Try new experience
with our app

INSTALL

Contents

Ayam Jantan Berkokok Cinta 

5. Ketika Terusir karena Fitnah

Sopri Sopir berjalan menuju kursi kemudi.


 

"Berhati - hatilah selalu dengan samping kanan dan kiri kalian!" pesan Sopri Sopir saat sampai di depan. Para penumpang saling melihat depan dan belakang mereka. "Siapa tahu masih ada pencuri!" imbuhnya. Copet asli merasa tersindir. Sopri Sopir duduk kembali di kursi kemudi.


 

"Tidak ada pencuri di bus ini. Pencurian tadi kan hanya rekayasa ku. Rekayasa ku untuk menyingkirkan pemuda ayam itu, biar tidak mendekati Neng Geulis Sofi. Siapa suruh pemuda ayam itu mendekati Neng Geulis pujaan hatiku?" batin Kernet Budiman bermonolog.


 

Sopri Sopir menjalankan bus. Kernet Budiman terjungkal kal kal kal.


 

Di pinggir jalan raya di pagi hari yang mataharinya sudah mulai naik - naik ke puncak gunung.


 

"Demi Allah abdi teh tidak mencuri! Kenapa tidak enten yang percaya kalian abdi? Kulo mboten nyolong! Kulo teh sanes pencuri! Inalillahi wainaillahirojiun!" keluh Iip Setiawan bermonolog di pinggir jalan sambil jalan. "Hamba teh pasrah wae kepada Allah SWT! Mugi - mugi Gusti Allah SWT selalu melindungi dan menolong hamba. Aamiin!" doanya kemudian, sambil terus jalan kaki dung dung dung dung senangnya hati ku gembira.


 

Bus.


 

Kernet Budiman berdiri di pintu belakang sambil senyum - senyum pada Sofi Margareta. Sofi Margareta merasa ilfil dengan Kernet Budiman sehingga memasang ekspresi wajah tidak menyenangkan kepada Kernet Budiman. Sofi segera memalingkan wajahnya, membuang muka dari Kernet Budiman. Kernet Budiman Budiman merasa tidak dihiraukan dan tidak disukai oleh Sofi. Ia pun merasa sakit hati hingga mengepalkan tangannya sangat erat.


 

Jalan.


 

Iip Setiawan berjalan sendirian di pinggir jalan raya yang tampak sangat sepi. Banyak suara - suara aneh. Walau pagi, merinding bulu - bulu.


 

"Kulo teh sorangan wae. Serem pisan, wedi abdi," kata Iip bermonolog merinding rinding ding ding. Ayam jantan milik Iip berkokok.


 

"Kukukuku Kukukuku kukukukukakiku!" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Abdi teh mboten sorangan, abdi enten rencang! Werkudara Bumi Legawa sahabat karib abdi! Ada malaikat, ada jin juga hiiiii ...., tapi teh kopi susu telur madu jahe, lek Iip ora jahat ya pasti jinnya tidak akan mengganggu Iip. Selain itu, yang pasti - pasti aja, di manapun dan kapanpun selalu ada Allah SWT!" molonog Iip Setiawan.


 

Iip Setiawan teringat, terbayang - bayang wajah Neng Geulis Sofi Margareta.


 

"Eleh eleh geulis pisan teh Neng Geulis! Keeling terus abdi kalian Mbak Ayu Sofi! Apakah ini teh yang dinamakan jatuh cinta? Jatuh cinta berjuta indahnya .... Ini teh bener, Iip jatuh cinta sama Neng Sofi! Neng Sofi adalah cinta pertama Iip Setiawan! Jangan sampai abdi kehilangan cinta pertama abdi! Saya teh harus, wajib, segera menyusul Neng Geulis Sofi! Bismillah!" monolog Iip Setiawan akhirnya, merasakan benih - benih, bunga - bunga kasmaran. Werkudara Bumi Legawa berkokok.


 

"Kukuku kakiku kaku kaku kiri kanan!" Werkudara Bumi Legawa.


 

Iip Setiawan jalan cepat seperti, bak, laksana atlet yang sedang ikut lomba jalan cepat.


 

Bus.


 

Kernet Budiman berdiri di pintu belakang sambil memandangi Sofi Margareta. Ia mencari - cari kesempatan bertatap muka untuk menebar senyuman pada Sofi. Sementara Sofi terus berusaha menghindari tatapan dan senyuman Kernet Budiman.


 

Sofi mulai merasa bosan. Ia merasa lebih baik saat tadi ada Iip yang mengajaknya bicara sehingga ia tidak bosan.


 

"Sudah ilfil melihat tuh orang, gue juga merasa bosan! Coba seperti waktu tadi, waktu ada Iip, pasti ada saja pembicaraan menarik dan seru!" keluh kesah batin Sofi.


 

Bus mengikuti jalan berkelok sehingga membuat Sofi yang melamun terkejut dan tersebut lah.


 

"Iip!" sebutnya.


 

Bus mengikuti jalan berkelok lagi.


 

"Iip!" sebut Sofi lagi.


 

Penumpang di sebelah Sofi mendengar.


 

"Iip itukan kalau tidak salah nama copet yang membawa ayam tadi?" tanya penumpang itu. Dua penumpang di belakang memandangi Sofi. Kernet Budiman juga memandangi Sofi walau dari tadi juga sudah memandangi, tetapi kali ini dengan pandangan yang lain. Ia memandangi dengan cemburu karena Sofi mengingat Iip. Sofi sendiri terkejut dengan apa yang diucapkannya. Ia tersenyum lalu menundukkan wajahnya.


 

"Duh kenapa sih gue pakai ingat sama tuh copet? Malah baguslah kalau dia sudah tidak ada di sini! Gue aman!" batin Sofi Margareta.


 

Jalan.


 

Iip Setiawan jalan kaki sambil mencari tumpangan ke Jakarta. Saat itu ia bertemu dengan Kakek Kelinci yang sedang membawa karung goni yang dilipat. Kakek Kelinci yang linglung, pikun, sangat cerewet, mudah tersinggung, suka berpikir negatif dan pemarah yang membutuhkan pertolongan. Kakek Kelinci meminta tolong Iip untuk diantarkan pulang karena ia lupa jalan pulang.


 

"Anak muda, tolong Kakek! Kakek sudah tua, Kakek lupa jalan pulang ke rumah Kakek! Tolong antarkan Kakek pulang ke rumah!" pinta Kakek Kelinci.


 

Ayam jantan Iip berkokok.


 

"Kukukuruyuuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Kalau Kakek sendiri mboten ngertos rumah Kakek di mana, lah apalagi abdi, Kek? Sayakan tidak kenal sama Kakek, apalagi rumah Kakek! Kulo enggeh tidak tahu!" kata Iip Setiawan.


 

"Kamu anak muda tega sama Kakek yang sudah tua ini! Kamu mau membiarkan Kakek, meninggalkan Kakek? Kalau Kakek hilang atau terjadi hal buruk sama Kakek, kamu tidak peduli? Kamu teh tega, jahat sama Kakek! Suatu saat kamu akan mempertanggung jawabkan perbuatan buruk mu itu!" kata Kakek Kelinci.


 

Werkudara Bumi Legawa berkokok lagi.


 

Kukuruyuk kukuruyuk kukuruyuk!" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Aduh Kakek, ora ngono, Kek! Iip mana tega teganya teganya atuh, Kek, meninggalkan Kakek? Iip juga tidak mau Kakek kenapa - napa, Kek, tetapi Kek, Iip harus mengejar Neng Sofi. Neng Sofi cinta pertama Iip! Lagi pula Oil teh mana tahu di mana rumah Kakek! Bagaimana caranya Iip mengantarkan Kakek pulang? Iip mau antar Kakek ke mana?"


 

"Kamu anak muda memang egois! Cinta tidak akan ke mana kalau jodoh! Takkan lari gunung dikejar! Biarpun dikejar sampai ke ujung dunia, kalau tidak jodoh tidak akan bersatu!" kata Kakek Kelinci.


 

Ayam jantan Iip berkokok.


 

"Kukukurikukukuku ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Kakek benar kalau jodoh tidak akan ke mana! Ya wis Kek, Iip mau menolong Kakek!" ujar Iip. "Akan tetapi Kek di mana rumah Kakek?"


 

"Bukannya tadi saya teh sudah bilang ke kamu, kalau saya teh pikun! Kalau ingat saya teh tidak minta tolong sama kamu, Anak Muda!"


 

Ayam jantan Iip berkokok lagi.


 

"Kukurikukurikukurikukurikuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Coba Kakek ingat - ingat! Kakek teh tadi jalannya lewat ngendi?" tanya Iip.


 

Kakek Kelinci mencoba mengingat tetapi akhirnya malah merasa dihina dan akhirnya marah.


 

"Kamu menghina saya pikun?! Saya ini orang tua, sepuh! Anak muda itu harus hormat grak sama orang tua!" kata Kakek Kelinci.


 

Werkudara Bumi Legawa kembali berkokok.


 

Kukukukukakiku Kukukukukakikukakukaku!" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Ora, Kek! Saya teh tidak menghina Kakek! Saya hanya bingung bagaimana caranya saya menolong Kakek!" kata Iip.


 

"Kakek tidak mau tahu dan tidak mau mengingat - ingat lagi! Sekarang juga kamu, Anak Muda, harus mengantar Kakek pulang sampai rumah Kakek dengan selamat! Titik tanpa koma!" bentak Kakek Kelinci.


 

Ayam jantan Iip berkokok berulang - ulang karena merasa senang.


 

"Kukukuruyuuuuuuuuk ... ! Kukukukukakiku ... ! Kukukakikukakukakukukukakikukakukaku ... ! Kukurikukurikukurikuk...!" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Suruh diam ayam kamu! Berisik sik sik Sik tahu! Biarpun tua, saya belum tuli!" bentak Kakek Kelinci lagi.


 

Bus.


 

Copet bingung mencari cara dan kesempatan untuk mencopet lagi. Copet melihat Kernet Budiman sedang sibuk memperhatikan Sofi Margareta. Copet melihat Sopri Sopir sedang sibuk mengemudi, memperhatikan jalan yang banyak lika - liku kehidupan.


 

Jalan.


 

Iip Setiawan berusaha mencari orang yang bisa ia tanya soal kakek yang bersamanya, tapi setiap warga yang ia temui tidak ada yang tahu. Tiba - tiba Kakek Kelinci mengingat sesuatu.


 

"Aha! Kakek ingat! Kakek ingat!" seru Kakek Kelinci.


 

"Kakek ingat di mana rumah Kakek?" tanya Iip antusias.


 

"Bukan! Kakek ingat, kalau Kakek itu baru dari rumah mau mencari rumput untuk makanan kelinci! Sekarang tolong Kakek! Bantu Kakek mencari makanan kelinci dulu, baru setelah itu antarkan Kakek pulang!" jawab Kakek Kelinci. Iip terdiam tertegun ternganga sampai lalat di dekatnya segera masuk mulutnya untuk menyadarkannya. Ayam jantan Iip berkokok lagi.


 

"Kukurikukurikukurikukuri ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Tapi Kek?!" kata Iip berat hati.


 

"Tapi apa? Kamu tidak mau menolong Kakek? Anak muda, menolong orang tua itu suatu kebaikan!" kata Kakek Kelinci.


 

Werkudara Bumi Legawa berkokok.


 

Kukuruyukukurukukurukukurukrempeng ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Iya wes, iya, baiklah Kek, abdi akan bantu Kakek golek pakan kelinci lalu mengantarkan Kakek pulang dengan selamat sampai ke rumah Kakek!" ujar Iip legawa.


 

"Ayo sekarang cari makan kelinci! Nih Kakek sudah bawa karungnya!" ajak Kakek Kelinci.


 

Ayam jantan Iip berkokok.


 

Kukurukukurukukurukering ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Ayam berisik ... ! Suruh diam tuh ayam kamu!" keluh Kakek Kelinci.


 

Ayam jantan Iip lagi - lagi berkokok.


 

"Kukukurikukukukukukuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Berisik ... ! Dasar ayam! Ayam kamu teh tidak bisa diam seperti kelinci Kakek! Kelinci Kakek itu pintar selalu diam tidak pernah berisik!" kata Kakek Kelinci.


 

"Ya iyalah Kek, kelinci sudah pasti diam, kalau ayam ya berkokok! Orang tua! Orang tua!" kata Iip Setiawan.


 

"Kamu menghina Kakek bodoh?! Kamu mengatai Kakek tua?! Dasar kamu ya, Anak Muda tidak tahu aturan! Tidak tahu diri kamu!" marah Kakek Kelinci.


 

"Allah ... tidak ada niat abdi Kek buat menghina Kakek ataupun mengatai Kakek!


 

Semak - semak.


 

Iip Setiawan menaruh keranjang ayamnya lalu mencabut rumput - rumput yang kata kakek cocok untuk makanan kelinci. Ia memasukkan rumput - rumput itu ke dalam karung goni.


 

"Yang itu tuh cocok buat kelinci! Itu juga! Yang itu juga cabut!" titah Kakek Kelinci.


 

Ayam jantan Iip berkokok lagi.


 

"Kukukurikuuuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

Iip membawa karung sambil membawa keranjang ayamnya dan tasnya.


 

"Pulangnya jalan ke mana ya Kek?" tanya Iip. "Dari tadi tidak ada orang yang mengenal Kakek dan tahu di mana Kakek tinggal."


 

"Ke mana ya pulangnya? Ayo kita coba jalan ke sana!" ajak Kakek Kelinci.


 

Ayam jantan Iip berkokok kesekian kalinya.


 

"Kukuruyuuuuk ....! Kukurikuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Ayam berisik ... ! Kalau berisik terus, tinggalkan saja ayam itu!" keluh Kakek Kelinci.


 

"Ojo Kek, ini teh ayam kesayangan abdi Kek!" tolak Iip.


 

Ayam jantan Iip berkokok lantang.


 

Kukukuruyuuuuuuuuuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Berisik ..................... !" teriak Kakek Kelinci.


 

Bus.


 

Copet berhasil mencopet dompet penumpang di sebelah kanannya.


 

Jalan.


 

Semak - semak.


 

Kebun tebu.


 

Kakek Kelinci dan Iip Setiawan sampai di depan kebun tebu.


 

"Ini kebun tebu Kek!" kata Iip


 

"Kakek juga tahu kalau ini teh kebun tebu!" kata Kakek Kelinci.


 

"Jalan buntu, Kek!" kata Iip Setiawan


 

"Ini kebun tebu bukan jalan buntu! Ayo terus jalan!" kata Kakek Kelinci.


 

"Kukukurikuuuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Maksud Kakek, kita jalan, masuk ke kebun tebu?" tanya Iip memastikan.


 

"Iya! Ayo jalan!" ajak Kakek Kelinci.


 

"Tapi Kek, inikan kebun tebu orang! Nanti kita dikira mau maling Kek!" kata Iip menolak.


 

"Kamu menuduh Kakek mencuri? Keterlaluan kamu, Anak Muda! Kakek ini orang jujur! Pejuang tahun 45! Kakek teh bukan pencuri! Anak cucu Kakek juga tidak ada yang pencuri!" kesal Kakek Kelinci.


 

"Kukukurikukurikuuuuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Abdi teh mboten bilang Kakek mencuri!" sanggah Iip.


 

"Lah maksud kamu tadi apa? Ayo jalan! Udah ayam kamu teh berisik ... ! Kamunya teh juga berisik ... !" protes Kakek Kelinci.


 

"Kukurikukurikukurikuuuuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

Kakek Kelinci mengorek kupingnya karena merasa berisik.


 

Iip akhirnya mengikuti Kakek Kelinci untuk masuk ke kebun tebu. Mereka menembus kebun tebu. Membuat mereka merasakan gatal - gatal perih di tangan dan kaki, karena bersentuhan dengan daun - daun tebu - tebu.


 

"Aduh ... badanku jadi gatal - gatal perih semua terkena daun - daun tebu - tebu!" keluh Kakek Kelinci.


 

"Kakek sih mengajak lewat kebun tebu!" kata Iip.


 

"Kamu menyalahkan Kakek? Kalau Kakek ingat jalan, Kakek juga tidak mau lewat kebun tebu! Kamu sendiri tadi tidak tahu jalan ke rumah Kakek! Tidak membantu sama sekali untuk mengantar Kakek pulang!" kata Kakek Kelinci dengan sebal.


 

"Allah! Allah! sabar! sabar!" batin Iip mengeluh.


 

Kukurikukurikukurikukukukukuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"He ayam jantan! Bisa tidak kamu tidak berisik?!" bentak Kakek Kelinci.


 

"Sabar ya Wer, abdi teh juga bersabar!" bisik Iip ke telinga Werkudara Bumi Legawa.


 

Setelah melewati kebun tebu mereka sampai di depan dinding rumah.


 

"Ini teh benar - benar jalan buntu, Kek! Lihat! Dari sana sampai sini, sebelah sana sampai sini, semuanya, dinding rumah orang - orang Kek!" kata Iip Setiawan.


 

"Kamu masih muda tidak kreatif! Buat kamu semua jalan buntu! Tidak ada yang namanya jalan buntu, kalau kamu teh kreatif! Kita lompat dinding ini! Ayo kamu dulu!" kata Kakek Kelinci. Iip terperanjat terbelalak ternganga.