Try new experience
with our app

INSTALL

Menjadi Manusia Dewasa  

Pencarian Jati Diriku

Menjadi siswi di salah satu SMA favorit tentunya menjadi impian setiap siswa-siswi di SMP. Seperti aku yang selalu bercita-cita bersekolah disini. Lingkungan sekolah yang sejuk, fasilitas yang lengkap. Guru guru yang sudah berpengalaman, dengan jam terbang mengajar yang cukup tinggi. 

 Duduk dikelas satu sma berseragam putih abu abu, aku lebih semangat belajar, juga berorganisasi. Rasanya aku tak kenal lelah dengan semua kegiatan sekolah dan kewajibanku di rumah, sebelum dan sepulang sekolah, aku menuntaskan kewajibanku membantu ibu, mencuci piring dan membereskan rumah. Itu sudah menjadi komitmenku dengan ibu, ibuku tidak segan menegurku dengan keras kalo aku blm menunaikan tugasku ini. 

 Kali ini ibu dan ayahku menjadi lebih tegas mendidikku. Mungkin karena aku sudah menginjak usia dewasa. Beliau menerapkan beberapa aturan yang cukup ketat, seperti misalnya tidak diperbolehkan menerima telepon dari teman laki-laki dimalam hari, atau melarangku keluar rumah selepas magrib, kecuali untuk acara sekolah. 

 Awalnya aku biasa saja dengan aturan aturan protokoler ayah dan ibuku, tapi lama kelamaan, ada juga konflik dan gesekan antara orang tua dan anak, antara aku dan orang tuaku. Entah karena jiwa mudaku yang bergejolak, atau karena adik adiku sudah mulai besar dan menunjukan sifat kekanak kanakan yang ingin selalu menang sendiri. Belakangan ini aku sering merasa perlakuan yang diskriminatif dari orang tuaku, setiap kali aku berselisih faham dengan adik-adikku, selalu aku yang disalahkan. Dan diminta untuk terus mengalah, apapun problemnya, penyelesaiaannnya yaaa aku harus ngalah. 

 Pernah juga terjadi, emosiku memuncak, amarah yang tak tertahan, karena selalu disalahkan, dilarang ini itu, harus begini dan begitu. Aku menjadi bahan ejekan teman-temanku sekelas, karena tidak pernah ikut hang out bersama mereka, atau selalu diatur harus pulang jam berapa ketika bermain bersama mereka. 

 Pertarunganpun terjadi didalam batinku, antara bisikan syeitan yang menyuruhku jangan diam saja, lawanlah orang tuamu, kamu terdzolimi, ayolaah supaya orangtuamu tersadar lawanlah!!, terus menerus dengan gigihnya syeitan menggodaku, seolah olah orang tuaku tidak sayang padaku, hanya sayang pada si kembar saja, orangtuaku juga dengan sengaja menghalangi kreatifitas dan kebahagiaan masa mudaku. Aku mulai goyah! Akal sehat dan hati nuraniku mulai kalah. Hati nuraniku yang berbisik kalo tidak ada satupun nasehat atau larangan orang tua yang akan menjerumuskan anaknya, akhirnya kalah. Aku lebih memilih bisikan syeitan untuk melawan orang tuaku. Dengan cara pergi meninggalkan rumah, untuk kedua kalinya aku meninggalkan rumah. Keduaduanya karena sebab yang sama. “ merasa tidak dihargai”.  

 Bedanya, dulu terjadi sewaktu keadaan orang tuaku yang terpuruk, kali ini terjadi dlm kondisi keluargaku yang stabil. Tempat yang ditujupun berbeda, kalo dulu aku pergi ke rumah nenekku diluar kota. Kali ini aku pergi ke rumah sahabatku sewaktu smp. Almira,,, aku pergi ke rumah almira. ponselku berdering puluhan kali dari ayah dan ibuku, sama sekali tak kuhiraukan. Terutama ibuku yang tak putus asa terus menerus menelponku. Sampai pada dering terakhir, tak ada lagi suara telpon berdering, hanya ada pesan singkat di layar hpku. “ Geugeu sayang anak ibu, dimanapun kamu berada semoga kamu dalam lindungan Allah swt. Ketahuilah nak, tak ada satupun tempat yang indah dan menerimamu apa adanya selain rumahmu. Pulanglah.... kamu bisa saja pergi kemanapun kau suka, ke rumah teman atau sahabat, kerumah saudara atau kerabat, tapi percayalah mereka akan menerimamu tidak lebih dari 3 hari saja. jernihkan hati dan fikiranmu nak, ibu dan ayah menunggumu di rumah “. 

 Pesan singkat ini seperti membangunkanku dari mimpi buruk. Aku merasa sangat bodoh dan egois. Benar kata ibuku, sebaik-baiknya tempatku pulang adalah rumahku. Seisi rumah yang menyayangiku, menerimaku apa adanya. Kalo seisi rumah mau menerimaku apa adanya, kenapa aku tidak?. Kenapa aku tidak berusaha menilai semua kejadian dari sudut pandang yang positif. 

Besok pagi aku putuskan untuk pulang kerumah. 

 Sesampainya dirumah, aku memeluk ibuku memohon maaf atas khilafku yang telah meragukan cinta dan kasih sayangnya. Aku juga mohon maaf pada ayahku, menurutku tidak semua orangtua sambung selalu jahat seperti di cerita sinetron, realitanya adalah aku punya ayah sambung yang sangat baik. “ jangan diulang lagi yang seperti ini” begitu ucap ayahku. Begitulah Allah menganugrahkan kehidupanku yang istimewa ini. Selalu ada kejadian yang membuat cara pandangku semakin baik. 

 Menginjak kelas 2 SMA aku menjadi lebih sibuk lagi, sealain karena sudah penjurusan, juga tugas sekolah yang semakin seabreg. Aku masuk jurusan IPA. Dikelas dua ini, aku punya dua sahabat, namanya Rosmaya dan Putri Jenifer. Keduanya berpenampilan beda tapi berkarakter hampir sama. Rosmaya sudah berhijab sedangkan Jeni masih setia dengan rambutnya yang terurai panjang. 

 Rosmaya berwajah manis dengan kulit yang eksotik, sedangkan Jeni bermata biru dengan kulit putih persih seperti arti- artis sinetron. Keduanya sama sama tomboy tapi mengasyikan. O iya, hampir lupa, aku satu sekolah lagi dengan Ikbal dan Yuli sahabatku sewaktu SMP. Hubungan kami masih tetap hangat dan akrab. Kami masih sering berpapasan di kantin, nongkrong sama-sama juga, atau sekedar minum jus sebelum sholat dzuhur sama sama. 

 Masa-masa SMA ini, aku tidak berminat untuk urusan percintaan seperti yang terjadi pada anak anak SMA pada umumnya, aku hanya fokus belajar, belajar dan berorganisasi saja. Aku sudah merasa cukup dengan romansa cinta pertamaku dengan Rio semasa SMP, tak ada komitmen yang terucap, tapi entahlah hatiku selalu terpaut dengannya. 

 Bukan berarti ga ada yang naksir juga siih. Ada Fauzan atau Rafli yang bersaing untuk mendapatkan perhatianku, ada juga Aris anak IPS yang dengan yakin menyatakan rasa suka kepadaku, atau Doni temen sekelasku, sahabatku yang memendam rasa cintanya padaku. Aku kaget juga sih, ketika aku kuliah semester 4, terus Doni mengungkapkan perasaannya bahwa dia naksir aku dari sejak sma dulu. Amazing yah!. 

 Aku hanya selalu berharap akan dipertemukan lagi dengan my hero sewaktu di SD dan SMP. Terkadang aku merasa harapanku sia sia, apalagi ketika liburan sekolah sudah tiba, aku selalu penuh harap Rio akan pulang. Tapi Rio tidak pernah pulang, atau sekedar memberi kabarpun tidak. Sering aku tepiskan harapan pertemuan dengan Rio, apakah mungkin Rio masih menyimpan rasa untukku? 

 Waktu berlalu begitu cepat, bulan demi bulan, sampai berganti tahun. Aku sudah duduk di kelas 3 IPA 4. Kegiatan keorganisasian sudah harus dikurangi, aku hanya fokus belajar, try out dan mengerjakan contoh contoh soal secara mandiri. Teman-temanku yang lain ada yang mengikuti bimbel atau bimbingan belajar. Disemester ini juga akan menjadi penentu apakah aku layak atau tidak masuk ke ptn dengan jalur SNMPTN, kenapa begitu? Karena salah satu syaratnya nilaiku dari semester satu sampai semester lima harus meningkat. 

 Tak terasa kelas tiga semester dua sudah sampai dipenghujung waktu belajar, ujian akhir sudah hampir mendekat . Aku sering belajar brsama di rumahku atau di rumah jeni. Kebetulan rumah jeni berjarak tidak terlalu jauh dari rumahku. Lain dengan Rosmaya yang rumahnya berjarak hampir 10 km dari rumahku. Selain itu kebetulan di rumah Jeni sedang ada abangnya, bang Attar namanya, dia seorang sarjana ilmu pertanian dari salah satu perguruan tinggi ternama dikota Bogor, kata Jeni sekarang bang Attar sedang menempuh jenjang masternya masih di perguruan tinggi yang sama. Jadi kami bertiga sering dibimbing oleh beliau, hitung- hitung bimbel gratis haha.. 

 Jeni tinggal dikota ini bersama neneknya, karena ayah dan ibunya bekerja diluar negri. Mereka 2 bersaudara, selisih usia jeni dan bang attar cukup jauh sekitar 8 tahun. Jeni juga sering menginap dirumahku, kalo belajar bersama. 

 Kami sangat dekat dan sudah seperti saudara, aku menganggap bang Attar adalah kakaku, begitu juga dengan Jeni yang menganggap ayah dan ibuku adalah orangtuanya. Aku, Rosmaya dan Jeni, sama seperti aku Almira dan Yuli. Selalu bersama, dan saling melengkapi. Lain halnya antara aku jeni dan bang attar sering berdiskusi berbagai topik, bisa tentang pelajaran atau tentang rencana masa depan, akan kuliah dimana, jurusan apa atau ada rencana bekerja . Bang attar orang yang sangat humble. Aku bisa bercerita apa saja kepada dia. Termasuk ketika aku bingung menentukan perguruan tinggi mana yang akan aku pilih, saat aku diterima di dua perguruan tinggi negri yang berbeda. 

 Bang attar juga yang menumbuhkan kepercayaan diriku saat aku disindir beberapa gelintir orang ketika aku diterima di poltekes negri, mereka meragukan kemampuanku, mengatakan aku KKN lah atau apalah. Karena di Poltekes negri itu banyak teman teman kuliah ayahku. “ Ai, kamu ga usah isi fikiran kamu dengan hal hal negatif, buat apa coba? Setiap orang bebas memberikan komentar apapun tentang diri kita, biarkan saja” begitu bang Attar memotivasi aku. “ iya bang, aku sih sedih aja, apa hubungannya aku diterima di Poltekes sama teman teman ayahku yang menjadi dosen di sana, mereka bilang aku masuk ke Poltekes karena lisensi dari mereka” jelasku. “ haha..udah jangan dipikirin, zaman sekarang mana ada titip menitip, dosennya juga takut kali.. gimana udah istikharah? mana yang kamu pilih?”. “ udah bang, alhamdulillah..aku pilih universitas yang dibandung”” jawabku dengan penuh keyakinan. “ apapun pilihan kamu, lakukan yang terbaik”. Itulah obrolan terakhirku dengan bang Attar. Sebelum akhirnya bang Attar kembali ke Bogor.