Contents
Raja Jatuh Cinta
DUA SISI
Raja masih uring-uringan di dalam kamar, masih teringat kata-kata Malla tentang julukan kebangaannya(sebagai Raja Jatuh Cinta dianggap murahan. Baru tiga hari mengenal Malla dan selalu mengalami kesialan demi kesialan yang berhubungan dengan gadis dekil itu.
Ponsel Raja berdering nyaring dan melihat nama Citra terpampang di layar. Dia tersenyum dan mencibir di dalam hati, Citra adalah salah satu cewek bodoh yang kali ini menjadi korbannya, semakin menguatkan julukan Raja Jatuh Cinta baginya.
“Lima belas menit lagi gue sampai,” kata Raja dengan kata-kata semanis mungkin. “Tunggu gue, Sayang.”
Citra terkekeh di ujung telepon.
Setelah merapaikan tampilan, Raja menyambar jaket di belakang pintu(dia bergegas menuju garasi untuk mengambil motor. Lima menit kemudian dia melesat ke mall tempat Citra menunggu.
Raja membeli beberapa tangkai bunga tulip sebelum menemui Citra. Dia tahu Citra sangat suka bunga tulip. Dengan langkah penuh percaya diri, Raja masuk ke dalam mall dan mencuri pandang ke beberapa gadis cantik yang dilewatinya. Bahkan dengan sangat percaya diri Raja mengerlingkan mata ke arah seorang gadis yang sedang berdiri di depan distro, membuat gadis itu salah tingkah.
Raja mengendap-endap mengampiri Citra yang sedang sibuk dengan ponselnya. Raja menutup kedua mata Citra dengan kedua tangan dari belakang. “Coba tebak…”
“Erm… Siapa ya?” Citra terkekeh.
Raja melepaskan tangan dari mata Citra, dengan gaya penuh percaya diri, dia menyerahkan bunga tulip itu, membuat wajah gadis bermata cokelat itu bersemu merah.
“Bunga tulip untuk putri yang cantik,” kata Raja tersenyum paling manis. “Maaf gue sedikit terlambat, tadi di jalan macet banget.”
***
Sementara Raja sedang bersenang-senang dengan korban barunya, Malla sedang berkutat dengan buku-buku, tidak bisa konsentrasi mengerjakan PR yang diberikan Bu Nanik. Malla masih terasa dongkol dengan cowok sok kecakepan bernama Raja.
Sudah tiga hari dia duduk bersama Raja, dan selama itu juga dia selalu merasakan kemuakan terhadap cowok bermata hitam kumbang itu, gayanya yang tengil dan suka mempermainkan wanita membuat Malla sangat jengah. Dia tahu semua tentang Raja dari Tina(menurut penjelasan Tina, Raja itu playboy sejati. Sebagian besar gadis di sekolah pernah menjadi mantannya.
Kalau boleh jujur, Raja memang bisa dibilang tampan, dia tinggi dan berkulit putih, gayanya yang sedikit berantakan malah membuat pesona tersendiri baginya, rambut yang acak-acakan memberikan sebuah sihir tersendiri bagi cewek-cewek yang melihatnya.
“Padahal dia baru jadian sama Nadia satu minggu loh,” kata-kata Tina kembali terngiang. “Tapi gue dengar dia sudah jalan lagi dengan cewek lain, gila nggak sih Raja itu, tapi memang sih, cowok setampan Raja memang patut berbangga diri.”
“Apa gunanya wajah tampan tapi kelakuannya begitu buruk, Tina?” kata Malla saat itu. “Cowok sok itu mengotori seragam gue di hari pertama masuk sekolah, bayangin bagaimana perasaan gue, udah gitu, dia nggak minta maaf.”
“Iya sih, Raja memang terkadang keterlaluan,” dukung Tina. “Raja nggak pernah peduli terhadap perasaan wanita, gue ingat ketika Yuna(dia mantan Raja entah yang keberapa, menangis histeris karena Raja minta putus, Raja malah cuek bebek meninggalkan Yuna begitu saja.”
“Dia memang cowok sinting,” geram Malla. “Gue yakin suatu saat dia bakal kena batunya.”
Malla mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar. Gadis itu beranjak dari meja belajar dan membuka pintu.
“Kamu belum makan siang kan?” tanya ibunya lembut. “Ayo temani ibu makan siang.”
Malla mengangguk dan mengikuti ibu ke meja makan.
“Bagaimana sekolahmu hari ini?” tanya ibu. “Apa menyenangkan?”
Malla mengangguk, dia menggigit ayam goreng yang terasa sangat nikmat. “Cukup menyenangkan, teman-teman sekelas juga baik-baik semua.”
“Syukurlah,” jawab ibu lagi. “Kamu harus selalu bersikap baik pada semua teman-temanmu. Jangan suka buat onar di sekolah, ingat dari mana keluarga kita berasal, kamu bisa sekolah di sana karena beasiswa, ibu harap kamu terus pertahankan itu ya.”
Malla mengangguk. Dia sengaja tidak menceritakan apa saja yang terjadi di sekolah. Malla tidak ingin membuat ibu terlalu cemas, walau Malla paling tidak tahan jika ada yang menghinanya, Malla bukanlah pribadi yang mudah begitu saja menerima ejekan. Walau dia miskin, dia sama sekali tidak ingin dicap gadis lemah.
“Nanti temani ibu beli sesuatu ya,” kata ibu ketika selesai makan siang. “Ada pesanan dari Bu Handoko untuk membuat kebaya pengantin. Ikut ya, kamu selalu pandai dalam memilih kain yang bagus.”
Malla mengacungkan jempol.
Dua puluh menit kemudian Malla dan ibu sampai di mall, mereka bergegas menuju konter penjualan kain. Ketika Malla sudah sampai di pintu masuk konter kain, dia tidak sengaja melihat seseorang yang sudah dikenal sekaligus dibencinya.
Raja sedang berjalan bersama seorang gadis yang sama sekali tidak Malla kenal, kalau dilihat dari cara mereka jalan, berangkulan, cekikikan, Malla bisa dengan mudah menyimpulkan bahwa cewek bodoh itu pastilah korban Raja selajutnya, menjadi koleksi tidak berharga bagi si Raja Jatuh Cinta.
Entah ini suatu kebetulan atau apa, Raja juga melihat keberadaan Malla. Dengan langkah penuh percaya diri, Raja menghampiri Malla, dia sengaja merangkul Citra untuk menyindir Malla.
“Lo sangat cantik,” puji Raja begitu sampai di depan konter kain yang sedang Malla datangi. “Sepertinya semua gadis di dunia ini kalah cantik dari lo deh.”
Citra terkekeh manja. “Gombal ah, lo juga cowok paling tampan di dunia”
Malla mau muntah mendengar ucapan mereka yang norak.
“Menurutmu bagusan yang hijau atau kuning, Nak?” tanya ibu mengagetkan Malla, sedari tadi dia hanya diam melihat kelakuan Raja dan cewek barunya.
“Eh, sepertinya bagusan yang hijau,” jawab Malla cepat-cepat. “Warna itu lebih cerah dan cocok buat Bu Handoko.”
Ibu mengangguk setuju. Ibu kemudian mengatakan kepada pelayan toko bahwa dia membeli tiga meter. “Ibu cari pernak-pernik dan payet dulu.”
Setelah membeli semua perlengkapan menjahitnya, Malla dan ibunya pulang.
Malla dan Raja kembali bertemu ketika Malla sedang menunggu taksi di depan mall. Raja semakin memperlihatkan kemesraannya bersama Citra, berusaha menyindir Malla.
“Dasar murahan,” kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Malla, membuat Raja merasa terhina.
Sebelum Raja mengatakan pembelaan atas penghinaan Malla, taksi yang ditunggu Malla telah datang, Malla bergegas masuk ke dalam taksi meninggalkan Raja yang merasa semakin dongkol menahan emosi terhadap si itik buruk rupa.