Contents
FASE ITU NYATA
KEESOKAN HARINYA
Kring kring kring, alarm hape berdering. Segera Ay bangun, kemudian bersiap untuk ngebolang kembali. Jam 06.00 Ay berangkat menaiki angkot seperti hari lalu. Tak lupa ia minta doa ke ibunya, untuk dipermudahkan setiap langkah. Oh ya, tujuannya masih sama, bedanya hanya di blok. Jalan jalan jalan, ia pun sampai di tempat tujuan. Mulai lah ia dengan,
Ay : “Permisi...” ( dengan nada keras )
Security : “Iya..”
Ay : “Maaf pak, ada lowongan tidak?”
Security : “Maaf mbak, ..... “
Ay : “Oh ya sudah, makasih pak. Mari...” ( senyum )
Security : “Iya...” ( senyum )
Ay meninggalkan perusahaan dengan sedikit lesu. Tapi tidak menyerah dong. Jalan jalan jalan, sembari liat kanan kiri siapa tau ada anak lain yang sama dengan dia sekarang, atau mungkin ada kertas lowongan yang ditempel di bahu jalan. Namun....
Beberapa kilo sudah ditempuh, beberapa gerbang sudah diketuk, tapi hasilnya masih sama. Amplop coklat masih tersimpan rapi di ransel, dan belum berkurang satu pun. Sedangan matahari sudah meninggi, terik nya membuat Ay merasa cepat lelah. Ia pun memutuskan untuk rehat sejenak di pangkalan ojek, karna memang hari itu terlihat kosong.
Jalan lumayan sepi, hanya ada beberapa pengendara yang lalu lalang. Pejalan kaki pun jarang, mungkin karena daerah kawasan. Ay mengeluarkan air botol yang ia bawa, dan meminumnya dengan beberapa tegukan. “Alhamdulillah” ucapya lirih. Selama di sana, Ay tidak pernah berfikir aneh ataupun merasa takut. “Allah selalu bersama saya, Allah sekarang di sini.” Itu yang merasa Ay tidak sendiri.
Di tempat itu pula, Ay melamunkan masa depannya. Banyak pertanyaan yang ia lontarkan dalam batin. Tapi Ay sendiri pun tidak bisa menjawab. Seketika ia menunduk, mata terpejam, dan iya, menangis. Karna tersadar dengan tangis sendiri, ia pun menegakkan kepala kembali, dengan menyeru “gini aja nangis. Semangat dong! Mungkin banyak di luar sana yang kaya Ay, atau bahkan harus berusaha lebih. Udah ih, cengeng semangat!” ucap Ay ke dirinya sendiri dengan menepuk kaki dan pundak kiri. Dirasa sudah tenang, ia pun pulang.