Try new experience
with our app

INSTALL

Master of Masters 

6. Nurani

Pak Fiksi terbelalak demi melihat senapan sedang diarahkan sniper ke arahnya.


 

"Merunduk ... semua merunduk!" pekik Pak Fiksi. Semua polisi merunduk. Kemudian Pak Sapta pergi dari para rekannya itu. Salah satu anggota Pak Fiksi bahunya terserempet peluru. Peluru yang seharusnya mengarah ke Pak Fiksi malah mengenai anggotanya karena Pak Fiksi merunduk.


 

Sadam Pamungkas merasa gagal. Ia mengulang menembak berkali-kali. Polisi-polisi berusaha membalasnya tembakannya dengan tembakan juga. Empat anggota akhirnya terkena tembak. Ada yang di bahu, ada yang di bahu depan dekat dada, ada yang di lengan atas, dan ada yang hanya terserempet bahu atasnya.


 

Pak Fiksi merasa sasaran sniper itu adalah dirinya karena dari tadi senapan selalu di arahkan kepada dirinya. Kelima anggotanya yang menjadi korban akibat ia merunduk sehingga peluru menyasar ke mereka. Pak Fiksi merunduk, tengkurap, lalu dengan posisi tiarap merangkak ke arah sniper itu. Sadam Pamungkas terus menembak ke arahnya, tapi selalu gagal.


 

"Sial, lincah sekali pergerakan polisi itu, padahal dia tidak memiliki kekuatan master!" gerutu Sadam Pamungkas.


 

Dengan susah payah Pak Fiksi berhasil mendekati tempat Sadam Pamungkas berada. Ia kemudian bersusah payah lagi untuk naik ke atas tempat itu di mana Sadam Pamungkas berada. Ia pun berhasil sampai di hadapan Sadam Pamungkas dan langsung membuat jatuh senjata canggihnya.


 

Kini Sadam Pamungkas dalam kondisi tangan kosong, tapi itu bukan masalah sama sekali untuknya, karena ia berkekuatan lebih dari manusia pada umumnya. Sadam Pamungkas menghadapi Pak Fiksi dengan ilmu bela diri.


 

∆∆∆


 

Sementara itu di sisi lain kawasan pantai itu, di saat yang sama.


 

Sebuah mobil berplat nomor empat empat enam satu melintas di jalan Macau. Mobil itu berhenti di jalan Macau di depan rumah nomor tiga belas. Bagus, Bagas dan dua anak buah yang lainnya turun dari mobil. Tidak lama selang lima menit datang mobil lainnya yang berhenti juga di depan rumah itu. Juan Sion dan dua anak buahnya turun dari mobil. Mereka bertemu di depan rumah itu. Mereka bersalaman. Setelah itu Bagus mempersilahkan Tuan Juan Sion dan dua anak buahnya masuk. Bagus, Bagas, satu anak buah Alexis, Juan Sion, Lakiluki, dan Danar masuk ke dalam rumah sedangkan satu lagi anak buah Alexis menunggu di luar rumah untuk berjaga.


 

∆∆∆


 

Sementara itu yang di taman kawasan pantai.


 

Sadam Pamungkas dengan kekuatan masternya dapat dengan mudah melumpuhkan Pak Fiksi. Ia pun sudah mengunci pergerakan Pak Fiksi dan bisa saja langsung membunuh Pak Fiksi. Akan tetapi tiba-tiba ia bergetar, ia tidak berani melakukan pembunuhan. Nuraninya menolak dengan keras hingga akhirnya ia melepaskan cengkraman mematikannya. Pak Fiksi pun terlepas dari kunciannya.


 

"Pergi!" seru Sadam Pamungkas kepada targetnya. Akan tetapi Pak Fiksi kembali melakukan perlawanan kepadanya.


 

Pertarungan antara Sadam Pamungkas dengan Pak Fiksi terjadi lagi. Kali ini semua senjata, belati hingga pistol kecil yang tersembunyi Pak Fiksi keluarkan, tapi dengan mudah ditepis Sadam Pamungkas. Sadam Pamungkas segera menjauhkan semua benda berbahaya itu sehingga tidak mungkin dijangkau lagi oleh Pak Fiksi. Sadam Pamungkas juga segera kembali melumpuhkan Pak Fiksi. Ia kembali memberikan cengkraman mematikan, tapi lagi-lagi ia lepaskan.


 

"Pergi!" seru Sadam. Pak Fiksi melawan lagi dan langsung dilumpuhkan Sadam Pamungkas lagi dan siap dibunuhnya lagi. "Aku bilang pergi!" seru Sadam lagi, kali ini dengan nada kesal.


 

"Aneh orang ini? Bukannya tadi ia ingin sekali membunuh aku?" heran Pak Fiksi dalam benaknya.


 

"Cepat pergi!" bentak Sadam Pamungkas. Pak Fiksi pergi dengan melangkah mundur karena sembari menatap Sadam terus dengan heran sampai beberapa langkah, baru setelah itu ia berbalik badan dan pergi. Sadam Pamungkas menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan terduduk di atas bangunan itu. Ia menumpahkan semua rasa karena yang terjadi sejak lama hingga saat ini. Pak Fiksi menoleh sejenak lalu benar-benar pergi.


 

"Kita pergi sepertinya pergerakan kita bocor! Segera bawa ke rumah sakit semua yang terluka!" perintah Pak Fiksi kepada para anggotanya.


 

∆∆∆


 

Sementara itu di kawasan yang sama, tapi di lokasi berbeda, di jalan Macau, rumah nomor tiga belas.


 

Bagus menyerahkan dua ransel. Lukilaki menerima dan memeriksa. Lukilaki mengangguk kepada Juan Sion. Juan Sion mengkode dengan menatap Danar dan sedikit menggerakkan kepalanya. Danar memberikan tas kepada Bagas. Bagas menerima dan melihat. Kemudian Bagas mengangguk kepada Bagus. Mereka saling tersenyum dan bersalaman.


 

∆∆∆


 

Sementara itu Sadam Pamungkas melangkah turun dari atas dengan gontai, bukan karena luka fisik bahkan ia sama sekali tidak terluka, tapi jiwa yang di dalam, yang sejak kecil sudah tertimpa ketidak adilan. Ia sendiri tidak sanggup melakukan yang keji demi membalas ketidak adilan yang pernah terjadi padanya. Ia berjalan tidak tentu arah. Ia lalu memutuskan berjalan ke arah pantai. Sampailah ia di pantai. Ia membaringkan tubuhnya begitu saja di tepinya. Ia merenungkan sikap bodohnya telah membebaskan polisi itu.


 

"Buat apa aku melakukan hal itu? Buat apa aku membebaskan polisi itu? Kenapa aku harus bergetar, kenapa aku tidak bisa melakukannya? Padahal memangnya mereka pernah memberikan diriku kesempatan? Kenapa aku ini? Bodoh! Bodoh!" heran ia dengan sikapnya sendiri.


 

"Mungkin kalau tertidur, lalu ombak akan membawaku, dan aku tidak akan merasakan yang tidak nyaman di dalam sini," pikir Sadam Pamungkas sembari menepuk-nepuk dadanya. Ia pun merasakan letih, mengantuk, dan tertidur di tengah jalan, di tepi pantai.


 

Pagi tiba, matahari mulai menyingsing. Sinar matahari yang menerpa Sadam membangunkannya dari lelapnya.


 

"Oh ombak kenapa kau tidak menggulungku?" tanya Sadam Pamungkas saat ia mendapati dirinya terbangun di tepi pantai. Ia pun segera bangkit dari posisinya berbaring untuk duduk. Setelah beberapa saat duduk menikmati matahari terbit ia pun berdiri.


 

Sadam Pamungkas melangkah ke arah taman lokasinya semalam. Ia teringat senjata canggih itu dan hendak memeriksa keberadaannya.


 

Sementara itu di taman kawasan pantai.


 

Maulana Husam bersama anak-anak jalanan sedang bermain bola. Sadam yang sedang berjalan ke tempat itu, berjalan dengan menundukkan kepala dan melamun.


 

"Kenapa hatiku tidak sanggup melakukannya? Kenapa? Kenapa? Itu artinya aku juga tidak bisa mendapatkan uang banyak dari Master Alexis!" benak Sadam Pamungkas terus menyesali keputusannya melepaskan Pak Fiksi.


 

Maulana Husam berjalan mundur-mundur dan sementara Sadam Pamungkas berjalan maju dengan menunduk dan melamun. Mereka berdua akhirnya bertabrakan. Mereka saling merasakan sama-sama memiliki energi master. Mereka lalu sama-sama merasa tertarik mencoba kekuatan satu sama lain.


 

"Aku ingin mencoba kekuatanmu, wahai manusia berkekuatan master!" ujar Maulana Husam dengan tersenyum ramah. Sadam Pamungkas juga tersenyum hingga terlupakan beban pikiran dan batinnya.


 

"Apa dealnya, Master?" tanya Sadam Pamungkas yang artinya ia juga menyambut keinginan Maulana Husam.


 

"Dealnya?" Maulana Husam berpikir sejenak. "Em ... bagaimana jika yang menang menjadi tuan bagi yang kalah dan yang kalah menjadi budak bagi yang menang, dan peraturannya silakan boleh memakai senjata apa pun?" tawar Maulana Husam kemudian.Sadam tersenyum karena sangat tertarik dengan kesepakatan itu. Pikirnya jika ia menang lawannya akan bisa ia manfaatkan untuk membantunya mencuri.


 

"Kesepakatan yang sangat menarik! Deal!" Sadam Pamungkas mengulurkan telapak tangan kanannya. Maulana Husam menjabat telapak tangan kanan Sadam Pamungkas. Mereka juga saling bertatapan dan tersenyum untuk beberapa saat.


 

"Anak-anak, kalian pergilah menjauh, yang jauh!" perintah Maulana Husam sembari melepaskan tangan Sadam Pamungkas.


 

"Baik, Paman!" seru anak-anak jalanan serempak. Semuanya anak jalanan segera menjauh dari area taman itu.


 

"Anak-anakmu?" tanya Sadam.


 

"Bukan, mereka anak-anak jalanan, tetapi sudah seperti anak-anakku!" terang Maulana Husam. Sadam merasa takjub dengan Maulana karena hal itu.


 

Maulana Husam dapat merasakan jika level kekuatan Sadam Pamungkas ada di atasnya sedikit, tapi ia tidak gentar. Sadam Pamungkas juga bisa merasakan jika level kekuatan Maulana Husam ada di bawahnya sedikit. Sadam dengan yakin pasti dia yang akan memenangkan dan akan mendapatkan budak seorang manusia berkekuatan master.