Try new experience
with our app

INSTALL

Contents

Ayam Jantan Berkokok Cinta 

4. Sejajar Berdampingan di Bangku Belakang

Bus berhenti sejenak untuk mengantri. Iip Setiawan dan Sofi Margareta sambil terus saling berpandangan duduk bersamaan di kursi belakang di tengah di antara dua penumpang lain. Pada saat itu Werkudara Bumi Legawa berkokok.


 

"Kukukukurikuuuuuuuk ... ! Kukukuruyuuuuuuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

Sofi Margareta masih memandang Iip Setiawan. Iip Setiawan juga memandang Sofi, lalu tersenyum nyengir. Sofi Margareta beralih memandang Werkudara Bumi Legawa.


 

"Werkudara!" kata Iip Setiawan.


 

Sofi Margareta teringat papanya yang namanya juga sama Werkudara. Sofi Margareta terbayang wajah papanya, tokoh pewayangan Werkudara, dan wajah Iip Setiawan.


 

"Nama kamu sama seperti nama papa aku, Werkudara!" kata Sofi Margareta.


 

"Itu teh sanes namaku tapi nama ayam jantan ku!" terang Iip Setiawan sambil tersenyum.


 

Sofi menjadi terbelalak dan ia membayangkan wajah papanya, tokoh pewayangan, dan ayam jantan. Sofi tersenyum ilfil.


 

"Nama lengkapnya Werkudara Bumi Legawa!" terang Iip Setiawan.


 

"Hai Werkudara Bumi Legawa!" sapa Sofi sambil tersenyum manis pada ayam jantan Iip Setiawan.


 

Iip Setiawan mengulurkan tangan kanannya.


 

"Tak kenal maka tak sayang! Nama saya teh Iip Setiawan!"


 

Sofi Margareta mengulurkan tangannya meraih, menjabat tangan Iip.


 

"Gue Sofi Margareta!" kata Sofi.


 

Pandangan mereka kembali saling bertemu dan deg deg deg.


 

Werkudara Bumi Legawa berkokok.


 

"Kukurikuuuuuukk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

Sofi Margareta teringat pesan Dinda untuk tidak bicara dengan orang yang baru ia kenal. Sofi segera menarik tangannya yang menjabat tangan Iip. Ia menutup rapat mulutnya sehingga bibirnya masuk ke dalam mulut. Ia mengarahkan pandangannya ke bawah. Ia memasang mode sangat waspada terhadap Iip Setiawan.


 

Kernet Budiman memperhatikan Sofi Margareta sambil berdiri di pintu depan. Kernet Budiman merasakan jatuh hati pada Sofi Margareta.


 

"Neng geulis, geulis pisan, resep di hati Akang!" ucap Kernet Budiman dengan gerakan mulut tanpa nada.


 

Iip Setiawan tidak bisa diam, ia terus saja mengajak Sofi Margareta berbicara.


 

"Neng Geulis teh tujuannya mau ke mana?" tanya Iip Setiawan. "Ah pasti Neng Sofi teh bade ke Jakarta sama kayak abdi!" dijawabnya sendiri. "Kalau saya tujuannya mau ke Jakarta arep kuliah!" terangnya. "Neng Ayu, pergi sendiri saja atau ada rencangnya? Kelihatannya Neng Ayu teh pergi sendiri ya? Neng Geulis teh masih muda tapi berani pergi sendiri, hebat, jempol kaleh! Saya salut masih muda tapi mandiri dan berani!"


 

Sofi Margareta merasa risih. Ia semakin waspada dan semakin dalam memasukkan bibirnya ke dalam mulutnya agar tidak terpancing menjawab atau berbicara dengan Iip.


 

"Neng Geulis teh pelajar apa mahasiswa?" tanya Iip Setiawan lagi. "Kalau kulo masih mau jadi mahasiswa. Kulo teh bade mendet jurusan TIP, Teknologi Industri Pertanian. Nantinya teh kalau saya sudah lulus kuliah, saya akan bisa memproduksi aneka makanan. Siapa tahu saya teh saged menemukan jajanan baru."


 

Sofi Margareta menutup telinganya dengan berpura-pura menyangga pipinya dengan kedua telapak tangannya tapi sebagian telapak tangannya menutupi telinga.


 

"Orang tua saya teh pengusaha panganan berbahan pisang. Saat ini masih produksi sale kalian keripik, tapi suatu hari nanti Iip teh akan bisa memproduksi panganan dari pisang dalam bentuk yang lain. Insya Allah Iip teh yakin bisa dan akan sukses dengan pisang."


 

Sofi jadi tertarik berbicara.


 

"Wah sale sama keripik pisang itu makanan kesukaan gue!" serunya membuka mulut melepas telinga. "Gue selalu dibawakan sale dan keripik pisang setiap ke rumah Nenek gue!"


 

"Merek naon keripiknya? Kalau produksi Kulo mereknya Temal Temil!" kata Iip lalu ia mengeluarkan keripiknya dari dalam tas backpacknya yang ditaruh di dadanya.


 

"Ini! Ini mereknya! Selalu merek ini sale dan keripik pisang yang Nenek bawakan untuk gue!" seru Sofi Margareta.


 

Iip membuka keripiknya dan menawarkan ke Sofi dan dua penumpang di sebelahnya dan di sebelah Sofi.


 

"Mangga! Mangga! Mangga!" tawar Iip. Semua antusias mengambil dan memakannya. "Saya sendiri loh yang memberi merek Temal Temil!" terangnya kemudian.


 

"Mereknya lucu! Artinya apa? Dari mana lo dapat ide, kasih nama Temal Temil?" tanya Sofi Margareta.


 

"Dulu waktu Pramuka waktu sekolah di Jawa enten lagu tentang makanan! Begini tembangnya! Misalnya teh keripik pisang! Keripik pisang titil titil temal temil! Keripik pisang titil titil temal temil! Rasanya enak rasanya enak! Bem bem bem bem keripik pisang!" terang Iip.


 

"Lucu cute cute lagunya!" kata Sofi.


 

"Misal teh sale pisang! Pisang sale titil titil temal temil! Pisang sale titil titil temal temil!" ucap Iip. Sofi kemudian ikutan. "Rasanya enak rasanya enak! Bem bem bem bem sale pisang!" ucap Iip dan Sofi bersamaan.


 

"Bisa diganti dengan makanan lain dong! Misalnya coklat!" kata Sofi Margareta.


 

"Coklat titil titil temal temil! Coklat titil titil temal temil!" ucap Iip dan Sofi bersamaan. Dua orang di sebelah mereka ikutan. "Rasanya enak rasanya enak! Bem bem bem bem coklat!" ucap Iip, Sofi, dan dua penumpang di sebelah mereka berdua.


 

Kernet Budiman berdiri memperhatikan Sofi Margareta dari pintu depan. Kernet Budiman cemburu melihat keakraban Sofi Margareta dengan Iip Setiawan.


 

"Nyeri di hati! nyeri di hati! Lelaki yang membawa ayam jantan itu harus nyingkrah!" batin Kernet Budiman dengan tatapan penuh kebencian kepada Iip Setiawan.


 

Sementara itu Iip Setiawan terdiam tersenyum terpanah ke jantung hati, merasa bahagia melihat, memandangi, memperhatikan Sofi yang sedang tertawa senang dengan lagu yang mereka nyanyikan. Deg deg ser rasa di jantungnya.


 

"Hati abdi teh rasanya sir sama Neng Sofi," batin Iip Setiawan sambil tidak lepas memandang Sofi Margareta.


 

Kernet Budiman memandang Sofi Margareta dan Iip Setiawan dengan cemburu buta mata buta hati. Kernet Budiman mendapatkan ide untuk menyingkirkan Iip Setiawan.


 

"Fitnah adalah cara yang paling ampuh!" ucapnya dengan nada bisik bisik tetangga.


 

"He Kernet Budiman! Dari tadi, kamu teh bicara naon sih? Tidak ada suara, tidak kedengaran, tidak jelas, cuma seperti dengung suara lebah madu! Kamu teh kemasukan sampai bicara sendiri? Atau kamu teh sedang baca doa apa baca mantra?" heran Sopri Sopir.


 

"Baca ramalan dewi Aprodhit!" jawab Kernet Budiman. Kemudian ia pindah ke pintu belakang bus.


 

Kernet Budiman berdiri di pintu belakang sambil memperhatikan Iip dan sekitarnya. Ia memikirkan cara untuk menfitnah Iip Setiawan. Ia pun melihat dompet penumpang yang duduk di dekat Iip. Kernet Budiman diam - diam berusaha mengambil dompet itu. Ia lalu berpura - pura jatuh karena gerakan bus yang dut dut. Ia melakukan itu untuk bisa mengambil dompet itu. Setelah beberapa kali mencoba jatuh, ia tidak juga berhasil mengambil dompet itu. Akhirnya Kernet Budiman berpura - pura menjatuhkan dompetnya sendiri karena gerakan bus dut dut. Lalu ia menunduk untuk mengambil dompetnya sambil berusaha menjatuhkan dirinya ke penumpang yang dompetnya ia incar itu, untuk mengambil dompet penumpang itu, tetapi tetap tidak berhasil. Kemudian karena gerakan bus dut dut, Kernet Budiman benar - benar terjungkal menjatuhi penumpang itu, hingga dompetnya kembali jatuh dan dompet penumpang itu juga jatuh.


 

"Kukukurikuuuuk ... !" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Inalillahi!" ucap Sofi.


 

"Wainaillahirojiun!" ucap Iip.


 

"Maaf! Maaf!" ucap Kernet Budiman.


 

Penumpang itu tidak tahu kalau dompetnya terjatuh. Kernet Budiman mengambil dompetnya dan dompet penumpang itu. Iip, Sofi dan dua penumpang membantu Kernet Budiman berdiri dan membenahi posisi duduk mereka sendiri. Dompet Kernet Budiman dan dompet penumpang itu sama persis. Kernet Budiman diam - diam meletakkan dompet yang ia anggap dompet penumpang itu padahal dompet miliknya sendiri, ke sela - sela keranjang ayam Iip Setiawan. Werkudara Bumi Legawa bergerak - gerak hingga dompet itu terjatuh.


 

"Kukukukuk kukukukuk!" Werkudara Bumi Legawa.


 

"Kang, itu bukannya dompet Akang?" tanya Kernet Budiman pada penumpang pemilik dompet yang ia ambil.


 

Penumpang di sebelah Iip itu melihat dompet yang terjatuh mirip dompetnya. Ia langsung memeriksa keberadaan dompetnya.


 

"Dompet saya tidak ada!" seru penumpang di sebelah Iip. Penumpang itu melihat lagi ke dompet yang jatuh. "Iya benar ini dompet saya!" ujarnya. Penumpang di sebelah Iip mengambil dompet yang dikira dompetnya. "Kok bisa ya jatuh ke keranjang ayam kamu?" tanyanya kemudian.


 

"Mungkin jatuh saat Abang Kernet jatuh tadi!" kata Iip Setiawan.


 

"Kalau jatuh harusnya kan dompetnya ada di bawah ya?" tanya Kernet Budiman. Sofi, Iip dan dua penumpang di sebelah mereka mengangguk karena keranjang ayam Iip ada di pangkuan Iip. "Tapi tadi terselip di keranjang ayam ya? Jangan - jangan?" pertanyaan Kernet Budiman membuat curiga.


 

Sofi Margareta teringat pesan Dinda.


 

"Banyak bicara adalah salah satu modus pencuri untuk mengalihkan perhatian korbannya," batin Sofi.


 

"A.......BCD! Jangan - jangan copet!" serunya kemudian.


 

"Kamu teh mau mencopet dompet saya ya?" tanya penumpang di sebelah Iip dengan esmoci emosi.


 

"Astaqfirullahaladzim! Kulo mencopet?! Mboten, saya tidak mencopet! Mboten enten niat seperti itu! Mboten ada saya, pikiran untuk mengambil yang sanes hak abdi!" tegas Iip.


 

"Jelas dompet saya teh terselip di keranjang ayam kamu!" kata penumpang di sebelah Iip dengan esmoci emosi.


 

"Harusnya milik orang kalau jatuh ya di kembalikan!" kata Kernet Budiman. "Ini kamu malah disimpan sendiri! Adanya kamu di sini bisa - bisa membuat para penumpang saya teh bisa pada kecurian!" panas - panas Kernet Budiman.


 

Sofi Margareta jadi takut barang - barangnya hilang. Ia segera memeriksa semua barangnya dan ternyata masih ada, Ia pun bernafas lega. Ia memeluk erat - erat tasnya dan setiap barang berharganya.


 

Sopri Sopir melihat ada keributan di belakang. Sopri Sopir menghentikan busnya.


 

"Ada apa Kernet Budiman?" tanya Sopri Sopir dengan berteriak.


 

"Copet!" jawab Kernet Budiman dengan berteriak juga.


 

Copet asli merasa dirinya ketahuan.


 

"Mana copetnya?" tanya Sopri Sopir dengan teriak lagi.


 

"Dia mencuri dompet saya!" terang penumpang di sebelah Iip sambil menunjuk dengan telunjuknya ke Iip.


 

"Pemuda yang membawa ayam ini copetnya!" teriak Kernet Budiman.


 

Copet asli lega rahasianya sebagai copet masih aman.


 

"Ya sudah, usir saja dia!" perintah Sopri Sopir.


 

"Usir! Usir! Usir! Usir! Usir! Usir! Usir!" seru para penumpang bus.


 

"Ojo usir saya! Jangan usir saya! Demi Allah saya teh mboten mencuri!" kata Iip Setiawan.


 

Sopri Sopir menghapiri Iip Setiawan. Ia menjambak baju Iip dan mau meninju Iip sampai Iip memejamkan matanya. Akan tetapi pukulannya berhenti di pipi Iip tanpa melukai Iip.


 

"Pergi atau kamu tidak punya gigi!" usir Sopri Sopir dengan mengancam. Iip di dorongnya turun dari bus.