Contents
Stupid Mistake
Kisah yang Sama
Bel masuk berbunyi. Tugas Dara yang tadi salah sudah di perbaiki oleh Gio. Gio membangunkan Dara. “Sayang... ayo bangun, udah bel. Waktunya masuk kelas.” ucap Gio sambil mengelus pipi gue
“Iya, lima menit lagi, Sayang.” ucap gue sambil memegang tangan Gio yang sedang mengelus pipi gue
“Yah, kalo udah begini bukan malah bangun, tapi tidur lagi. Karena keenakan megang-megang tangan aku.”
“Inget lho, abis ini mata pelajaran Pak Syahrul yang killer itu.”
“Ah, ini alasan paling enggak enak buat melek.” gumam gue
“Aku pengen pulang aja deh, ngantuk.”
“Ih, suka aneh deh kamu. Yaudah, ini kan jam pelajaran terakhir tanggung.”
“Ah, yaudah iya. Kamu jalan duluan deh.”
Saat Gio beranjak dari tempat duduk dan melangkah pergi. Gio bertanya “Nanti pulang sekolah, ikut aku ke rumah ya. Aku mau nunjukin sesuatu sama kamu.”
“Eh, Gio. Lo ngomong sama gue ? Emang gue cowok apaan di ajak-ajak ke rumah ?” ucap salah satu cowok yang setengah-setengah gitu deh.
Gio sangat tercengang mendengar suara itu. Saat dia menoleh ”Kok elo ? Mana Andara ?”
“Tuh, Andara masih tidur disana.” ucap cowok itu sambil nunjuk ke arah Andara
Gio hanya geleng-geleng melihat kelakuan pacarnya itu. Lalu Gio menghampiri Andara dan melakukan cara seperti biasa untuk membangunkan Andara yaitu dengan memencet hidungnya. “Emmhhh... emhhhh... tolong enggak bisa napas...”
“Kenapa ? Kehabisan oksigen ?”
“Eh, kamu.” ucap gue nyengir kuda
“Mau ke kelas sekarang atau jangan ngomong lagi sama aku.”
“Iyaa.. iya.. ayo ke kelas.” ucap gue sambil berdiri dan menuju kelas bersama Gio
Mata pelajaran terakhir ini membuat energi gue habis untuk berpikir. Bikin jenuh, pusing dan rasanya pengen pulang terus tidur. Seketika, gue baru inget kalau pas gue tidur di perpus tadi Gio ngelus-ngelus pipi gue.
“Gi...” panggil gue dengan berbisik manja
“Hmm...”
“Tadi yang ngelus pipi aku pas aku tidur di perpus, kamu ya ?” tanya gue
“Dara, nanya pertanyaan yang waktunya enggak pas buat jawab.” gumam Gio
Karena, Gio tidak menjawab, gue colek-colek tangan dia. “Sayang, jawab dong.”
“Andara, jangan sekarang. Pulang sekolah aja ya. Aku jawab dirumah aku.”
Gue hanya mengangguk dan menuruti Gio. Bel pulang sekolah pun tiba. Gio angsung menarik tangan gue untuk pulang bersamanya. Gio mengajak gue ke rumahnya. “Tunggu.” gue menghentikan langkah Gio
“Kenapa, Sayang ?” tanya Gio
“Aku enggak enak ke rumah kamu. Mama kamu kan enggak suka sama aku.”
“Tenang aja sayang, di rumah cuma ada Kak Revan aja. Mama sama papa aku lagi ke London, ngurus bisnisnya disana.”
Gue mengangguk senang. Sesampainya di rumah Gio. Gio langsung mengajak gue ke masuk ke rumahnya. “Kak, gue pulang.” ucap Gio kepada kakaknya yang sedang menonton tv
Kakaknya hanya menoleh dan tersenyum. “Jangan ditarik-tarik. Kasian. Perlakukan dia dengan baik.”
“Oke kak. Kalo cari gue, gue di balkon ya.”
“Bi, tolong buatin minum untuk Gio sama Andara ya. Sekalian cemilannya juga. Makasih, Bi.”
“Iya, Den. Nanti bibi anter ke atas.”
“Oke, Bi. Makasih.”
Kemudian, Gio mengajak gue untuk naik ke lantai dua, untuk sampai ke balkon harus masuk lewat kamar gio. Ini kali kelima Gio membawa gue ke rumahnya. “Kenapa ? Kok berhenti ?”
“Aku cape. Dari awal sampai rumah kamu, aku diajak lari-lari.”
“Kalau kamu cape, nanti kamu istirahat di kamar aku.”
“Hah! Kamar ? Katanya mau ke balkon, kok ke kamar ?” tanya gue panik
“Lho, kan kalo mau ke balkon harus lewat kamar aku dulu, kamu lupa ya ?”
“Hehehe... Oh iya.” ucap gue tersenyum
“Kamu kenapa sih ? Lagi mikir apa hayo ? Lagian biasanya juga kita kan main game di kamar aku, biasanya kamu juga suka tidur siang di kamar aku, kalau kamu cape. Malemnya baru aku anter kamu pulang. Udah, ayo dikit lagi. Itu kamar aku udah keliatan.”
Dengan menarik napas panjang gue melanjutkan untuk menaiki beberapa anak tangga lagi. Sesampainya di kamar Gio, dia langsung menyuruh gue duduk di ranjangnya. Kemudian, Gio melepaskan tas gue dan berlutut untuk melepaskan sepatu gue. Saat Gio sedang melepaskan sepatu gue, gue kembali bertanya pertanyaan yang tadi belum sempat Gio jawab. “Sayang, enggak usah. Biar aku buka sendiri aja.”
“Udah, enggak apa-apa. Kamu kan ratu di rumah aku. Jadi, aku harus melayani kamu dengan baik.”
“Sweet banget sih. (gue sambil mencubit kedua pipi Gio) Eh, iya pertanyaan yang tadi jawabannya apa ? Siapa yang ngelus pipi aku waktu aku tidur di perpus ? Kamu kan ? Hayoo...”
“Tuh kan, enggak mau jawab. Diem lagi.”
“Sebenernya yang ngelus pipi kamu itu....”
Gue mendekat ke arah wajahnya, karena suara Gio mendadak kecil dan... “Siapa ?”
“Sini lebih deket. Yang melakukan itu sebenarnya A....”
Gue semakin dekat dengan wajah Gio dan enggak sengaja, Gio setengah berdiri dan mencium kening gue. “Gio! Kebiasaan deh.”
“Peace. Abis kamu bawel sih. Mau lagi ?” tanya Gio
“Enggak mau, kamu bau.”
Saat gue dan Gio sedang bercanda dan saat momen kita saling bertatapan. Dimana gue masih duduk di ranjang dan Gio hanya setengah berdiri. Tiba-tiba, Bibi masuk. Lagi-lagi gue melupakan bahwa Gio belum menjawab pertanyaan gue. “Den Gio ini...” seketika langkah Bibi berhenti
Gue dan Gio secara bersamaan langsung menatap Bibi. “Ma... ma... af, Den. Bibi salah waktu ya.”
“Eh, enggak apa-apa, Bi. Lagian kita lagi bercanda kok. Sini, Bi masuk aja.”
“Bi, masih inget Dara kan ?” tanya gue
“Ini Non Dara yang dulu pernah kesini kan. Bukannya kemarin udah putus ? Tau enggak Non, Den Gio tuh, galau banget waktu putus sama Non. Den Gio enggak mau makan, terus kamarnya selalu berantakan. Wah, bener-bener enggak teratur deh Non hidupnya saat itu.”
“Mmmhhh, sampai sebegitunya ya, Bi ?” ucap gue sambil menunduk dan tersenyum
“Yasudah, Den, Non. Bibi permisi balik ke dapur lagi ya. Dilanjut lagi hehehe”
“Bibi, makasih lho, udah buat aku malu di depan Dara. Gio sayang Bibi.” ucap Gio sambil memeluk asisten rumah tangganya itu.
“Seriously ?” tanya gue
“What ? Kamu percaya sama bibi ?”
“Kasih aku alasan untuk enggak percaya ?” ucap gue tersenyum
“Dara...!!! Kenapa sih senyum-senyum terus. Awas ya, seneng banget ngetawain aku.” ucap Gio sambil mendekat ke tempatku duduk di depan ranjang Gio dan menjahiliku
Di luar kamar Gio, terdapat ruangan luas untuk bersantai semacam ruang tv yang nyaman dan klasik tapi elegan. Dulu waktu kami masih bersama, Gio sering mengajakku untuk menonton film yang kami suka. Di tempat itulah saksi bisu kebersamaan antara Gio dan gue pernah terjadi. “Dara....!!! Curang ya!” Gio mengejarku sampai ke ruangan luas itu.
Kemudian, tidak sengaja aku tersandung karpet dan.... “Aduuhhh...!!” gue merintih kesakitan karena kening gue terbentur meja yang berada tepat di depan gue
“Dara, kamu enggak apa-apa ? Coba sini aku lihat.” tanya Gio sambil mengangkat dagu gue dan mendekatkannya ke depan pandangannya.
“Ah, perasaan ini, jantung ini, yang gue rasain dulu, persis dengan kejadian yang sama. Dara, lo enggak boleh tergoda.” gumam gue sambil menutup satu mata gue yang enggak kuat lama-lama kalau di pandangin Gio.
“Hei, are you okay ? Please, open your eyes, Honey.”
“I’m okay, Honey.” ucapku sambil tersenyum dan mecubit kedua pipi Gio
“Ih, tuh kan bener. Ini cuma akting, biar sengaja aku lihatin.”
“Ih, tapi beneran sakit tau, serius ini (sambil menunjuk kening yang sakit).”
“Mana sih, coba sini liat. (Gio mengecup kening gue).”
“Ih, dasar tukang modus!” ucap gue sambil mencubit perutnya
“Sakit tau!”
“Biarin aja.”
“Udah ah, sini duduk manis, kita nonton film favorit kita kaya dulu. Aku play dulu ya filmnya.”
“Iya sayang.”
Gue dan Gio duduk bersama menikmati film favorit kita seperti dulu. Aku duduk bersandar di dada Gio dan tangan Gio melingkar di pundakku. Sejujurnya bersandar di dada Gio adalah tempat ternyaman, ketika hati enggak tenang. Apapun yang menyulitkan hari ini semuanya terasa sangat indah. Enggak disangka gue tertidur di dada Gio.
***
“Sayang, liat deh. Itu kan scene favorit kita.”
“Sayang, kamu dengar aku enggak ?”
Kemudian, Gio melihat ke arahku dan “Pantesan enggak jawab. Kebiasaannya enggak berubah selalu ketiduran setiap nonton.”
Akhirnya, Gio menggendong Dara ke kamarnya.
“Setelah sekian lama kita pisah. Aku rindu saat-saat seperti ini. Bercanda, tertawa, nonton film bareng, menggendong kamu ke kamar aku dan memandangimu selagi kamu terlelap. Bahkan mungkin kamu enggak akan pernah tau, bahwa aku adalah pemuja rahasia kamu ketika kamu terlelap, karena ketika kamu terlelap, kamu adalah wanita paling cantik yang sangat-sangat menawan dalam lelapmu.” ucap Gio sambil memandangi Dara yang sedang tidur di sebelahnya.
“Selamat tidur sayang, semoga apa yang aku lakukan untuk kamu hari ini bisa sejenak melupakan ketakutan dan kegelisahan kamu akan masalah yang ada. Semoga aku adalah orang yang selalu hadir dalam lelapmu hingga..... ” ucapan Gio tak berlanjut dikarenakan ia tertidur sambil menggenggam tangan Dara.
Tak sadar Gio dan Dara tidur bersebelahan.
***