Try new experience
with our app

INSTALL

Al yang Lain 

Chapter 4

Selama beberapa hari, tubuh Andin lemas. Ia hanya bisa berbaring di ranjang. Tulangnya seakan dilolosi dari tubuh. Untuk bergerak pun harus dibantu oleh Al. Ia sangat terkejut mendapati tubuhnya yang lemah ketika terbangun malam itu.

Al dengan sabar merawatnya. Lelaki itu membersihkan tubuhnya, mengganti bajunya, menyuapinya dengan lembut, dan semua hal yang membuat Andin merasa baikan.

Sorot mata Al menunjukkan cinta tak bertepi kepada Andin.

"Gimana hari ini, Sayang? Udah baikan?" tanya Al sambil menggenggam tangan Andin yang berbaring.

Andin hanya mengangguk pelan. Hanya itu yang bisa ia lakukan, bahkan berbicara pun Andin sangat kepayahan. Lidahnya kelu, tak ada satu suara yang keluar dari bibirnya. Meskipun badannya seolah lumpuh, ia tidak merasakan sakit pada bagian tubuhnya. Andin hanya merasa lemas dan melayang.

"Sabar ya, suatu saat kamu pasti akan sembuh. Sekarang tidurlah, Sayang. Aku akan menjagamu."

Al membelai rambut Andin, hingga perlahan mata istrinya itu terpejam. Napas Andin naik-turun beraturan. Tak bosan-bosan Al menatap wajah Andin. Tepatnya wajah yang serupa dengan Andin. Sebab Al tahu, bahwa Andin sudah meninggal beberapa bulan lalu karena kesalahannya.

Ya, Andin sudah meninggal. Di tangan Al sendiri.

Ia sengaja menikahi Andin untuk membalaskan dendam saudaranya yang mati karena Andin. Hari kematian Andin, merupakan hari terkuaknya kebenaran. Bahwa Andin tidak ada hubungan apa-apa dengan peristiwa kematian adiknya. Saat itulah dunia Al runtuh. Ia merasa bersalah telah membuat Andin meregang nyawa.

Malam itu petir menggelegar, hujan turun dengan deras. Al terlibat pertengkaran dengan Andin di balkon rumahnya. Dengan emosi, Al mendorong Andin hingga wanita itu terjatuh dari balkon dan mengalami luka parah. Satu bulan dirawat, Andin tidak bisa mempertahankan nyawa.

"Maafkan aku, Andin. Maafkan ...." Al memegang tangan Andin. Ia menangis sambil mengecup punggung tangan yang sekarang tampak kurus itu.

Mata Al terbelalak ketika menyadari bahwa tubuh Andin mengejang. Tubuh itu bergetar hebat di atas ranjang. Al menangis, memeluk Andin dengan erat.

"Jangan pergi lagi, Andin. Tetaplah di sini bersamaku."

***

Aldebaran bermimpi. Ia melihat Andin tengah berada dalam selubung cahaya putih. Wanitanya itu tengah terlelap dengan wajah yang menyiratkan kesakitan.

"Andin! Kembalilah, Sayang!"

Al berteriak. Ingin menggapai cahaya itu. Tetapi tidak bisa. Tubuhnya terpental dan hancur berkeping-keping.

***