Try new experience
with our app

INSTALL

Kisah Cinta Jimmy & Jenny 

Senyuman Einstein

         “Jimmy, bangunnn kau akan menikah hari ini.”Suara itu adalah suara Mama. Seseorang yang akhir-akhir ini getol sekali menjodohkanku dengan anak temannya bernama Jenny. Sebenarnya aku sudah mengenal Jenny sejak kecil dia adalah teman Adikku.Ketika kecil, setiap Orangtua Jenny pergi ke Amerika untuk urusan bisnis mereka selalu menitipkan Jenny kepada keluargaku untuk imbalannya mereka selalu membawakan mainan terbaru dan tercanggih dari negeri Paman Sam itu. “Mainan terbaik untuk anak-anak terbaik.”kelakar Ayah Jenny ketika membawakan sebuah mainan yang nantinya akan begitu terkenal di Indonesia dengan sebutan Lego dan aku akhirnya tau Ayah Jenny berbohong karena lego berasal dari Denmark. Itulah kebohongan pertama yang aku penah dengar dari calon mertuaku.Tapi teman-temanku sangat menyukai mainan dari Orangtua Jenny itu “So Western, modern style...” kata teman-temanku dengan nada bicara yangdipaksakan untuk diucapkan itu.


          Aku sendiri suka dengan Jenny sejak dari dulu. Yang paling kusuka dari Jenny adalah gaya Ensteinnya. Jenny selalu menjulurkan ujung lidahnya setiap berpose, sampai saat ini aku tidak tau maksudnya. Gaya itu hampir kulihat di semua album potonya. Mulai dari Intagram, FaceBook, Twitter ahkan dalam foto album sekolah yang sudah kusam. Gaya itu sering aku sebut sebagai senyuman Einstein, bedanya Einstein melakukan itu dengan menjulurkan seluruh lidahnya ke depan sedangkan Jenny hanya ujungnya saja. Bahkan terlihat seperti orang manyun cuma dengan ujung lidah yang menonjol. Ah aku suka sekali pose itu! Mama sudah menyiapkan semuanya. Setelah aku siap aku bersama Gita Adikku menuju mobil dengan terburu-buru karena tempat venue kami lumayan jauh dari rumah. Akhirnya aku akan menikah, dalam hatiku aku masih belum percaya Jenny adalah orang yang akan menjadi pasanganku. Orang yang sangat cengeng ketika kecil itu akan menjadi orang pendampingku. Jenny pernah menangis karena melihat seekor katak kawin di dekat villa keluarga kami di puncak dia menangis sejadi-jadinya dan berlari mengurung dirinya di kamar. Untuk membuatnya tenang aku harus berpura-pura memarahi katak yang sedangkawin itu. Kasian sekali katak kawin itu baru saja dia ingin menjaga evolusi perkatakan sudah kena marah.
“Mas, kamu grogi ya?” tanya Gita Adikku.
“ Sedikit, nanti kamu juga akan rasain.”Jawabku berusaha tegar. Pandanganku keluar jendela mobil tapi aku langsung teringat Mada.
“Oh ya Git, bagaimana dengan seandainya Mada datang?”tanyaku penuh selidik.
“Ha, Mada. Jangan deh mas nanti malah jadi runyam.” njawab Gita ketus.
“tapi kan Git dia..” Gita memotong.
“udah deh mas nggak usah pikirin emang mas mau undang dia gitu, jangan gila deh mas.” lalu wajah Gita penuh selidik dia selalu tau apa yang aku sembunyikan dari melihat ekspresi wajhku. Itu kelebihannya, cenayang kelurga. Gita kesal lalu memukul bahuku. “aduh, sakit Gita!” Jawabku ketus dengan kesakitan.
“Mas undang Mada ke pernikahan Mas dengan Jenny?” tanya Gita memburu. Sedang aku hanya diam tidak menjawab mencoba mencari alasan.
“Mas, kamu sudah gila ya mengundang Mada ke nikahan kalian.”
“Mas hanya mau semuanya jelas dan clear Git. Mas nggak mau nantinya ada urusan yang belum selesai. Mas juga hanya chat dia dan sepertinya nomornya juga sudah ganti.” Jawabku sekenanya.
“Tau ah pokonya Gita nggak mau tanggung jawab kalo ada apa-apa.”jawab Gita ketus hingga kami sampai di venue acara.