Try new experience
with our app

INSTALL

The Ocid 

2. The Conflict

Seiring dengan berjalannya waktu, kelurga Ocid mendapat beberapa cobaan yang cukup berat. Kakaknya yang paling tua dr. Abdullah, MBA tergoda mengikuti perlombaan pemilihan Walikota di Daerahnya. Dana dari keluarga dari Rumuh Sakit, klinik dan sekolah tersedot buat biaya kampanye. 

Waktu itu dirumah orang tuanya, dr. Abdullah, MBA kakaknya Ocid menjelaskan,” pak bu, saya diajak ikut dalam pemilihan Walikota tahun depan, dari partai biru, memang masih tahap pembicaraan awal, tapi dengan dukungan bapak dan ibu, kami percaya ini akan berjalan baik”, 

“memang kamu punya pengalaman di partai? kenal siapa saja di partai?”, tanya bapaknya Ocid

“mereka teman – teman saya waktu kuliah di kedokteran, kami sering bicara masalah – masalah yang terjadi di Daerah kami, kebetulan kita sama – sama satu daerah”, jawab dr. Abdullah, MBA, . 

“apa yang menjadi masalah? terutama di sana”, sepertinya bapak mau mentest anaknya.

“terutama di masalah kesehatan dan pendidikan, Alhamdullillah kita punya pengalaman di dua hal tersebut, kita punya rumah sakit, klinik dan sekolah, logikanya itu bisa jadi alat kampanye buat rakyat kita”, jelas dr. Abdullah, MBA

“saya lihat kamu kayaknya belum punya pengalaman di pemerintahan, ibu masih belum yakin kamu bisa memimpin di Daerah, pokoknya masih belum yakin”, ibunya menjelasakan

”kami belum memutuskan masalah tersebut bu, masalah tersebut masih berupa wacana di dalam partai”, jelas dr. Abdullah, MBA,

Akhirnya setelah berdiskusi dengan partai pendukung disepakati dr. Abdullah, MBA menjadi wakil walikota dengan pertimbangan masih muda, istilahnya belum punya jam terbang, nanti pemilihan berikutnya insya Allah. 

            Sebenarnya bukan itu saja masalah yang ada di keluarganya. Istrinya dr. Abdullah, MBA kakaknya ipar Ocid, mba Rina termakan bujuk rayu keluarganya untuk menyuruh mas Abdullah kakaknya Ocid, untuk meminta jatah warisan Rumah Sakit atau klinik, mungkin agar membuat keluarga dan keluarga besarnya lebih tenang. Terus terang hal ini akan membangkitkan konflik antara mas Abdullah dengan saudara lainnya, terutama kakaknya yang kedua, sementara orang tua hanya bisa mengelus dada, termasuk Ocid jadi ikut tambah bingung antara urusan dia di perusahaanya dengan masalah keluarganya. 

Dihadapan orang tuanya dr. Abdullah, MBA, menjelaskan,”pak bu, kalau bisa kita berbagi tugas di rumah sakit, klinik dan sekolahan, sebaiknya saya mendapatkan tugas mengelola rumah sakit, terus terang saya sangat menyukai di rumah sakit dan para anak buah, juga sebaliknya”, sehalus mungkin dia membicarakannya kepada orang tuanya.

Pak Abdurahman bapaknya Ocid berkata,” kamu sudah mengatakan berkali – kali, memangnya ada apa sebenarnya, jangan lupa bapak pernah menjadi polisi”.dia memang agak keras dalam mensikapinya.

Ibunya mengelus pundak bapaknya berusaha menenangkan situasi.

“tidak terjadi apa – apa pak, hanya ingin memastikan dan menjelaskan ke para anak buah dan keluarga dari Rina”, jelas dr. Abdullah, MBA,

Menjawab seperti itu telah membuka apa sebenarnya terjadi, rupanya keluarga istrinya yang memintanya untuk meminta “haknya” sebagai salah satu anak dan tertua dalam keluarga bapak Abdurahman.

Sebenarnya Ocid sudah tidak terlalu ambil pusing dengan urusan di Rumah Sakit, klinik, sekolahan dan usaha lain keluarganya, dia sekarang punya usaha sendiri, sebuah Perusahaan sendiri yaitu perusahaan kontraktor dan developer yang jadi besar dengan proyek – proyeknya hingga ia harus membuat beberapa perusahaan sebagai anak perusahaan dan semuanya sama sekali tidak diketahui keluarganya. Usahanyapun sudah menyebar kemana – mana.    

 

            Sementara orang tuanya akhirnya menyerah juga dengan keinginan anak – anaknya, karena belakangan kakaknya yang kedua dr. Aryati, MBA ikut – ikut meminta bagiannya dalam keluarga. Demikian juga adiknya dr. Jati, M.Kes meminta bagiannya sendiri, semuanya memikirkan ego mereka sendiri - sendiri, tanpa memikirkan orangtua sendiri yang melahirkan dan membesarkan mereka, Masya Allah. Ocidpun pernah bertanya kepada kakaknya yang kedua dan adiknya, 

“jangan ikut – ikut mas Abdullah, minta warisan, ingat orang tua, kasihan”, kata Ocid

Ocid berusaha menasehatkan kepada saudaranya, “bukan sekarang waktunya, warisan itu dibagikan nanti setelah kedua orang tuanya meninggal”, Masya Allah.

Kata kakaknya yang kedua, ”ini untuk melindungi asset – asset keluarga kita dari mba Rani dan kamupun juga harus meminta bagiannya, kita jangan sampai kalah sama keluarga mba Rani, lagian juga ini berbentuk hibah saja”.

Hah hibah sebuah rumah sakit?, kata Ocid bertanya

Ocid sebisa mungkin menasehati,” kita harus bersabar terhadap apa yang terjadi, belum tentu mas Abdullah serius terhadap apa yang diinginkan, mungkin dia lagi pusing mengingat akan ada pemilu dan dia persertanya, mungkin dia mau menginvestaris asset dia untuk persiapan kampanye”.

Ocidpun sebisa mungkin merendahkan amarah saudara yang lain, tapi mereka tetap ingin meminta bagiannya. Mungkin karena juga punya 'keluarga sendiri - sendiri'.

Ocid pun bertanya kepada kakaknya yang paling tua, dr. Abdullah, MBA dan dia  menjawab, “ ini hanya untuk memastikan tugas, wewenang dan tanggung jawab kita, lagian juga ini hanya berbentuk hibah”, bahasa – bahasa politis yang baru saja dia pelajari. Dia pengin Rumah Sakit jadi bagian dia, sementara klinik – klinik juga sekolah jadi bagian adik – adiknya. Klinik kan kecil tak seperti Rumah Sakit. 

 

            Mengingat akan ada pemilihan kepala daerah dimana kakaknya yang tertua jadi pesertanya maka bapak Ocid mengatakan, 

Insya Allah, setelah pilkada akan dibagi – bagi semua”, usahanya untuk menenangkan semuanya. Lupakan agama kalau setan sudah memasuki pikiran kita. Hanya Ocid yang tidak meminta bagiannya. 

Bapaknya Ocid bertanya,”kamu minta bagian yang mana, kamu bukan orang berlatar belakang kesehatan dan juga dari pendidikan, jadi apa yang kamu minta”. Mereka mau samakan Ocid dengan saudara yang lainnya. 

Ocid menjawab,” bukan sekarang waktunya pak, warisan itu dibagikan setelah kedua orang tua meninggal”, hal yang sama yang dia katakan kepada saudara – saudaranya, sebenarnya malas dia berbicara seperti itu. 

Rencananya Rumah Sakit untuk kakaknya yang pertama, klinik – klinik untuk kakaknya yang nomor dua sekolahan untuk adiknya sedangkan untuk Ocid tanah seluas dua ribu meter, 

Masya Allah  kalau dia tidak dibukakan hatinya oleh Allah SWT dan tidak punya urusan di bisnis – bisnisnya yang dia kelola, mungkin dia akan ikut meminta jatah.

Alhamdullillah kakaknya menang di pilkada, dan menjadi wakil walikota di Daerahnya. Kakaknya yang keduapun menjadi anggota DPRD menggantikan temannya yang meninggal dunia (pergantian antar waktu/PAW), jadi agak mengobati rasa sakit atas peristiwa yang telah terjadi.