultan Singa memeluknya erat dan tidak berhenti mengatakan maaf.
"Maafkan aku, maafkan aku, maaf!" ucap Sultan Singa.
Seorang jenderal datang membawa sebuah jubah.
"Yang Mulia, kami menemukannya!" seru jenderal itu.
"Di mana Jenderal menemukannya?" tanya Sultan Singa sambil tetap memeluk erat Cendani.
"Di kamar Ratu Farah, Yang Mulia!" jawab jenderal itu.
Tatapan Sultan Singa dan semua yang hadir di persidangan tertuju kepada Ratu Farah. Tatapan semua orang, terlebih Sultan Singa, membuat Ratu Farah ketakutan. Ketakutan yang dapat terbaca jelas, dan bisa menunjukkan jika dialah pelakunya.
"Ratu Farah, kau pelakunya?!" bentak Sultan Singa.
Pangeran Fikar dan Farhan datang.
"Pangeran Fikar, apa benar, setelah sidang Ananda Cendani, Pangeran Fikar jalan-jalan dengan Ananda Cendani, lalu Ratu Lia datang dan melarangmu jalan-jalan dengan Ananda Cendani?" tanya Sultan Singa kepada Pangeran Fikar.
"Benar, Yang Mulia!" tegas Pangeran Fikar.
"Apa setelah itu Ananda Fikar pulang ke istana bersama Farhan?" tanya Sultan Singa.
"Benar, Yang Mulia!" jawab Pangeran Fikar.
"Farhan, apa benar, setelah sidang Ananda Cendani, Ratu Lia bertemu dengan Ananda Cendani dan Ananda Fikar?" tanya Sultan Singa kepada Farhan.
"Benar, Yang Mulia," jawab Farhan.
"Lalu?" tanya Sultan Singa.
"Hamba membawa pulang Pangeran Fikar, Yang Mulia," terang Farhan.
"Untuk apa Ratu Lia menemui Cendani?" tanya Sultan Singa.
"Ampun, Yang Mulia, untuk melarang Pangeran Fikar bermain dengan Cendani," jawab Farhan.
"Lalu, kenapa kau masih di sini dan belum pergi dari istana, Farhan?" tanya Sultan Singa.
"Ampun, Yang Mulia, hamba ingin menunggu sidang Yang Mulia Ratu Lia," terang Farhan.
"Kenapa dengan Yunda Cendani, Yang Mulia?" tanya Pangeran Fikar.
"Yunda?" Sultan sedikit terkejut dengan panggilan Fikar kepada Cendani. "Aku baru saja memarahi Yundamu habis-habisan, karena membela Ibundamu lagi," terang Sultan Singa.
Nafas Cendani mulai menjadi sesak. Sultan merasakan nafas Cendani.
"Ananda Fikar, tolong cepat ambilkan healer untuk sesak nafas!" perintah Sultan Singa. Pangeran Fikar segera pergi.
"Maafkan aku, maafkan, kumohon maafkan aku!" Sultan Singa terus memeluk erat Cendani.
Beberapa warga yang melihat kejadian di kota kuno dan Dokter Nura didatangkan. Dokter Nura datang sambil membawa stetoskop di lehernya karena terburu-buru.
"Para warga, aku mau bertanya. Apa benar, dua hari yang lalu, Ratu Lia marah-marah kepada Cendani di tempat umum, di perkotaan kuno?" tanya Sultan Singa.
"Benar, Yang Mulia," jawab serempak para warga.
"Lalu?" tanya Sultan Singa.
"Ratu Lia pingsan dan kami menggotongnya ke rumah sakit umum," jawab seorang warga. Warga yang lain mengangguk.
"Kau Dokter Nura?" Sultan Singa bertanya.
"Iya, hamba, Yang Mulia," jawab Dokter Nura.
"Apa Dokter Nura yang menangani Ratu Lia saat di rumah sakit?" tanya Sultan Singa.
"Benar, Yang Mulia," jawab Dokter Nura.
"Apa hasil pemeriksaanya?" tanya Sultan Singa.
"Yang Mulia Ratu Lia hamil tua sudah satu pekan, Yang Mulia." Dokter Nura mengalihkan perhatiannya ke Cendani. "Ampun, Yang Mulia, gadis itu asma!" seru Dokter Nura.
Pangeran Fikar datang membawa healer dan memberikannya pada Sultan Singa.
"Putriku ini memang memiliki asma, Dokter Nura." Sultan Singa melepas pelukannya dan membantu Cendani mengunakan healer. "Jenderal Sauqy, tolong tunjukkan foto itu ke Dokter Nura! Mungkin saja Dokter Nura mengenali petugas rumah sakit umum di dalam foto itu," kata Sultan Singa kemudian.
Jenderal Sauqy menunjukkan dua foto instag hitam putih itu kepada Dokter Nura.
"Hamba mengenalnya, ia salah seorang petugas medis di rumah sakit umum," kata Dokter Nura.
"Baik, sampai di sini dahulu persidangannya! Terima kasih, para saksi dan semua atas kehadirannya! Jenderal Sauqy, bawa Ratu Farah ke kamarnya dan jaga dengan prajurit militer! Selanjutnya tangkap petugas medis di dalam foto!" perintah Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" jawab Jenderal Sauqy.
"Dokter Nura, mohon kerja samanya! Petugas di foto, telah menjual obat suntik mati kepada Ratu Farah, dan sebelumnya yang lalu, kepada Ratu Lia. Jadi kami harus mengamankannya!" kata Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" jawab Dokter Nura bersungguh-sungguh.
"Dokter Nura bisa periksa Cendani?" tanya Sultan Singa. Dokter Nura mengangguk sekali lalu mendekat dan memeriksa Cendani.
"Sangat lemah, perlu istirahat, Yang Mulia," terang Dokter Nura setelah memeriksa Cendani.
Semua orang telah pergi dari ruang persidangan.
"Dokter Nura, nanti pergilah dengan Jenderal Sauqy!" kata Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia," jawab Dokter Nura.
"Aku permisi, aku akan membawa Ananda Cendani ke kamarnya!" kata Sultan Singa.
"Silakan, Yang Mulia!" kata Dokter Nura.
Sultan Singa memapah Cendani ke kamar taman. Pangeran Fikar mengikuti di belakangnya.
Kamar taman Cendani, pada siang hari.
Sultan Singa memapah Cendani ke kursi rotan. Kemudian mengambilkan Cendani secangkir air minum.
"Minumlah, Ananda!" perintah Sultan Singa. Cendani meminumnya.
"Yunda terima kasih, Yunda telah menyelamatkan Ibundaku lagi," ucap Pangeran Fikar. Cendani hanya tersenyum pada Fikar.
"Ananda Cendani, sungguh aku minta maaf telah menghinamu tadi. Aku hanya melakukannya agar Ananda diam, tidak ada maksud untuk menghina sedikitpun, sungguh!" kata Sultan Singa. Cendani juga hanya tersenyum pada Sultan Singa.
"Ananda, aku berhutang sangat banyak kepada mu. Ananda telah menyelamatkanku dari berbuat zhalim, dari kesedihanku karena akan berpisah dari Ratuku, menyelamatkan pernikahanku sehingga tetap utuh, menyelamatkan Ratu Lia, juga menyelamatkan calon bayi kami." Sultan Singa mengusap puncak kepala Cendani. "Ananda, aku mohon kepadamu, mintalah sesuatu dariku, agar hatiku merasa lega. Mintalah yang banyak!" pinta Sultan Singa kemudian sambil mengangkat dagu Cendani, hingga membuat wajah mereka saling menatap. "Katakan, apa saja keinginan Ananda!"
"Ananda tidak ingin apa pun, Yang Mulia," jawab Cendani.
"Kumohon mintalah apa saja, walaupun Ananda tidak menginginkan ataupun membutuhkannya!" kata Sultan Singa.
Cendani berpikir lalu teringat Farhan.
"Yang Mulia, tadi hamba mendengar Yang Mulia berkata telah memecat Farhan, benarkah?" tanya Cendani memastikan pendengarannya. Sultan Singa melepas dagu Cendani.
"Ya, benar, dia sudah tidak berguna, jadi aku pecat!" kata Sultan Singa.
"Hamba mohon jangan pecat dia!" kata Cendani.
"Dia tetap akan hidup enak, Ananda. Aku akan memberinya harta berlimpah hingga ia tidak akan pernah kekurangan walaupun seumur hidupnya tidak bekerja," kata Sultan Singa.
"Baiklah, jika Farhan senang demikian, tapi seandainya Farhan ingin tetap bekerja di istana, hamba mohon izinkanlah! Itu permintaan hamba," kata Cendani. Sultan diam sejenak.
"Tapi ada syaratnya agar Farhan tetap di istana. Ananda harus meminta banyak hal, yang bisa dipergunakan untuk Ananda sendiri, ingin tidak ingin, butuh tidak butuh! Sekarang katakan apa saja hal itu!" Sultan Singa memberi syarat.
Cendani berpikir, lalu teringat saat menunggu Jenderal Fais dan Jenderal Kautsar.
"Ananda mau wood oven stove mini yang ada di toko Antique!" jawab Cendani dengan semangat.
"Di mana toko Antique itu?" tanya Sultan Singa.
"Di suatu tempat, saat hamba menunggu di kereta, saat Jenderal Fais dan Jenderal Kautsar makan di restoran. Ananda tidak hafal tempatnya." Cendani menceritakan.
"Ananda Fikar, tolong panggilkan Jenderal Fais dan Jenderal Kautsar ke kamar taman! Oh, jangan lupa panggilkan Farhan, jika ia belum pergi dari istana!" perintah Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" Pangeran Fikar menunduk sejenak lalu bergegas pergi.
"Apa lagi selain itu?" tanya Sultan Singa.
"Ananda belum terpikir apapun lagi," kata Cendani.
"Pelan-pelan saja dan pikirkan yang banyak!" kata Sultan Singa.
Cendani mengangguk.
Beberapa saat kemudian Pangeran Fikar, Jenderal Fais, Jenderal Kautsar, dan Farhan datang. Mereka menunduk sejenak.
Jenderal Fais dan Jenderal Kautsar, apa kalian ingat, di restoran mana kalian makan, saat menyelidiki kasus bersama Ananda Cendani?" tanya Sultan Singa.
"Hamba ingat, Yang Mulia!" jawab Jenderal Fais.
"Hamba juga ingat, Yang Mulia!" jawab Jenderal Kautsar.
"Apa kedua Jenderal tahu, toko Antique yang ada di dekat restoran itu?" tanya Sultan Singa.
"Hamba tahu, Yang Mulia!" jawab Jenderal Fais.
"Hamba juga melihat toko itu, Yang Mulia!" jawab Jenderal Kautsar.
"Setelah sholat duhur antar aku dan Ananda Cendani ke toko antique itu!" perintah Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" jawab kedua Jenderal serempak.
"Farhan, jika kau masih belum mau pulang kampung, siapkan makan siang di kamar taman ini sekarang juga!" perintah Sultan Singa. Farhan terkejut sangat senang.
"Terima kasih, Yang Mulia!" ucap Farhan.
"Aku sungguh tidak mau menerimamu lagi, Farhan! Bukan aku yang menerimamu, tapi Ananda Cendani!" kata Sultan Singa.
"Terima kasih, Cendani!" ucap Farhan. Cendani tersenyum kecil.
"Tuan Putri, panggil dia Tuan Putri, Farhan!" Sultan Singa menegaskan.
"Terima kasih, Tuan Putri Cendani! Hamba akan siapkan makanan sekarang!" Farhan menunduk sejenak lalu pergi.
"Pangeran Fikar dan kedua Jenderal kalian juga harus makan di sini!" perintah Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" jawab serempak Pangeran Fikar dan kedua Jenderal.
"Silahkan duduk!" perintah Sultan Singa kepada ketiganya. Pangeran Fikar dan kedua Jenderal duduk.
"Yang Mulia tidak mengunjungi Ratu Lia?" tanya Cendani.
"Aku akan mengunjungi Ratu Lia setelah mendapatkan wood oven stove itu, Insya Allah," ujar Sultan Singa.
Beberapa saat kemudian Farhan datang dengan troli penuh beraneka macam makanan lezat. Farhan menata di meja Rotan yang cukup lebar.
"Farhan, kau juga duduk dan makan bersama kami!" kata Sultan Singa.
"Hamba? Tidak Yang Mulia, terima kasih. Hamba akan makan bersama para pelayan," tolak Farhan.
"Ini perintah, duduklah, dan makan!" tegas Sultan Singa. Farhan duduk.
"Silakan!" kata Sultan Singa mempersilahkan.
Mereka makan bersama. Sultan Singa beberapa kali mengambilkan makanan untuk Pangeran Fikar dan Cendani. Beberapa kali juga menyuapi Pangeran Fikar dan Cendani.
"Yang Mulia apa Ananda boleh ikut ke toko Antique?" tanya Pangeran Fikar.
"Boleh, ikutlah!" kata Sultan Singa.
Akhirnya mereka selesai makan. Farhan membereskan, menunduk sejenak lalu pergi membawa troli makanan. Lalu terdengar suara adzan duhur.
"Mari semua ke masjid!" kata Sultan Singa. Semua pergi ke masjid istana.
Setelah selesai duhur, dari masjid istana, mereka langsung naik ke kereta, pergi ke toko antique.
Sampailah mereka di toko Antique.
"Assalamualaikum!" ucap Sultan Singa.
"Waalaikumsalam!" ucap penjaga toko sambil menghampiri Sultan lalu menunduk sejenak.
Sultan melihat-lihat dan tertarik karena barangnya unik - unik.
"Ananda, mana wood oven stove mini yang Ananda inginkan?" tanya Sultan Singa. Cendani melihat sekitar dan menghampiri wood oven stove mini itu.
"Ini, Yang Mulia!" seru Cendani. Sultan Singa menghampiri dan melihat.
"Selera Ananda sama dengan selera Sultan Hanif. Aku mau dua, satu kirim ke istana Rubi atas namaku Sultan Badar Saifulah Husam dan yang satu kirim ke istana Kapur untuk Sultan Hanif!" kata Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" jawab pelayan toko Antique.
"Ananda Fikar, ada yang Ananda suka?" tanya Sultan Singa.
"Hamba pikir, lampu ini, dan ayunan ini, akan sangat cocok diletakkan di taman kamar Yunda, Yang Mulia!" kata Fikar. Sultan melihat lampu dan ayunannya.
"Aku pikir juga demikian. Tolong kirim lampu ini dan ayunan ini ke istana Rubi juga!" perintah Sultan Singa.
"Baik, Yang Mulia!" jawab pelayan toko Antique.
"Jenderal Fais dan Jenderal Kautsar, apa ada yang diinginkan?" tanya Sultan Singa.
"Tidak, Yang Mulia!" jawab Jenderal Fais.
"Hamba juga tidak, Yang Mulia!" jawab Jenderal Kautsar.
Mereka telah sampai di istana. Jenderal Fais dan Jenderal Kautsar kembali bekerja. Sultan Singa, Cendani, dan Pangeran Fikar ke kamar taman Cendani. Wood oven stove mini diangkat empat prajurit ke taman. Farhan melihat kompor oven kayu antik mini itu dan menghampiri.
"Bagus sekali! Dapur istana akan cantik dengan ini!" kata Farhan.
"Bukan untuk di dapur, ini untuk di taman, kamar Putri Cendani!" jawab seorang prajurit.
"Oh, baiklah aku akan ikut ke taman dan menatanya! Aku ahli menata peralatan dapur!" Farhan ikut ke taman.
"Ananda, mau diletakkan di mana?" tanya Sultan Singa.
"Di luar, tepat di antara kamar dan kamar mandi, tapi menepi, tidak di tengah - tengah. Di atasnya diberi atap yang lebar, agar tidak kepanasan dan kehujanan."
"Prajurit, letakkan seperti kata Tuan Putri!" perintah Sultan Singa. Prajurit meletakkan.
"Yang Mulia, mungkin akan perlu juga peralatan dapur lainnya dan hamba akan menatanya dengan cantik!" ujar Farhan.
"Boleh saja kau menatanya, tapi harus sesuai dengan kemauan Tuan Putri!" kata Sultan Singa.
"Tentu, Yang Mulia," jawab Farhan.
"Ananda, aku mau menemui Ratu Lia dahulu!" kata Sultan.
"Silakan, Yang Mulia!" kata Cendani.
Cendani menunduk sejenak. Sultan Singa mengusap puncak kepala Cendani lalu bergegas pergi.
"Yunda Cendani, aku juga mau menjenguk ibundaku!" kata Pangeran Fikar. Cendani mengangguk. Pangeran Fikar juga pergi.
Setelah mereka jauh Farhan mendekati Cendani.
"Tuan Putri Cendani, aku mau meminta maaf. Maafkan hamba!" kata Farhan. Cendani tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Tuan Putri Cendani sudah menolong hamba, agar tetap bisa bekerja di istana ini!" Cendani tersenyum dan mengangguk.