Contents
Master of Masters
1. Koran
Di halaman depan koran-koran terpampang berita tentang Alexis. Salah satu orang yang berkemampuan lebih dan ia yang terkuat. Master yang tertinggi levelnya. Ia adalah master para masters.
"Koran-koran ... koran-koran ... koran!" Tukang koran naik sepeda onthel menjual koran-koran itu pagi-pagi.
Dipagi hari, di dalam rumah kaleng. Di dalam rumah kecil, sempit, beratap rendah, yang terbuat dari kaleng-kaleng bekas, kardus-kardus, dan aneka barang bekas lainnya hiduplah seorang master juga yang levelnya rendah. Sadam Pamungkas sedang tidur di kasur lantai. Sebenarnya ia sudah bangun, tetapi ia enggan bangun, alias malas. Pemalas membuat levelnya rendah karena ia jarang berolahraga apalagi berlatih.
"Koran ... koran ... koran!" teriak tukang koran tanpa henti.
Sadam Pamungkas mendengar teriakan suara tukang koran langganannya itu. Seketika ia bangkit dan mengambil uang, siap-siap jika tukang koran itu menghapiri rumahnya yang artistik itu. Ia sudah berpesan kepada tukang koran itu untuk selalu mendatangi rumahnya, jangan sampai terlewat.
Tukang koran sudah dekat dengan rumah Sadam Pamungkas. Ia segera mengayuh onthelnya mendekati rumah kaleng itu. Sampai di depan rumah kaleng tukang koran itu turun dari onthelnya. Ia menggedor pintu rumah kaleng, karena ia tahu, Sadam Pamungkas biasanya masih tidur.
Di dalam rumah kaleng, Sadam berjalan agak menunduk, karena atapnya yang sangat rendah. Ia membukakan pintu untuk tukang koran langganannya itu. Sadam Pamungkas menerima korannya dan tukang koran menerima uangnya.
"Terima kasih!" ucap Sadam Pamungkas.
"Terima kasih!" ucap pedagang koran itu. Tukang koran naik kembali ke onthelnya dan mengayuh pergi.
Di depan rumahnya, Sadam Pamungkas langsung melihat halaman pertama. Sadam membaca judul halaman pertamanya.
"Alexis Manusia Dermawan Berkekuatan Master Terhebat di Dunia," baca Sadam Pamungkas dengan suai bibir. Sadam membuka halaman berikutnya ia membaca judulnya lagi dengan suai bibir lagi. "Pameran Berlian Terbesar Tahun Ini." Sadam Pamungkas tersenyum.
Sementara itu di tempat lain.
Di pagi hari, di sebuah taman yang tidak jauh dari pantai ada seorang master juga yang levelnya di bawah Sadam Pamungkas. Ia bukan pemalas tetapi memang tidak suka berlatih bela diri. Ia lebih suka memasak dan ia memang berprofesi sebagai seorang Chef. Maulana Husam bermain sepak bola dengan anak-anak jalanan di taman itu.
"Paman, nanti sepulang Paman kerja, Paman akan membawakan kita makanan apa?" tanya Lio salah satu di antara anak jalanan itu sambil bermain bola.
"Kalian mau makan apa?" tanya Maulana Husam. Semua anak jalanan itu berpikir sembari tetap bermain sepak bola.
"Terserah Paman saja, karena semua masakan Paman Maulana Husam enak-enak!" ujar Dito.
"Paman Maulana Husam chef yang hebat! Pasti restoran tempat Paman bekerja jadi ramai ya Paman?" tanya Rexa.
"Iya Alhamdulillah lumayan, Rexa!" jawab Maulana Husam. "Em ... anak-anak sepertinya sudah waktunya Paman siap-siap untuk bekerja! Ini ada sedikit uang buat kalian jajan! Ingat ya, jajannya harus yang sehat!" kata Maulana Husam.
"Iya, Paman! Iya, Paman!" seru gembira anak-anak jalanan bersahut-sahutan. "Terima kasih, Paman!" ucap mereka kemudian dengan bersahutan juga. Mereka segera salim pada Maulana Husam.
"Assalamualaikum!" ucap Maulana Husam.
"Waalaikumsalam!" jawab anak-anak bersahut-sahutan. Maulana Husam pergi.
Halaman rumah master para master.
Alexis dan adiknya Alisya sedang sarapan pagi di luar ruangan. Salah seorang anak buahnya datang menghampiri untuk memberinya koran-koran pagi ini.
"Apa beritanya?" tanya Alexis.
"Tentang Anda, Master Alexis!" jawab anak buahnya itu.
Alexis segera melihat halaman depan. Ia pun tersenyum senang. Ia pun membacanya, setelahnya ia pun terbahak-bahak.
"Hahahaha ... hahahaha, mereka semua tidak tahu saja, siapa aku! Citra seperti ini akan sangat bagus untuk membungkus bisnisku, agar tidak tampak! Ini bagus untuk kelancaran bisnis heroinku!" ujarnya.
Alisya ikut membaca korannya.
"Kita sudah keluar uang banyak, Kak, untuk citra seperti ini! Kak, aku ada ide, agar tidak setiap hari kita keluarkan uang buat orang lain, unfaedah, Kak! Hari ini kita bagi-bagi buku bekas saja, lagian perpustakaan kita sudah penuh!" kata Alisya.
"Kau benar, Alisya! Aku setuju denganmu, Alisya! Enak saja, uang yang aku dapatkan, keluar begitu saja, tanpa mereka melakukan sesuatu yang menguntungkan untukku!" kata Alexis.
"Em ... tapi ke mana ya, kita berkegiatan sosial hari ini?" tanya Alisya.
"Itu soal gampang, kamu siapkan saja buku-bukunya!" kata Alexis.
"Iya, setelah ini akan aku pilih-pilih buku-bukunya!" ujar Alisya.
Sementara itu di tempat yang lain lagi, di alam hijau. Di sebuah air terjun, sosok bengis sadis Samba Damara berlatih bela diri. Ia adalah salah satu master yang level kekuatannya lumayan tinggi.
Sementara itu, di tempat lain lagi, di sebuah kantor polisi. Andika Ardan sedang mempelajari denah gedung pameran berlian. Dia adalah salah satu orang yang berkekuatan master yang bekerja menjadi polisi. Level kekuatannya lumayan tinggi, tetapi masih di bawah Samba Damara.
"Besok pameran berlian terbesar kala ini! Aku yakin, Sadam Pamungkas akan datang!" kata Andika Ardan.
Sementara itu ....
Di dapur restoran Pantai di pagi hari menjelang siang semua koki dan pelayan sangat sibuk. Demikian pula dengan Maulana Husam. Ia sedang memasak lalu matang lalu taruh di piring. Masak lagi lalu matang lalu taruh di piring. Ia berteriak memanggil pelayan lalu pelayan datang untuk mengambil makanan yang sudah matang dan mengantarkannya ke pelanggan. Ia teriak lagi, pelayan datang lagi. Begitu seterusnya kegiatan Maulana Husam, meski ia memiliki kekuatan master. Kekuatan master itulah salah satu yang menjadikannya chef yang hebat.
"Soup Seafood Gingseng meja delapan! Soup Seafood Gingseng meja delapan!" serunya berulang tapi tidak ada yang datang. "Hm ... sepertinya semuanya super sibuk hari ini! Biar aku antarkan sendiri makanan ini!" Maulana Husam mengantarkan makanan.
Di meja makan restoran, di pagi menjelang siang.
Maulana Husam jalan menuju ke meja delapan. Di meja itu duduk dua pelanggan wanita. Pada saat itu tampak ada satu pelanggan pria yang duduk di meja sebelah meja delapan. Pria itu duduk membelakangi meja delapan. Pada saat Maulana sampai di meja delapan itu, smartphone pria itu berbunyi dan ia mengangkatnya.
"Iya halo!" kata pria itu.
"Permisi, Nona Nona! Silakan Soup Seafood Gingsengnya!" seru Maulana membuat kedua pelanggan wanita menoleh kepadanya lalu memberikannya senyuman.
"Saya sudah sampai di pantai! Batangan untuk transaksi sudah saya siapkan!" kata pria yang menelepon itu.
"Terima kasih!" ucap dua pelanggan wanita itu. Maulana hanya tersenyum menanggapi sembari memberikan soup pesanan mereka, karena ia sedang mendengarkan percakapan telepon pria itu. Ia merasa percakapan itu, percakapan yang sangat mencurigakan.
"Oke, kita bertemu nanti tengah malam, di taman dekat pantai!" ujar pria itu. Maulana yang merasa curiga semakin yakin dengan kecurigaannya.
"Ada pesanan lain, Nona Nona?" tanya Maulana.
"Tidak, terima kasih!" jawab salah satu pelanggan wanita.
Maulana melirik sekilas pria itu, lalu kembali ke dapur.
"Batangan kemungkinan maksudnya emas. Apa yang dibayar pakai emas?" benak Maulana Husam berpikir.
Sementara itu ....
Halaman rumah Alexis pagi menjelang siang.
Alexis sedang menutup teleponnya.
"Bagus, Bagas, aku sudah menghubungi Tuan Juan. Ia sudah di pantai. Nanti tengah malam di taman dekat pantai, jangan terlambat!" perintah Alexis.
"Baik, Tuan!" jawab Bagas.
"Jika demikian saya akan menyiapkan beberapa anak buah dan barangnya sekarang!" ujar Bagus lalu pergi. Bagas ikut bersama Bagus.
"Minto, kau angkut buku-buku ini ke mobil! Kita ke panti asuhan Kiayi Ahmad!" perintah Alexis kemudian. Minto mengangguk dan segera mengangkut buku-buku itu.
"Ayo Alisya, kita berangkat, keburu siang!" seru Alexis.
"Iya, Kak!" seru Alisya sembari ke luar dari dalam rumah.
Sementara itu di dalam gudang tersembunyi di dalam rumah Alexis di pagi menjelang siang itu, dua anak buah Alexis sibuk menyiapkan untuk transaksi nanti malam. Bagas dan Bagus menaruh narkotika ke dalam tas ransel kecil sampai agak penuh. Mereka kemudian menambahkan beraneka barang lainnya agar tidak terlihat. Setelah itu baru mereka meresleting tas itu.
Pagi menjelang siang di kota, menampakkan aktivitas kota yang sibuk. Kemudian kala segera melaju dan berlalu. Pagi menjelang siang segera berubah sore dan sore berubah menjadi malam.
Di dapur restoran Pantai di malam hari, dua jam mendekati tengah malam.
Maulana Husam sibuk memasak makanan, tetapi bukan untuk pelanggan. Ia memasak untuk anak-anak jalanan teman-temannya itu.
"Selalu untuk anak-anak itu!" kata seorang koki bernama Rendra.
"Tinggal jauh dari putriku, membuat aku menyampaikan rasa sayangku kepada mereka!" terang Maulana Husam.
"Aku menjadi ingin juga memasak untuk anak-anak jalanan itu!" ujar Rendra.
"Silakan, jika kau tidak keberatan, Rendra!" kata Maulana Husam.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam tepat. Tampak semua pegawai restoran Pantai yang terletak tidak jauh dari sebuah pantai sibuk berbenah diri mereka masing-masing untuk bersiap pulang. Setelahnya mereka pun segera pulang.
Jalanan menuju taman pantai di malam hari menjelang tengah malam.
Maulana Husam pulang jalan kaki. Anak-anak jalanan berlarian mendatanginya. Mereka menyambut kedatangan Maulana Husam dengan tersenyum senang hati.
"Assalamualaikum!" ucap Maulana Husam.
"Waalaikumsalam, Paman!" jawab anak-anak bersahut-sahutan. Mereka pun salim pada Maulana. Maulana Husam membagikan makanan yang masih hangat kepada mereka.
Pada saat itu, sebuah mobil sedan melintas. Di dalamnya tampak ada tamu pria yang tadi pagi menjelang siang datang ke restoran Pantai. Maulana Husam teringat percakapan telepon tamu pria itu.
"Anak-anak kalian makan ya! Paman harus pergi sekarang juga, ada urusan sangat penting!" pamit Maulana Husam.
"Iya Paman, terima kasih!" seru anak-anak bersahut-sahutan. Anak-anak segera meraih tangan kanan Maulana Husam untuk salam.
"Assalamualaikum!" ucap Maulana Husam.
"Waalaikumsalam!" jawab anak-anak hampir serempak.
Maulana Husam jalan kaki mengikuti mobil sedan itu dengan cara mengikuti jejak ban mobil sedan itu. Agak sulit karena sesekali jejak mobil itu bertumpuk dengan jejak mobil lainnya.