Contents
Ingatan Ibu yang Disimpan Tuhan
Chapter 2: Kembali yang Tak Kembali
Dua hari kemudian... Vincent yang ditunggu-tunggu telah pulang. Hardi yang awalnya kesal akhirnya memeluk anaknya itu. Vincent terlihat murung dan tidak enak. Talita yang melihat Vincent pulang merasa sangat kesal. “Sudah ingat jalan ke rumah kak?”
Vincent yang masih dalam pelukan Hardi perlahan melepaskan dan mencoba menjelaskan. “Maaf yah, Ta... kakak baru bisa ambil cuti.” Talita yang kesal tapi akhirnya bisa tersenyum karena kakaknya akhirnya pulang. Irene muncul dari kamarnya melihat Vincent matanya berkaca-kaca. Vincent lalu menghampiri ibunya. Ibunya tidak mengingat Vincent, namun dia tetap memeluk ibunya hingga menangis. Talita dan Hardi terharu.
***
Beberapa hari Vincent di rumah, dia terlihat gelisah, namun mencoba membuat ibunya ingat akan dirinya. Di meja makan malam itu,
“Al, ibu nanti mau ke tukang jahit, kamu antar ibu yah.”
“Bu, ini Vincent. Anak pertama ibu, Dari kemarin, ibu selalu nyebut Vincent itu, anaknya Tante Agatha, Kak Aldo. Ini Vincent bu.”
“Kamu ini ngomong apa sih? Udah yah, nanti anterin ibu aja.” Vincent nampak garuk-garuk kepala bingung dengan sikap ibunya tapi tak dapat berbuat banyak. Ibunya kemudian memberikan masakan kesukaan Vincent yaitu udang asam manis ke Talita.
“Ini makanan kesukaan Talita. Ayo nak, diambil.” Vincent lalu menatap ke Talita. Talita hanya membiarkan kakaknya melihat itu.
“Bu, itu makanan kesukaan aku, Vincent. Bukan Talita, dia itu alergi udang.” Irene hanya menggeleng. Hardi yang melihat hal itu memberikan kode supaya Vincent tidak meneruskan. Talita kemudian berbisik ke Vincent.
“Kak, sabar yah. Kakak ngga setiap waktu menghadapi ibu yang seperti ini.” Vincent hanya menghela napas dan menyelesaikan makannya dengan cepat lalu pamitan.
“Yah, bu...Vincent pergi dulu.”
“Kemana kamu?” Hardi heran.
“Jangan dicari dulu ya yah.” Talita langsung beranjak mengejar kakaknya itu. tapi Vincent langsung berlari pergi begitu saja.
***
Vincent berjalan mengitari pinggiran kota hingga dia menemukan sebuah toko pernak-pernik yang cukup besar, membutuhkan karyawan yang dapat membuat kerajinan tangan untuk natal. Lalu dihampirinya toko itu, beberapa orang pelanggan tampak melihat-lihat pernak-pernik disana. Vincent malah tergesa dan jadi menganggu orang lain hingga dia menyenggol pemilik toko yang sedang membawa sekardus pernak-pernik. Hingga terjatuh dan rusak. Rinka, pemilik toko itu kesal dan menegur Vincent.
“Ya ampun, bisa hati-hati ngga sih mas. Itu pesanan pelanggan dan sekarang rusak.”
“Maaf mbak, saya ngga sengaja. Saya hanya ngeliat ada lowongan di depan itu, apa mungkin saya bisa kerja disini? Saya coba perbaiki semua pernak-perniknya.”
Rinka lalu tak berpikir panjang karena melihat isi kardus itu hampir rusak semua.
“Ya sudah, coba kamu buatkan lima puluh buah yang seperti itu persis. Kalau kamu berhasil, saya akan terima kamu disini.”
Dan benar saja Vincent bisa mengerjakannya dengan baik hingga rampung. Rinka pun akhirnya menerima dirinya bekerja disana.
***
“Kan bisa nanti-nanti Vin. Ibu kamu lebih butuh kamu.”
“Kak, kalau kakak hanya kembali untuk pergi lagi, ngga usah pulang sekalian! Kakak ngga ngerti perasaan aku dan ayah apa?!” Talita geram dan marah pada Vincent. Vincent bingung harus membalas apa. Diapun hanya masuk ke dalam rumah tanpa bilang apa-apa. Hardi hanya menghela nafas lelah.
“Kan bisa nanti-nanti Vin. Ibu kamu lebih butuh kamu.”
“Kak, kalau kakak hanya kembali untuk pergi lagi, ngga usah pulang sekalian! Kakak ngga ngerti perasaan aku dan ayah apa?!” Talita geram dan marah pada Vincent.
Vincent bingung harus membalas apa. Diapun hanya masuk ke dalam rumah tanpa bilang apa-apa. Hardi hanya menghela nafas lelah.