Try new experience
with our app

INSTALL

Cinta Beda Dunia 

Chapter 6

Yura paham, sosok itu gak membuatnya takut, hanya saja siapa dirinya? kok ibu gak tahu keberadaannya. ia semakin berpikir sepanjang perjalan menuju kembali ke rumah. Sudah gak ada lagi sosok ayahnya dan bayangan dari nasibnya sendiri.

"Hmmm.... siapa dia?" dalam hati yura bergumam.

Sedangkan iyu dengan segera menutup pintu rumah rapat-rapat. Ia dapat rasakan kehadiran sosok yang gak dapat ia lihat dengan mata telanjang. Sosok itu melewati pahanya dan berada tepat di belakang tubuh yura yang sedang kebingungan juga.

Lampu rumah segera ia hidupkan, setelah membawa yura ke dalam kamarnya lagi. Di dalam kamar yura, menerka-nerka dan mengingat betul harum tubuh itu yang membuatnya tenang bahagia. 

Gak ada kejahatan sepertinya, sambil berusaha mencari ingatannya kembali datang lagi, yura rebahkan tubuhnya tiba-tiba, rambutnya berkibaran di seluruh kasur yang harum dan berwarna putih. 

Yura masih sedikit mengingat harum tubuh itu dan hidung itu yang menyentuh punggungnya secara perlahan. Ia benar-benar ketagihan, dan sekaligus penasaran dengan sosok itu.

Ketakutan dan rasa curiga pun semakin menjalar di pikiran yura. Ia teringat pesan di dalam mimpi dengan ibu kandungnya sendiri. Akan ada sosok cowok yang mendekatinya dan membuatnya hidup dalam kebahagiaan. 

Apakah ini adalah pertanda itu? Yura hanya berusaha menduga-duga, rambutnya yang bergelombang akhirnya ia cum sangat dalam, membayangkan jika yang mencium itu adalah sosok cowok yang ibunya katakan.

"Apakah sudah saatnya? Ah aku semakin deg-degan kalau memang ini benar-benar menjadi kenyataan," yura menjadi tambha bahagia, ia berharap segera bertemu dengan cowok itu.

Harum tubuhnya benar-benar membuatnya ketagihan, harum yang mirip jus alpukat ditambah madu, melekat sangat dalam di dalam hidungnya sampai sekarang. Sehingga ia remas-remas kain kasurnya, dan menarik selimut untuk menghangatkan tubuhnya. Ia ingat satu lagi pesang dari ibunya.

"Kamu akan bertemu dengannya di alam mimpi, tapi dari alam mimpi itulah kebahagiaanmu akan datang, ibu selalu mendoakanmu dari alam yang berbeda," kemudia yura tertawa manja, menyadari jika ibunya memang sangat menyayangi dirinya. Sampai-sampai berdoa dari alam sana hanya untuk dirinya sendiri.

"Ah ibu aku malah jadi kangen bertemu dengan ibu lagi!" iyu yang sepertinya sedang menyiapkan makan malam, sibuk dengan urusan sendiri. Membiarkan yura berfantasi dengan kebahagiaan, hingga sekarang, mungkin hanya inilah kebahagiaan itu. 

Selepas kejadian yang hampir menghina dirinya, selepas itu pula doa ibunya datang menjemput harapannya. Ini hampir seperti puzzle yang datang tiba-tiba dan hilang dengan tiba-tiba. 

Mungkinkah harapan akan masa depannya begitu bahagia? Ia berharap jika masa depannya memang benar-benar bahagia, ia hanya berpaling dengan raut muka yang sedikit lugu dan lucu. Berusaha menghadap jendela dengan tubuh gadis yang berumur tujuh belas tahun.

Selepas itu pintu kamarnya terbuka, iyu dagtang menghampirinya yang sedang tertawa kecil bahagia. Iyu gak sadar, kalau doa dari ibu kandungnya akan menjadi kenyataan.

"Ayo makan dulu, Nak," ucap iyu lembut.

"Makan?" yura seakan kaget dengan ajakan itu.

"Makan malam anakku," memang jam sudah menunjukkan pukul enam petang.

"Oh iya, memang seh perutku sedang lapar, Bu!" lalu iyu menuntun gadis itu keluar menuju ruang makan. Matanya yang buta memang benar-benar menjadi penghalangan baginya untuk merdeka dari keterikatan akan dirinya.

Yura memakan habis makanan malam ini. Iyu bahagia melihat betapa lahapnya anak ini, jarang-jarang ia dapat melihat yura makan dengan begitu lahapnya.

"Tumben?"

"Ini suapa terakhir anakku," 

"Tumben apa, Bu?" yura tersenyum centil.

"Makanmu banyak dan habis juga!"

"Berarti hatiku sedang bahagia, ibu pasti gak menduga kan? Biarlah aku seperti ini sampai kedepannya Bu," iyu kaget mendengar jawaban yura.

"Hah?"

Tanpa yura jawab lagi, ia langsung memakan sesuap nasi dan lauknya dari tangan iyu dengan begitu nikmatnya. Melihat itu iyu bahagia, lalu iyu mengusap punggungnya yang begitu tegar menjalani hidup ini.

Mereka benar-benar paham, jika kebahagiaan hanya meminta hal seperti ini, yaitu kesederhanaan hidup dan keterbukaan hati kepada segala apapun. Waktu akan terus berputar, iyu paham jika ada harapan kebahagiaan dari sorot wajah yura. 

Entah ia kerasukan apa, yang terpenting baginya saat ini, kebahagiaan datang kepada anak itu, selama-lamanya, sehingga ia bisa terlepas dari dosa ibu kandungnya. Iyu tersenyum dengan meninggalkan bekas masa lalu yang semakin menua. Satu hal yang gak bisa ia lawan adalah tubuhnya yang semakin renta dan gak setangguh dulu.

Malam begitu dingin, iyu sudah kembali ke dalam kamarnya sendiri, sedangkan ayah yura benar-benar gak kembali seharian. Sepertinya ayahnya sedang berpesta dengan istri keduanya, biarlah itu haknya dan biarlah yura mengakui jika hidupnya akan terus berjalan kedepan bersama waktu.

Lampu sudah mati, bunyi jangkrik masih saja terdengar dari luar kamarnya, sayup-sayup ia juga mendengar suara kendaraan yang masih ada dihampir setengah malam ini. Sepertinya jam sudah menunjukkan setengah sebelas malam. Matanya sudah sangat mengantuk, ia tarik selimut dalam-dalam, sedalam kebutaannya terhadap dunia.

Dengan wajah tersenyum kecil ia berdoa, dan ingin bertemu dengan ibu atau cowok yang ia dambakan sendiri. matanya mulai terlelap perlahan, sayup-sayup tubuhnya pun tertidur di balik kunang-kunang yang hinggap di kaca jendela. Yura begitu kelelahan, ingatannya perlahan hilang menuju alam mimpi, sampai-sampai ada yang menyapanya, tubuh itu langsung mendekap yura dari belakang begitu eratnya.

"Eh!" yura kaget, ia gak sadar jika ini sudah alam mimpinya.

"Uh harumnya tubuhmu ini, Yur!" 

"Eh siapa kamu!" Yura mendesak melepas pelukan cowok itu, lalu memutarkan badannya, sebelum ia putar ia teringat harum tubuh itu sama, sangat sama dengan yang ia cium di bangku taman sore tadi.

"Hmmm apa itu kamu?"

"Betul! Yakin mau gak mau aku peluk lagi?" cowok itu menggoda yura dengan rayuan mautnya.

"Tampan!" yura paham ia bisa melihat di alam ini, sungguh keberuntungan seperti apa yang ia dapati saat ini.

"Ini nyata atau mimpi?" tanya yura heran.

"Hmmm menurutmu?" Mata itu memandang lekat mata yura dan semakin memeluk tubuh yura agar gak terlepas darinya.

"Gak apa-apa kan aku memelukmu begini Yur?" yura gak bisa menjawab, ia hanya merasa canggung sekaligus nyaman dengan pelukan cowok ini.

"Tau darimana namaku?" yura sedikit curiga.

"Tau dari ibu kandungmu!" jawab cowok itu tegas dan lugas gak bertele-tele.

"Kok tau ibuku? Apa kalian saling mengenal? Aku benar-benar gak paham loh!" yura bertanya lagi, sambil menikmati pelukan itu yang terasa damai di dalam jiwanya.

"Panjang ceritanya, toh nanti bakal aku ceritakan, tapi untuk sekarang biarkan aku perkenalkan namaku ke kamu!" cowok itu melepas pelukannya, yang membuat yura langsung murung wajahnya.

"Kanta!" ia perkenalkan dengan sorot mata tajam dan senyum yang merekah dari balik dinding hatinya.

"Hmmmm tampannya," yura hanya bisa terkagum-kagum, belum sempat yura membalasnya, ia lagi-lagi memeluk tubuh yura erat dan gak melepasnya sepanjang hari.

"Ibumu mempercayakan dirimu kepadaku, Yur. Dan aku sudah berjanji bakal membuatmu bahagia, sampai kapanpun itu," mendengar itu yura hanya diam, sorot matanya tertuju ke wajahnya yang benar-benar tampan. Dan harum tubuhnya yang menyengat di dalam hidung yura.

Yura masih gak paham jika ia sedang bermimpi, doa ibunya benar-benar menjadi kenyataan. Cowok bernama kanta tiba-tiba datang memeluk tubuhnya dan dia langsung tenag di dalam pelukan itu.

Hatinya gak ingin jauh dari kanta. Ia tak terpejam sedikitpun, sedangkan tubuh mereka berdua lengket seperti perangko, kanta butuh waktu untuk menjelaskan semua ini. Biarlah yura menerimanya, dan ia akan ceritakan semuanya secara jelas nanti. 

Setidaknya Kanta sudah dapat mengunci hati yura meski sejengkal. Ketenangan itu harganya mahal, dan yura sudah dapat merasakan ketenangan itu darinya. Meski hanya lewat pelukan manja seperti ini. 

"Kamu beneran bakal membuatku bahagia kan?" Yura tiba-tiba bersuara.

"Aku gak bakal berjanji dengan kata-kata, tapi dengan tindakan, kamu percaya kan?" kanta mengelus kening yura yang terasa dingin dan halus ini.

"Hanya di alam mimpi aku bisa melihat wajahmu, di alam nyata bakal gak bisa," yura menekuk lekat dagunya sampai menyentuh dada kanta yang jenjang.

"Kita akan lalui semua ini, aku juga gak bisa merangkulmu di dunia nyata, hanya bisa melihatmu saja, sama kan?" yura masih gak paham, sebelum pikiran itu terjun bebas. Mata yura terlepas dipelukan kanta dengan manja dikelilingi bunga-bunga mawar yang tumbuh subur di sekitarnya.