Try new experience
with our app

INSTALL

Al yang Lain 

Chapter 1

Al yang Lain

"Apakah aku harus mati? Agar kau memaafkanku?"

"Andin, aku rindu padamu. Kembalilah, sayangku."  

"Kamu ingin aku melebur dengan ombak? Baik ... kalau itu yang kamu inginkan. Asalkan bisa bertemu, aku rela melakukan apapun untukmu."

Senja itu, langit tampak memerah di atas pasir putih. Sepanjang garis Pantai Papuma, Jember, yang terhampar pasir putih, mendadak meredup. Awan biru berarak menyingkir dengan cepat, digantikan mendung abu-abu yang ditingkahi warna saga.

Di sana, di dekat bonggol pohon   sebesar paha lelaki dewasa yang teronggok, tampak seorang pria bermata teduh sedang menatap langit. Ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri.

Jemari kekarnya memegang cincin kawin bertatah berlian erat-erat. Telinganya mendengar debur ombak pantai, selayaknya panggilan dari kekasih.

Lelaki berhidung mancung itu menitikkan air mata yang meluncur turun membasahi pipinya. Dengan punggung tangan, ia menghapusnya dengan kasar.

Tetesan air mata mengenai cincin kawin itu. Aldebaran memandang benda itu dengan sorot penuh kerinduan. Dalam bayangannya, kelebatan seorang wanita cantik berambut pendek tengah mendelik kesakitan memenuhi benak.

Tring.

Cincin terjatuh di atas pasir putih. Kilatan cahaya yang berasal dari lautan melesat, melingkupi benda berkilauan itu. Sejenak, cincin itu bergerak, menggelinding di antara pasir. Kemudian berhenti lalu terdiam.

Bahu Al gontai, ia berjalan terseok. Bersatu dengan ombak yang mulai menjilati kaki telanjangnya. Tak memperdulikan cubitan bebatuan karang di permukaan kulitnya.

Hanya satu keinginan Al, bertemu dengan istrinya tercinta.

Perlahan, air ombak mulai menenggelamkan badan Al hingga ke pinggang. Dari kejauhan, ia seperti melihat Andin tersenyum dan melambaikan tangan.

"Andin ... tunggu, Sayang."

Saat air laut akan menenggelamkan Al, terdengar suara yang selama ini dirindukan memanggil dari kejuhan.

"Mas Al .... Maaas! Hoooy! Maaaas!"

Suara itu bukan berasal dari tengah laut. Tetapi berasal dari belakangnya.

Al menoleh dan melihat Andin melambaikan tangan kepadanya. Sosoknya begitu nyata dan begitu cantik.

"Andin? Kaukah itu?" Al mengerjabkan mata beberapa kali.

"Mas Al .... Sini ....!" Andin terus melambaikan tangan.

Seakan mendapat kekuatan, Al berlari ke tepian pantai. Ombak tak mampu lagi menyeret raganya. Mentari candikala tak sanggup lagi mempengaruhinya.

"Andiiin ...!" Al merentangkan kedua tangannya, menubruk tubuh Andin hingga mereka berdua berguling-guling di pasir.

"Kamu sudah pulang, Andin? Ini benar kamu?"

Andin memandang Al dengan sorot mata terkejut dan kebingungan. "Mas? Aku dari tadi nggak kemana-mana. Aku selalu ada di sampingmu."

"Syukurlah, Sayang." Al memeluk Andin, air matanya kembali menitik.

***