Contents
Monster di Kepalaku
Chapter 1
Namanya Boutros. Usianya sembilan belas tahun. Lelaki keponakanku itu baru pindah ke indekosku kurang lebih sebulan yang lalu. Ia memutuskan tidak kuliah. Merantau ke tanah Jawa, mengais peruntungan. Mencari singgasana jabatan sesuai impiannya. Berbekal hanya ijazah sekolah menengah atas di tanah penuh persaingan ini, seolah memercayai rupiah akan jatuh dari langit. Aku menggeleng. Sebulan yang lalu, keadaannya masih sama: rambut berpotongan gaya bebas, mata sayu, dan pakaian seadanya. Kutanyai, apakah menemukan lapangan yang bersedia membagi rerumputan hijaunya padanya.
Ia menyengir lebar. Menampilkan sederetan giginya yang hitam dan berlubang. Boutros menjawab, ia mencipta lapangannya sendiri. Kukira ia berpikir menjadi pengusaha, tapi kutampik selintas ide itu. Modal dari mana. Tawa membahana Boutros melesapkan lamunanku, ia jawab: tukang anggur. Lalu, melangkah ke dalam kamar. Tenggelam dalam kegemaran barunya, makan-tidur-menonton-mencontrengi koran-makan-tidur-menonton-mencontrengi koran.
Itu hari pertama ketika aku mendengus kesal memantau kesehariannya. Lalu, memasuki hari ketiga-puluh, Boutros mulai berhenti mencontrengi kolom lowongan di lembar koran yang seolah menjadi koleksinya sehari-hari. Boutros berubah, ia kerap kali duduk di pojokan kamar, kadang kali telungkup di bawah tempat tidur yang gelap. Berteriak dengan histeris tiap pertengahan malam.
“Ada monster. Monster! Ada monster, monster,” pekiknya keras. Suaranya terdengar begitu jelas, melengking membelah sunyi malam. Mengganggu tubuh malam yang tengah bercinta dengan sepi. Mengusik purnama yang sedang menyetubuhi hening. Aku terbangun dengan nyawa yang masih separuh.
Katanya, ada monster.
***