Try new experience
with our app

INSTALL

Tuhan Kau Cinta 

Ratapan Sedihmu = Alunan Lagu Untuk Namamu

  Beberapa hari ini di kantor, aku melihatmu sudah nampak kembali seperti biasa. Seperti aku mengenalmu dulu. Koridor kantor sudah ramai oleh pekikan suaramu yang melengking. Tawamu yang menggelegar. Tetapi aku pun tahu, jika lelaki itu datang ke kantor kita, engkau kini berusaha menghindar. Aku pun pernah tidak sengaja melihat, nomor kontak lelaki itu pun kau hapus dari simpanan nomor teleponmu. Aku tidak menganggapmu jahat. Tapi aku memahami, mungkin kau tak kuasa menahan sakit. Jika itu bisa membuatmu bahagia, maka lakukanlah. Jangan sampai air matamu itu menganggu aku melihat wajahmu yang ceria. 


  Tapi malam ini aku kaget bahwa lelaki itu di tempat yang sama dengan acara meeting kantor kita. Kalau lelaki itu sendiri, aku tak masalah. Tetapi lelaki itu bersama dengan perempuan pilihannya. Aku hanya khawatir engkau tak kuasa melihat ini. Beberapa kali aku coba yakinkan bos kita untuk berpindah tempat. Aku bilang di sini dulunya bekas kuburan Belanda lah, banyak tikusnya lah, terkadang pengamennya suka maksa pakai celurit. Berbagai alasan aku cari dan kemukakan agar kamu tidak usah melihat pemandangan yang kamu dan hatimu pasti tak ingikan.

 
  Tetapi ternyata aku gagal. Bos menganggapku gila. Kafe ini adalah kafe langganan meeting kita. Kita ini sudah jadi member. Bagaimana mungkin di sini bekas kuburan Belanda, banyak tikusnya, pengamen maksa pakai celurit. Aku tertegun. Aku lupa. Saking aku ingin membela perasaanmu, aku jadi orang bodoh. Dan akhirnya kamu datang ke tempat meeting itu. Dan kamu melihat kejadian itu. Kamu melihat lelaki yang kamu cintai itu tengah duduk berdua dengan perempuan pilihan hati lelaki tersebut. 


  Aku tahu batinmu tersiksa. Selama meeting pikiran mu entah berada ke mana. Jika engkau diizinkan untuk pergi, aku tahu engkau pasti akan berlari ke toilet. Engkau akan menangis sejadi-jadinya di sana. Aku tahu lelaki itu begitu berharga untukmu. Karena aku juga tahu kabar bahwa lelaki itu adalah lelaki cinta pertamamu di kota besar ini. Engkau memang menaruh hati padanya sejak awal. Hingga lelaki itu dekat denganmu dan menjadi bagian dalam hidupmu. Apa-apa semua engkau gantungkan kepada lelaki itu. Termasuk soal mengganti kompor gas di rumahmu. 


  Kamu bahkan tidak mau diantar pulang jika bukan diantar oleh lelaki itu. Semua kursi mobil teman-teman kantor lelakimu kamu anggap “haram” untuk diduduki. Apalagi kursi motorku. Mungkin termasuk bagian najis dengan tingkatan yang paling tinggi. Bukan, bukan maksudku menganggapmu perempuan matre tetapi maksudku kamu tidak mau sembarang pulang dengan seorang lelaki. 


  Meeting pun selesai. Aku menangkap wajahmu sedikit memperhatikan lelaki yang kau cintai itu. Engkau dan aku sama-sama menangkap lelaki itu tengah bercanda tawa bersama dengan perempuan pilihannya. Engkau pun memalingkan kembali pandanganmu. Dan kini langkahmu begitu cepat menuju pintu keluar. Aku terdiam. Aku tidak berusaha mengejar langkahmu. Bukan, bukan aku tidak peduli padamu. Tapi aku tahu pasti kamu tidak mau diajak pulang bersama olehku. Kecuali itu datang dari permintaanmu sendiri. Itupun karena memang engkau butuh bantuan dari aku. Seperti tempo lalu, ketika kamu minta diantar ke laundry karena kamu harus membawa cucian yang banyak dan menumpuk. Atau ketika kamu memintaku untuk datang ke rumahmu karena kamu memesan paket dengan barang yang berat. Kamu memintaku untuk membawakannya ke lantai dua rumahmu. 


  Jika dipikir-pikir aku memang mulai dekat denganmu. Aku tidak tahu pasti, apakah kamu memang sudah menyadari kalau aku menaruh hati padamu atau tidak. Yang jelas, saat ini pikiranku kembali tentangmu dan hatimu. Aku bergegas menuju ke parkiran motorku dan melajukan motorku ke rumahmu. 


  Hujan mulai membahasi jalanan. Membuat aku sedikit memelankan motorku. Sampai akhirnya aku memasuki belokan rumahmu, namun aku terpaksa memberhentikan kendaraanku. Aku melihatmu sedang di atas balkon kamarmu. Aku tidak mungkin melanjutkan perjalananku ke tempat persembunyianku. Warung depan rumahmu. Aku menatapmu dengan ratapan kesedihan. Aku tahu engkau tengah melepaskan kesedihan. Persis seperti pertama kali aku melihatmu menangis karena lelaki idamanmu itu telah menjatuhkan hati kepada perempuan lain. 


  Aku tak kuasa melihatmu menangis. Aku bisa merasakan tangisanmu kali ini lebih pedih. Tangisanmu kali ini lebih dalam dan penuh isak. Dan kini air mataku yang terjatuh. Aku kepalkan tanganku. Aku pukul berkali-kali stang motorku. Bodoh. Aku bodoh. Membuatmu kembali menangis dan aku hanya bisa menatapmu dari jauh. Aku yang hanya berani di belakang. Aku yang sok-sokan ingin jadi pelindungmu dan pembahagiamu. Tetapi kamu sudah menangis untuk kedua kalinya di depan mataku. Aku mungkin telah gagal. Aku putar motorku. Aku tak kuasa melihat dan menerima semua ini. Saat aku memutar motorku, aku melihat Arusa sedang berteduh di sebuah kotak pos, di salah satu rumah tetanggamu. Dari matanya menatapku, Arusa seperti tahu akan semuanya. Arusa seperti menaruh harapan, aku orang yang dia andalkan untuk menghapus air matamu. Aku tersenyum kepada Arusa. Dan aku berbisik pelan kepada Arusa, “Aku terus meminta doamu, Arusa.” Motor pun kulajukan menuju ke rumahku.


  Kubuka pintu kamarku. Kunyalakan lampu. Kubuka jendela kamarku. Nampak air-air mengalir turun dan meninggalkan bercaknya dalam jendelaku. Aku tersenyum getir. Aku lalu berbalik. Aku mengambil gitar. Aku kembali mencoba menuliskan syair lagu. Terakhir, aku menuliskan dan menciptakan sebuah lagu saat kuliah dulu. Kucoba rangkai satu kata demi kata. Bukan, aku bukan sedang ingin menuangkan kesedihanmu dalam laguku ini. Aku ingin menceritakan kamu. Perempuan yang aku banggakan. Perempuan yang selalu aku kagumi. Meski aku tahu, kini kamu dan hatimu sedang terluka. Mungkin saat ini kamu masih menangis di balkon kamarmu. Atau mungkin tempatnya sudah berpindah. Kini, sprei bantal dan sprei kasur menjadi korban kebasahan oleh air matamu. Maafkan aku. Maafkan. Tetapi aku berjanji semoga lagu ini suatu saat bisa membuat namamu terkenal. Membuat orang tahu tentang dirimu. Aku ingin mengenalkanmu kepada dunia bahwa ada perempuan seperti kamu. Sabar. Air mata itu akan berganti dengan tawa bahagia. Insya Allah.