Contents
Ayam Jantan Berkokok Cinta
3. Berlari Mengejar Bus
Pasar desa di pagi hari.
Iip Setiawan dan Sofi Margareta bertabrakan dan keduanya terjatuh.
"Inalillahi!" seru Sofi Margareta dan Iip Setiawan kompak bersamaan.
"Mamamama maksud saya teh maaf maaf! Saya teh tadi sedang mencari pitik jadi mata abdi melihatnya ke bawah," kata Iip Setiawan.
"Saya teh tidak peduli dan tidak mau tahu!" kata Sofi Margareta.
"Mangga kulo bantu berdiri!" kata Iip Setiawan.
"Gue bisa sendiri!" tolak Sofi Margareta. Sofi Margareta berdiri. Iip Setiawan juga berdiri.
"Gue itukan gaya bahasa gaul orang Jakarta. Neng teh orang Jakarta?" tanya Iip Setiawan.
"Bukan urusan lo!" jawab Sofi sadis. Werkudara Bumi Legawa terbang melompat ke arah Sofi Margareta. "A .....................BCDFGHIJZ!" pekiknya kemudian. Sofi kembali berlari dari kejaran ayam jantan.
Iip Setiawan menangkap Werkudara Bumi Legawa. Iip Setiawan memperhatikan Sofi Margareta yang berlari ketakutan.
"Ealah ... Neng dari Jakarta itu teh wedi kalian Werkudara Bumi Legawa toh!" kata Iip Setiawan. Iip pergi menggendong ayamnya sambil diakal membawa belanjaan ibunya.
Sofi berhenti berlari dan menengok ke belakangnya. Sofi melihat belakang tubuh Iip yang sedang menggendong ayam jantan yang mengejarnya. Sofi merasa lega sudah tidak dikejar ayam lagi tapi kok berdebar jantungnya deg deg deg ....
FADE OUT.
FADE IN
Desa, depan rumah Iip Setiawan pagi hari.
Iip Setiawan pamit ke Jakarta tanpa membawa ayam jantannya.
"Aku dilupakan, katanya mau diajak!" kata Werkudara Bumi Legawa sedih.
"Iip pamit, doakan Iip!" ucap Iip.
"Ibu dan Ayah, Insya Allah akan selalu mendoakan Iip," kata Ibu Erna.
"Hati - hati di jalan!" kata Pak Ujang.
"Insya Allah!" jawab Iip Setiawan. Iip Setiawan lalu mencium punggung tangan Ibu Erna dan Pak Ujang. "Assalamualaikum!" ucapnya kemudian.
"Waalaikumsalam!" jawab Pak Ujang.
"Waalaikumsalam!" jawab Ibu Erna.
Sementara itu.
Desa, di depan rumah Nenek Tari. Sofi Margareta juga berpamitan untuk pulang ke Jakarta.
"Salam buat Mama, Papa! Kalau libur lagi kamu teh harus ke rumah Nenek!" kata Nenek Tari.
"Insya Allah, Nek!" ucap Sofi Margareta lalu segera mencium punggung tangan neneknya. "Assalamualaikum!" ucapnya kemudian.
"Waalaikumsalam!" jawab Nenek Tari.
"Bu, Dinda antar Sofi dulu mau bus!" pamit Dinda lalu mencium punggung tangan Nenek Tari. "Assalamualaikum!" ucapnya kemudian.
"Waalaikumsalam!" jawab Nenek Tari.
Sofi Margareta dan Dinda, bibinya Sofi pergi.
Jalan desa di pagi hari.
Iip sedang jalan, tiba - tiba iya teringat ayam jantannya.
"Inalillahi, Werkudara Bumi Legawa ketinggalan!" ucapnya terkejut sampai berhenti melangkah. Iip Setiawan kembali pulang ke rumah orang tuanya.
Iip Setiawan berpapasan dengan Sofi Margareta dan Dinda. Sofi merasa pernah melihat Iip Setiawan. Iip sangat ingat pernah melihat Sofi.
"Seperti pernah melihat tapi di mana?" batin Sofi, sambil matanya melihat ke belakang ke arah Iip Setiawan. Iip Setiawan pun sambil jalan cepat memandang ke belakangnya ke Sofi.
"Itu tadi teh kalau tidak salah putranya tetangga yang rumahnya di ujung sana. Dia teh lama tinggal di Jawa, sekolah di Jawa, jadi Bibi teh kenal tapi tidak kenal," terang Dinda.
Depan rumah Pak Ujang.
Iip Setiawan datang dengan tergesa - gesa.
"Assalamualaikum!" pekik Iip Setiawan.
"Waalaikumsalam!" jawab kompak Pak Ujang dan Ibu Erna.
"Kenapa kembali?" tanya Ibu Erna.
"Pasti ada yang ketinggalan!" tebak Pak Ujang.
"Werkudara Bumi Legawa ketinggalan!" terang Iip Setiawan.
"Alhamdulillah aku tidak dilupakan!" ucap Werkudara Bumi Legawa, tapi tentunya bahasanya tidak dimengerti oleh manusia.
Iip Setiawan memasukkan ayam jantannya ke dalam keranjang ayam. Pak Ujang dan Ibu Erna saling pandang dan menggelengkan kepala melihat tingkah putra mereka satu - satunya.
"Assalamualaikum!" ucap Iip Setiawan.
"Waalaikumsalam!" jawab Pak Ujang.
"Waalaikumsalam!" jawab Ibu Erna.
Iip Setiawan segera jalan terburu - buru sampai sedikit berlari sambil membawa tas punggung dan keranjang ayam yang berisi ayam.
"Aku tidak mungkin ninggalin kamu, Wer! Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang!" ujar Iip Setiawan romantis.
"Kukukuruyuuuuuuuuuuuuk ....! Kukukuruyuuuuuuuuuuuuk ....! Kukukurikuuuuuuuuuuuuk ....! Kukukurikuuuuuuuuuuuuk ....!" pekik Werkudara Bumi Legawa terus menerus seperti memberikan suatu tanda.
Terminal bus di pagi hari.
Bus datang dan berhenti, lalu para penumpang yang sudah menunggu segera naik. Copet berpura - pura menjadi penumpang. Copet berpura - pura tidak sengaja beberapa kali menabrak penumpang lain untuk mengambil dompet ataupun smartphone para penumpang.
Para penumpang yang menunggu sudah naik, bus juga hampir penuh. Tinggal Sofi Margareta yang belum naik
"Tunggu Pak, saya Dinda mau memberi pesan - pesan kepada keponakan saya!"
"Bang Sopri, tunggu sebentar, jangan berangkat dulu!" teriak Kernet Budiman.
"Sofi Margareta, Bibi Dinda pesan, kamu hati - hati dengan yang di sekitar kamu!" pesan Dinda.
"Iya, Bi!" jawab Sofi Margareta.
"Jangan mudah percaya sama orang!" pesan kedua Dinda.
"Iya, Bi!" jawab Sofi Margareta.
"Apalagi orang yang belum kamu kenal dan yang baru kamu kenal!" pesan ketiga Dinda.
"Iya, Bi!" jawab Sofi Margareta.
"Hati - hati sama orang yang banyak bicara! Jika ada yang bicara banyak perlu dicurigai! Bisa jadi dia berniat untuk mengalihkan perhatian!" pesan keempat Dinda dengan mengekspresikan seram.
"Iya, Bi!" jawab Sofi Margareta.
"Apalagi yang gaya bahasanya aneh!" pesan kelima Dinda.
"Iya, Bi!" jawab Sofi Margareta dengan lelah mendengar.
"Hati - hati sama yang suka menolong!" pesan keenam Dinda.
"Iya, Bi!" jawab Sofi Margareta dengan bersabar mendengarkan.
"Bisa jadi itu modus!" pesan ketujuh Dinda.
"Iya, Bi!" jawab Sofi Margareta dengan sudah mulai tidak sabar.
"Buat Abang ... ?" tanya Dinda.
"Saya Abang Kernet Budiman!" jawab Kernet Budiman.
"Buat Abang Kernet Budiman, tolong jaga keponakan Dinda!" pesan Dinda sambil menepuk dadanya mengartikan keponakannya.
"Siap, Bi!" jawab Kernet Budiman dengan sikap hormat bendera.
"Jangan biarkan ada laki - laki yang mendekatinya!" pesan kedua Dinda untuk Abang Kernet Budiman.
"Siap, Bi!" jawab Kernet Budiman.
"Jangan biarkan diajak bicara sama pria tak dikenal!" pesan ketiga Dinda.
"Siap, Bi!" jawab Kernet Budiman.
"Jaga dari laki - laki modus!" pesan keempat Dinda.
"Siap resberesbe, Bi!" jawab Kernet Budiman.
"Pokoknya keponakan saya, harus wajib ain diawasi ketat!" pesan kelima Dinda.
"Kernet Budiman siap mengawal keponakan Bibi Dinda!" ujar Kernet Budiman.
Sementara itu di dalam bus.
Copet duduk di tengah di antara dua penumpang sambil memperhatikan sekitar mencari - cari kesempatan, peluang untuk mencopet. Para penumpang bosan menunggu sampai jamuran. Para penumpang pun akhirnya protes sama Sopri Sopir yang duduk di depan kemudi.
"Ah, lama!" teriak penumpang bus 1.
"Kenapa pakai lama sih? Apa yang ditunggu? Tinggal dua orang ini penumpangnya!" protes penumpang bus 2 sambil memperhatikan kursi di dalam bus yang tersisa dua saja di paling belakang tengah.
"Ayo cepat berangkat! Cepat berangkat!" perintah semua penumpang bus.
"Iya iya, sabar sebentar saya lihat ke luar dulu!" kata Sopri Sopir. "Ah, apa sih yang dikerjakan Kernet Budiman?" keluh Sopri Sopir. Sopri sopir turun dari bus.
Sopri Sopir menghapiri Kernet Budiman, Sofi Margareta dan Dinda.
"Kernet Budiman!" seru Sopri Sopir. "Kenapa lama?" tanyanya kemudian.
Kernet Budiman mau menjawab tetapi keduluan Dinda.
"Buat Pak Sopir, jangan kebut - kebutan!" pesan pertama Dinda untuk Sopri Sopir.
"Iya, Bu, saya akan pelan - pelan saja seperti lagunya kubus!" ujar Sopri Sopir.
"Hati - hati dengan penumpang modus!" pesan kedua Dinda.
"Insya Allah, saya akan berhati - hati!" jawab Sopri Sopir.
"Saya titip keponakan saya yang geulis ini! Jaga seperti putri anda sendiri!" pesan ketiga Dinda.
"Insya Allah, iya, Bu, akan saya jaga seperti putri saya sendiri!" ujar Sopri Sopir.
Dinda mengulurkan tangannya ke Sopri Sopir.
"Saya Dinda, Bibinya Sofi!" ucap Dinda memperkenalkan dirinya.
Sopri Sopir mengelap tangannya ke bajunya lalu menjabat tangan Dinda.
"Panggil saya, Sopri Sopir!" kata Sopri Sopir memperkenalkan dirinya.
"Ingat ya, Pak Sopri Sopir, pokoknya keponakan saya harus selamat utuh tuh tuh! Jangan sampai retak apalagi pecah!" kata Dinda.
"Insya Allah!" jawab Sopri Sopir.
Para penumpang melihat ke luar.
"Bapak - bapak, Ibu - ibu, emak - emak militan, Akang Adek Abang, teteh - teteh, saya titip keponakan saya!" seru Dinda. Para penumpang mengangguk. Ada yang memberi tanda jempol, tanda oke, tanda love dan lain - lain tanda yang menyatakan oke.
"Sok sekarang berangkat!" seru Dinda.
Sopri Sopir naik, Dinda naik, dan Kernet Budiman naik.
"Tarik Bang Sis!" seru Kernet Budiman.
"Watermelon!" jawab Sopri Sopir.
Bus jalan pelan menuju pintu ke luar terminal.
"A .......................... BCD! Aku harusnya yang naik!" teriak Sofi Margareta.
Dinda duduk di kursi belakang. Di pintu belakang berdiri kernet Budiman. Dinda sadar yang seharusnya naik bus Sofi Margareta.
"Bang Kernet Budiman! Seharusnya kan keponakan saya yang naik!" kata Dinda.
"Lah, iya ya! Astaqfirullahaladzim!" kata Kernet Budiman sambil menepuk jidatnya.
Dinda berdiri. Ia melihat ke luar dari kaca belakang bus. Tampak Sofi Margareta berlari mengejar bus.
"Stop! Stop! Stop! Stop! Stop! Stop! Stop!" teriak Dinda.
Sopri Sopir terkejut sehingga mengerem mendadak dut dut. Dinda dan Kernet Budiman yang berdiri terkena dut hingga terjungkal.
"Naon ... ?" tanya Sopri Sopir berteriak gregetan.
Dinda turun dari bus dan Sofi Margareta naik ke bus.
"Tarik Bang Sis!" seru Kernet Budiman.
"Watermelon!" seru Sopri Sopir.
Kernet Budiman berdiri di pintu depan bus dekat Sopri Sopir. Dari dalam bus, Sofi yang masih berdiri melihat Iip Setiawan berlari mengejar bus sambil membawa backpack dan ayam jantan dalam keranjang ayam.
"Tunggu! Tunggu! Enteni!" teriak Iip Setiawan.
Dinda ikut berlari membantu Iip mengejar bus.
"Tunggu! Tunggu!" teriak Dinda.
"Stop .............. !" teriak Sofi Margareta panjang.
Sopri Sopir kembali menghentikan bus dengan mendadak dut.
"Alhamdulillah hirobil alamin!" ucap Dinda dan Iip bersamaan. Dinda dan Iip terengah - engah.
"Terima kasih!" ucap Iip Setiawan.
"Kembali kasih!" ucap Dinda.
Sopri Sopir dan Kernet Budiman tanpa beranjak, melihat ke belakang dan ternyata yang menghentikan bus Sofi Margareta. Sopri Sopir dan Kernet Budiman saling pandang. Sopri Sopir menggelengkan kepala lalu Kernet Budiman juga menggelengkan kepalanya.
Iip Setiawan hampir naik ke bus.
"Tarik Bang Sis!"
"Watermelon!"
Bus jalan lagi.
"Ini teh namanya bus tidak sabar! Orang belum naik e ... jalan!" protes Dinda dengan teriak.
Iip Setiawan berlari sambil berusaha naik ke bus. Sofi Margareta menyemangati Iip.
"Naik! Naik! Naik! Naik!" seru Sofi Margareta.
Para penumpang di area belakang bus ikut menyemangati.
"Naik! Naik! Naik! Naik!" seru para penumpang bus bagian belakang.
Kernet Budiman berdiri di pintu bus. Ia melihat Iip berusaha naik ke busnya yang sedang jalan.
"Stop! Stop! Stop!" seru Kernet Budiman.
Bus berhenti Iip Setiawan naik dengan nafas terengah - engah tapi merasa lega karena bisa naik.
"Alhamdulillah!" ucap syukur Iip, Sofi, dan para penumpang di bagian belakang dengan kompak serempak.
Iip Setiawan dan Sofi Margareta bertemu pandang. Sofi Margareta terkejut terbelalak ternganga. Iip Setiawan juga mengenali wajah Sofi dengan terbelalak ternganga.
"Kamu kan yang ... ?" ingat Sofi Margareta.
"Yang di jalan desa, yang di pasar, dan yang sekarang di bus!" kata Iip Setiawan dengan tatapan lembut terpanah terbius dengan tatapan Sofi. Deg deg deg.
Jantung Sofi pun deg deg deg berdebar lebih dari biasanya.
Iip Setiawan dan Sofi Margareta yang sama - sama berdiri, terdiam dan saling pandang.
"Tarik Bang Sis!"
"Watermelon!"
Bus mulai melaju dengan awalan pelan.