Contents
Ini Bukan Kisah Romantis
Chapter 3: Perang atau Damai?
Rikas happy sepanjang jalan menunggu kemenangannya. Saat itu hari mulai gelap. Perlombaan tergantung pada siapa yang kembali paling dulu sebelum gelap. Rikas heran, Alea tak kunjung muncul.
“Kemana tuh kang jait? Kok gak nongol-nongol? Perasaan jalan balik Cuma 1 ini doang.” Rikas beberapa kali melongok ke belakang mencari Alea dan bahkan sedikit gelisah karena mondar mandir menunggu tanpa ia sadari, namun akhirnya ia mengurungkan niatnya memikirkan Alea.
“Ah, udah balik kali. Bodo lah!” Rikas cuek dan jalan lagi. Saat Rikas sudah dekat dan melihat campnya, ia mulai menyapu bersih pandangan mencari Alea tapi tak ia temukan dimanapun. Pikiran Rikas punkembali terganggu.
“Tadi kan tuh kang jait pucet banget pas gue tinggal. Apa jangan-jangan Pingsan? Kalau mati kan nggak lucu juga”. Rikas melihat jam nya sudah menujukkan jam 5 lewat 20 menit. Matahari beranjak terbenam. Rikas yang gelisah sejak tadi pun akhirnya bertekad kembali.
“Mending gue balik deh, capek juga gelisah terus”. Rikas langsung berlari.
Ternyata Alea masih terduduk diam. Alea masih pucat pasi ditempat yang sama, matanya melihat ke arah ular yang kini sudah ada didekatnya. Ular sudah bersiap hendak mematuknya.
“Aleaaaaa!!!!!”. Dengan ngos-ngosan Rikas sebut nama Alea. Alea hanya menatap nanar tanpa berani beranjak. Jarang-jarang Rikas manggil nama Alea langsung.Alea yang masih pucat pasi itu tanpa sadar air matanya mulai mengalir. Rikas langsung menatap dalam Alea yang pandangannya kosong dengan air mata yang terus mengalir.
“Tunggu gue. Jangan gerak ya! Tenang, gue bakal usir ularnya”. Rikas kelimpungan cari cara, ia lalu menemukan ranting kayu dan berusaha mengalihkan pandangan ular itu, ular pun bergerak mendekat ke Rikas dan Rikas berhasil membuang jauh ular itu ke jurang.
“Akhirnya!”. Rikas tampak lega setelah cukup kelelahan sejenak jadi pawing ular demi Alea. Rikas mendekat dan langsung jongkok untuk mensejajarkan diri dengan Alea.
“Alea.. Udah gapapa kan lo? Alea.. Liat gue”. Rikas mencoba menyadarkan Alea yang masih bengong, bukannya sadar Alea malah melemas, pingsan! Sraaatt!! Untungnya Alea jatuh di pangkuan Rikas.
“Le.. Alea!!!! Bangun.. Le…!!!”
Rikas makin panik, ia tak berhasil menyadarkan Alea yang kini lemas dipangkuannya dengan wajah pucat, sementara hari mulai gelap. Mahasiswa lain panik karena sudah gelap Rikas dan Alea tak juga kembali. Serin jelas jadi tim bikin pusing, heboh sok care sama Rikas.
“Panitia gimana sih, udah jam segini kesayangan gue belum balik juga. Kalau Rikas nyasar dan kenapa-napa disana gimana? Ayoo dong, cepetan turunin bala bantuan.” Serin heboh bikin situasi makin panik.Serin yang panik dan jadi bahan omongan itu malah berbanding terbalik dengan Dheo yang malah lupa dan bodo amat soal Alea yang belum kembali. Dheo ternyata tengah sibuk telponan dan video call dengan koleksi wanitanya bergantian. Oh, please Dheo, kebayang dong kalau Alea tahu Dheo bakal di apain? Bisa jadi dendeng tuh si Dheo. Eeerrr…Meninggalkan suasana panik, didalam hutan yang sudah gelap itu Rikas menggendong Alea dipunggungnya yang masih belum sadarkan diri.
“Jago taekwondo sih, tapi ketemu uler gitu doang, pucet! Pake acara nangis dan pingsan lagi”. Rikas bergumam sesekali sembari menaikan tubuh Alea yang perlahan agak melorot dari gendongongannya.
“Kurus-kurus berat! Banyak dosa nih kang jait!” Taakkk!! “Awwww!! Sakiitt woii!!” Alea ternyata bangun dan denger semuanya, spontan Alea Jitak kepala Rikas.
“Wah, emang nggak tau terimakaish lo, udah gue gending sampe punggung gue berasa mo patah, gue dijitak. Turun lo.” Rikas keki. Pluk!! Rikas langsung turunin Alea. Bughh!! Alea malah roboh.
“Awwww!!”
“Ehhhh..ehh.. yah kok malah roboh lo. Ga usah pura-pura lemah deh. Tau ah, yang penting udah gue tolongin. Bye!!”. Rikas langsung pergi gitu aja.
“iihhhh.. emang dasar cowok tong sampah! Nggak ikhlas banget sih, nggak gentle banget jadi cowok. Kaki gue keseleo gini malah ditinggal”.
“Ah elah, udah gelap lagi.”
Alea mencari hp nya tapi ia teringat kalau hp nya kan dikumpulkan ke panitia, jadilah dia gelap-gelapan karena senternya hilang saat ia tak sadarkan diri. Alea mencoba berdiri namun malah jatuh lagi. Alea lalu mulai ngesot tapi terasa sakit. Alea kesal sendiri karena nggak berdaya, ia ngamuk tapi malah kesakitan karena keseleo. Ternyata Rikas belum pergi jauh, dia masih ngintip dibalik pohon, kasian juga lihat Alea nggak bisa jalan.
“Lucu juga sih ngeliat tuh kang jait yang biasanya kuat jadi nggak berdaya gitu. Eh tapi.. gimana kalau ada uler lagi, pingsan lagi? repot jug ague kan?”. Akhirnya ditengah kesulitan Alea. Rikas kembali, saat itu kedatangan Rikas benar-benar bak malaikat untuk Alea, meski ia terus memungkiri tapi Alea saat itu merasa benar-benar terselamatkan disaat yang ia gumamkan untuk datang adalah Dheo. Rikas duduk dan menawarkan punggungnya.
“Ayo naik! Udah gelap nih, ntar ada makhluk hutan abis kita!”
“Ah males gue digendong, papah aja. Ntar lo cari kesempatan lagi.”
“Astaga. Gue tinggal juga nih kang jait. Yaudah ayo.”
Rikas mau mapah, tapi ternyata kaki Alea sudah parah dan cukup kesulitan untuk dipapah, setelah beradu mulut heboh, akhirnya Alea pasrah juga naik ke punggung Rikas. Keduanya hanyut dalam suasana kikuk, Alea sempat meletakan tangannya diantara dadanya agar tidak terlalu nempel ke Rikas tapi Rikas malah jadi makin keberatan gendongnya.
“Eh, kenapa sih naro tangan lo kaya gitu. Udah pegangan ke pundak gue aja atau lingkerin di leher gue. berat nih”.
“Ih, kan nyari kesempatan kan lo. Ntar kan, kena. Ntar..”. Alea nggak melanjutkan bicaranya, maksud Alea adalah takut bagian dadanya menempel di pundak Rikas, padahal kan sebelumnya sudah digendong juga. Rikas malah ngeledek.
“Eh, yang sekecil itu kalaupun nempel di punggung gue, nggak berasa! kan tadi udah pas lo pingsan.” Rikas cekikikan. Alea langsung keki dan tepok kepala Rikas. Canggung pun lenyap seketika dengan berbagai candaan dari Rikas demi menghibur Alea di sepanjang jalan hutan gelap yang mereka susuri.
“Tapi thanks, udah balik lagi buat tolong gue”.
Alea agak canggung tapi ia tampak mulai berdebar saat bilang begitu. rikas hanya senyum tanpa menjawab ucapan terimakasih Alea. Saat itu, Alea mulai melingkarkan tangannya di leher Rikas. Rikas sendiri terkejut dan sempat berdeham memecah keheningan, keduanya kini saling diam tanpa sadar tersenyum malu-malu seolah ada sebuah rasa menjalari hati mereka. Perjalanan panjang malam itu pun berakhir dengan Alea yang akhirnya cerita tentang fobianya terhadap ular itu kepada Rikas. Rikas akhirnya paham, kali ini sisi lain dari diri Rikas pun terbuka dimata Alea. Alea tanpa sadar merasa nyaman pada Rikas yang dengan sabar menggendongnya, bhakan Dheo saja belum pernah melakukan itu pada dirinya meski keduanya sudah 1 tahun lebih bersama. Dheo hanya manis mulut dan makin romantis saat ada tugas saj. Ya jelas lah Alea. Kan lo itu Cuma mesin pembuat tugas. Hmm..