Contents
Kasih Tak Sampai
Kasih Tak Sampai
“Hm.. boleh juga nih rasanya” kata Lastri.
“Iya dong.. nih yang belum dikupas buat kalian bawa pulang aja” jawab Agas spontan.
“Wah, ibuku pasti senang nih. Makasi ya gas” jawab Kurnia dengan semangat.
“Hahaha.. iya aku tahu itu..” kata Agas.
Kami pun menikmati mangga di kebun belakang rumah sembari memperhatikan matahari yang perlahan terbenam.
- KADO TERISTIMEWA -
Sejak percakapanku sore itu dengan Kurnia, lama nian aku memberanikan diri memasak di dapur. Maklum, sewaktu kecil ibu jari tangan kiriku pernah dijahit karena aku memotong sebuah wortel. Setelah itu aku takut memegang pisau lagi. Namun kini, ku beranikan diri mencoba memasak.
“Tumben pagi-pagi udah di dapur” kata Ibu mengagetkan ku.
“Iya Bu, pengen belajar masak” jawabku cengengesan.
“Ah.. baguslah.. akhirnya kamu ngga trauma lagi” kata Ibu sambil tersenyum.
Kala itu, Ibu sebenarnya bergegas pergi ke kantor. Pekerjaannya sebagai pegawai negeri mengharuskannya tepat pukul 08.00 harus sudah di kantor. Namun, satu jam sebelum itu, Ibu dengan telaten mengajariku memasak.
“Hari ini kita masak tempe orek dan cah kangkung saja ya” sahut Ibu sembari menyiapkan bahan-bahan.
Sebenarnya aku saat itu lebih banyak menyimak dan menggoreng-goreng sesuai instruksi Ibu. Masakan kali ini belum 100% buatanku. Namun aku takjub dengan ibuku yang satu ini. Semenjak ayah meninggal 5 tahun lalu, Ibu memikul beban sebagai kepala keluarga sekaligus Ibu bagi anak-anaknya. Tidak jarang Ibu harus bekerja ekstra dengan menjual segala macam hasil kebun yang ditanam oleh Agas.
“Setidaknya aku telah mencoba” pikirku.
Setelah masak perdana dengan Ibu kala itu, aku semakin memberanikan diri mencoba meracik sendiri masakanku. Segala resep ku coba. Dari yang rasanya tidak karuan, hingga yang rasanya yah.. lumayan. Tepat hari ini, Kurnia berulang tahun. Aku ingin memberinya ayam betutu dan sayur daun papaya kesukaannya.
“Semoga saja dia suka” harapku.
Namun, lagi-lagi aku tidak punya keberanian untuk memberinya langsung pada Kurnia. Aku meminta Agas memberikannya.
“Jangan bilang aku yang bikin, ya!” teriakku pada Agas yang sudah di depan pagar.
Aku hanya ingin memberinya kado teristimewa yang berasal dari tangan ku sendiri. Racikanku. Hasil dari pembelajaranku selama 3 bulan terakhir. Aku tak sabar menunggu Agas kembali dan bercerita tentang pendapat Kurnia setelah menyicipi makanan itu.
“Semoga saja dia suka”
“Selamat bertambah usia untuk kau yang selalu ada dalam doaku”