Try new experience
with our app

INSTALL

Stupid Mistake 

Permintaan Maaf Sang Ambisius

“Apalagi sih ini !” ucap Gio yang marah setelah melihat kotak berwarna merah muda dengan pita hitam serta amplop di atasnya.

“Sumpah Gi, kali ini aku enggak tau dari siapa ini. Jangan marah sama aku, please.” ucap gue sambil pegang tangan Gio

Gio langsung kembali ke tempat duduknya.                               

Gue berusaha kepo dengan isi pesan di dalam amlopnya...

“Ditengah keramaian aku mencarimu hingga dadaku sesak dibuatnya”

25 November 2018

     “Ini apaan lagi sih, bikin hubungan gue sama Gio berantakan aja. Apa mungkin Andre ya ? Tapi, kalau Andre kenapa pas papasan tadi, dia kaya biasa aja. Ini Gila...!!”

            Sepulang sekolah. Gio mengajak gue ke rumahnya untuk bertemu dengan Kak Mikha.

“Kak Mikha...!! Lo dimana ?”

“Ada apa, Den ?”

“Dimana Kak Mikha. Bi ?” tanya Gio 

“Gi, kenapa sih lo teriak-teriak ? Terus tangan cewek lo di tarik-tarik gitu, kesakitan kasian.” tanya Kak Revan

Gue hanya tersenyum melihat ke arah Kak Revan. 

“Kak, gue butuh Kak Mikha!”

“Mikha di atas, di kamarnya. Lo teriak-teriak dia enggak akan denger, karena dia lagi pake headphone.”

“Oke.” jawab Gio singkat

Gio langsung menarikku naik ke lantai dua untuk bertemu Kak Mikha. Sesampainya di atas Gio menyuruh gue berdiam diri di kamarnya.

“Kamu tunggu sini, aku mau ke kamar Kak Mikha dulu.”

Aku hanya mengangguk, seakan menurut dengan perintah tuannya.

“Gue lelah, lihat wajah Gio cemberut seharian. Gue tidur aja ah, ngantuk. Maaf ya, Gi. Kamar ini terlalu nyaman untuk aku. Selamat tidur, Gi.”

*** 

Sementara itu, Gio benar-benar mencari Kak Mikha. Gio mengetuk pintu kamar Kak Mikha.

“Tok...Tok...Tok...!! Kak Mikha!!! Open the door, I need your help.”

Tidak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar. Akhirnya, Gio membuka paksa pintu kamar Kak Mikha.

“Woy! Enggak bisa apa ketuk pintu dulu ?” tanya Kak Mikha

“Gue udah coba ketuk dengan sopan, tapi lo budek. Makanya itu headphone di lepas.”

Kak Mikha hanya tersenyum.

“Kak, gue ada masalah nih.”

“Apaan ?”

“Udah dua hari ini, ada paket misterius yang di dapet sama Dara.”

“Maksudnya ? Dia punya penggemar rahasia ?” ucap Kak Mikha tertawa

“Iya, mungkin... bisa jadi. Enggak lucu, Kak!”

“Emang kenapa sih ? Setiap orang kan berhak buat suka sama siapapun, termasuk sama cewek lo itu. Kenapa lo bingung sih. Cemburu lo ?”

“Oke, gue bisa terima pernyataan itu. Cuma ada hal yang janggal, ini soal Andre.”

“Kenapa lagi ?”

“Pas jam istirahat tadi gue sama Dara enggak sengaja papasan sama Andre, dia bersikap seolah dia itu udah ngerelain Dara buat gue.”

“Lho, bukannya itu bagus ? Gue lihat-lihat juga di tempat latihan Andre biasa aja, enggak ada gelagat-gelagat mencurigakan sih.”

“Oh, ya ? Gue sangat bersyukur kalo itu kenyataannya. Lalu, kalo kenyataan enggak berpihak sama gue dan Dara ? Apa yang harus gue lakukan ?”

“Gini deh, gue rasa ya. Ada tujuan dari semua barang dan kata-kata yang di kasih sama orang misterius itu. Tapi, gue belum bisa menebak-nebak sebenernya itu tuh apa. Mungkin lo harus bersabar menunggu sampai kiriman paket itu berhenti pada waktunya. Karena gue yakin banget nih, kalau teror-teror kaya gini anak kreatif dan romantis yang suka kata-kata puitis.”

“Maksud lo ? Dari semua kata-kata dan kiriman-kiriman itu ada arti-artinya ?”

“Yap, macam teka-teki gitu deh. Jadi, lo sabar aja. Tapi, gue boleh enggak lihat satu aja contoh kata-katanya ?”

“Boleh, bentar ya. Gue panggil Dara dulu.”

Gio keluar kamar Kak Mikha dan berteriak “Ra.... Dara...!!”

“Kok enggak jawab ya ?” gumam Gio

Kemudian, Kak Revan berjalan menuju Gio “Enggak perlu teriak, lo cuma ganggu dia istirahat.” 

Gio hanya mengerutkan keningnya, karena bingung dengan kata-kata kakaknya yang super cool itu. Kak Revan hanya berbicara seperlunya dan kemudian turun ke lantai bawah. “Maksudnya Kak ? Kak...tunggu kak!!”

Akhirnya, Gio berusaha mencari tau ke kamarnya.

“Kak, gue ke kamar dulu ya.” Gio langsung berjalan ke arah kamarnya yang hanya tujuh langkah dari kamar Kak Mikha.

***

Ketika Gio membuka pintu, Gio hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kebiasaan orang yang dicintainya itu. 

“Pantesan, aku panggil-panggil enggak dijawab. Ternyata kamu tidur. Maafin aku ya sayang, seharian ini aku cuekin kamu. Kamu tau, aku merasa sangat memiliki kamu sampai pada akhirnya aku wnggak pernah rela siapapun mengangumi kamu selain aku. Kamu itu adalah bagianku, ragaku dan senyumku. Bermimpilah seindah mungkin sayang, agar ketika kamu membuka mata kamu akan memberikan senyum terindah untuk ku nikmati sepanjang hari.” ucap Gio sambil mengelus-ngelus pipi Dara

Gio membuka tas dara dan mencari amplop-amplop yang berisi kata-kata romantis dari secret admirer-nya. Kemudian, Gio memberikan amplop-amplop itu ke Kak Mikha. Kak Mikha berjanji akan menyelidiki secret admirer ini, apakah benar kelakuan Andre atau bukan.

Keesokan harinya... Setelah bubar seusai upacara, ada cowok yang sengaja menabrak Dara dan... “Maaf... aku enggak sengaja.”

“Lain kali hati-hati dong. Eh ini...”

Ternyata ada sesuatu yang terjatuh ketika cowok itu menabrak Dara. 

“Ini seperti amplop yang... Iya! amplop dari cowok misterius itu. Jangan-jangan dia lagi yang selama ini ngerjain gue.”

Tiba-tiba Gio mengagetkan Dara dengan menepuk pundak Dara.

“Hai, Sayang. Selamat pagi. Lagi-lagi paginya udah dimilikin sama orang lain.” sindir Gio sambil berjalan dan meninggalkan Dara

“Gi, jangan ngambek gitu dong. Tadi tuh ada cowok yang nabrak aku. Terus dia jatuhin amplop ini.”

“Siapa ? Pasti Andre ya ?”

“Bukan.... Bukan andre. Kamu tau enggak sih cowok cupu di kelas sebelah yang namanya Athalla.”

“Masa iya dia sih ? Ah, aku enggak percaya. Sini aku lihat isinya.”

“Jangan Gi, aku khawatir orang yang kasih amplop ini lagi ngintai kita. Jadi, saran aku sekarang lebih baik setiap ada amplop-amplop lagi mendingan enggak perlu langsung dibaca. Simpan aja, aku mau tau sampai kapan amplop ini berhenti dikirim. Mungkin disitu kita akan tau siapa yang ngirim ini.”

“Pacar aku kok cerdas sih. Kita harus jadi detektif nih. Ini kasus berat, harus dituntaskan. Biar enggak ada yang ganggu kesayangan aku lagi.” ucap Gio sambil mengelus-ngelus rambut gue.

Gue dan Gio berjalan memasuki kelas. Disela-sela jam pelajaran terakhir, ada chat masuk dari Andre yang isinya...

“Temui aku di gudang belakang sekolah sekarang, tanpa Gio. Ada yang harus kita omongin, setelah itu aku nggak akan ganggu hubungan kamu dan Gio lagi. Andre”

“Mungkin ini kesempatan gue bicara sama Andre, biar dia enggak ganggu hubungan gue sama Gio lagi dan mencari jawaban siapa yang selama ini kirimin gue amplop-amplop itu.” 
Gue bales chat Andre  ”Gue on the way.” 
“Pril, gue ke toilet ya. Selesaiin cepetan tugas lo.” 
“Perlu gue antar enggak ?” 
“Enggak perlu. Kalau Gio nanya bilang aja gue ke toilet.” 
“Oke.”  
Gue berjalan dengan langkah yang cepat untuk menuju ke belakang sekolah, tempat dimana Andre mengajak gue bertemu. Sesampainya disana, gue lihat sangat sepi, sampai pada akhirnya... 
“Lo udah gila ya, Ndre!” bentak gue 
“Sorry, kalau aku harus pake cara ini.” 
Andre, menarik gue ke dalam gudang tempat dia biasa kumpul dengan teman-temannya. Sekarang Andre tepat berdiri di depan gue, wajahnya hanya 10 centimeter dari wajah gue, gue enggak tau apa yang mau dia lakukan.  
“Menjauh dari gue.” ucap gue sambil mendorong badan Andre 
“Ra, izinin aku sekali saja tatap wajah kamu lebih dekat untuk yang terakhir kalinya, sebelum aku menjauh dari kamu.“ 
“Enggak! Jangan kaya gini, Ndre. Lo membuat gue sangat ketakutan.” 
“No...No... Aku enggak akan nyakitin kamu, Ra. Kamu cukup diam, nurut dengan apa yang aku bilang tadi dan kamu akan segera aku keluarin dari sini. Tapi, kalau enggak, jangan paksa aku untuk memaksa dan bersikap kasar sama kamu.” 
“Gue harus apa ? Kenapa gue melakukan kebodohan ini. Dia memang orang yang pernah gue cintai. Tapi, Gio jauh sangat-sangat mencintai dan memperlakukan gue dengan baik.” gumam gue 
Tangan Andre mulai memegang pipi gue dan... 
“Ra, satu hal yang enggak akan pernah bisa aku hapus dari penglihatan mata ini, pendengaran telinga ini dan memori ini. Keluguan wajah kamu yang membuat aku tenggelam dalam kehangatan yang sendu, yang sama sekali membuat aku nggak bisa memalingkan wajahku. Izinkan aku lebih dekat, please lihat mata aku. Aku percaya rasa sayang itu masih ada kan. Bilang sesuatu, Ra. Jangan menangis, kamu akan baik-baik aja.” 
“Ndre...gue memang sayang lo. Tapi, gue enggak pernah bisa mencintai lo untuk kedua kalinya. Waktu yang pernah kita lewati, kenangan yang pernah kita rekam bersama serta canda tawa yang pernah kita ciptakan itu akan tetap abadi disini (gue memegang dada Andre) di hati. Denger aku, Ndre (sambil memegang pipi Andre dengan kedua tangan gue) semua waktu, kenangan dan canda tawa enggak akan pernah bisa kita ulangi lagi. Begitupun rasa cinta aku sama kamu, rasa itu sudah berakhir dan enggak akan mungkin tumbuh lagi. Bahkan maaf sekalipun enggak akan membuat cinta itu hadir kembali,  Ndre.” 

“(Tangan Andre memegang pipi gue dengan kedua tangannya) Ra, cinta enggak pernah butuh alasan apapun. Aku memang melakukan banyak kesalahan dengan menyia-nyiakan kamu, tapi percaya sama aku. Semua aku lakukan karena aku mencintai kamu.”

“Maaf, Ndre. Mematahkan hati seseorang itu bukan alasan untuk mencintai. Aku harap kamu mengerti dengan kenyataan yang terjadi, kamu harus merelakan aku, bahwa aku bukan lagi bagian dari hidup kamu.” gue mendekatkan kening gue dan Andre

“Tapi, Ra...”

“Jangan menangis buat aku, Ndre. Karena air mata kamu enggak akan membantu kamu merelakan aku. Jadi, laki-laki yang lebih baik lagi ya, Ndre. Aku akan selalu sayang kamu dan semua kenangan bersama kamu enggak ada yang bisa menggantikan, sekalipun itu Gio. Percaya sama aku, Ndre, kalau kamu mau berubah menjadi lebih baik, akan ada cewek yang lebih baik dari aku yang akan memilih untuk mencintai kamu. Aku pergi ya, Ndre.” gue sambil melepaskan tangan gue dari pipi Andre dan melangkah pergi.

Tapi, tiba-tiba Andre menarik tangan gue dan mengecup bibir gue. Ketika gue mau melepaskan, gue enggak berdaya. Kejadian itu berlangsung selama 30 detik.

“Terimakasih, Ra. Sudah membuka pikiran aku untuk belajar merelakan kamu. Maaf, kalau aku lancang. Boleh aku peluk kamu sekali lagi ?”

“Tapi, no cium-cium lagi ya.”

Andre hanya mengangguk dan kemudian dia memeluk gue dengan sangat erat.

“Andre, don’t sad again. Your life must go on without me. Bye.” ucap gue sambil tersenyum dan melangkah pergi untuk kembali ke kelas.

Sesampainya di kelas, April menghujani gue dengan banyak pertanyaan. “Lo kemana ? Ke toilet sampai bel pulang mentang-mentang pelajaran terakhir.” tanya April


***