Try new experience
with our app

INSTALL

Cinta Beda Dunia 

Chapter 2

Udara malam memang sedikit dingin menusuk tulang, yura ingin ke kamar mandi, maka iyu dengan tulus membantu anak itu melewati sudut-sudut kamarnya yang harum itu. Begitulah iyu, pembantu kepercayaan ibu kandung yura sejak yura belum terlahir di dunia ini.

Setelah itu iyu merebahkan tubuh yura kembali, ia bacakan dongeng-dongeng pengantar tidur. Hanya ini yang bisa ia lakukan, sedangkan ayahnya jarang sekali pulang ke rumah. Sang ayah yang bernama tirta lebih suka menginap ke rumah istri kedua. Ia menikah lagi sudah sejak lima tahun yang lalu, dan sejak itulah yura lebih sering sendiri atau lebih tepatnya berdua dengan dirinya.

Melihat keadaannya ini, iyu benar-benar tak ingin meninggalkan yura. Apalagi janji itu yang harus ia pegang, yaitu janji dengan ibu kandungnya bernama kanja. Majikan yang sangat baik dan sering membantu keluarganya yang ada di desa terpencil. Sehingga iyu tahu apa yang harus ia lakukan setelah ibu kandung yura meninggal.

Jadi yura seperti tanggung jawab yang lebih dari keinginannya sendiri. Ia sudah pernah lagi pulang ke desanya, semenjak ia yakin jika yura adalah anak yang harus ia anggap seperti anak kandungnya sendiri. Sembari berusaha mengingat wajah nyonya kanja tadi, ia sekilas memandang wajah yura yang sudah tertidur pulas di alam mimpi. Wajah lugu itu memang tak layak untuk disakiti, ia tarik selimut tebal untuk menghangatkan tubuh yura yang ringkih.

"Semoga di alam mimpi kamu bisa bertemu dengan ibu kandungmu, Nak," doa itu ia lantunkan dan setelah itu ia cium kening yura sebelum ia tinggalkan tubuh itu melewati malam dengan mimpi-mimpinya.

Yura memandang rerumputan luas yang menyegarkan matanya. Ia bisa melihat! Ia bahagia ketika dapat melihat seekor burung yang dengan tiba-tiba hinggap di pundaknya, burung cantik yang mungil. Jauh di pandangan matanya, puluhan zebra sedang memakan rumput untuk perutnya, jauh di belakang segerombolan zebra itu, ia dapat lihat gunung tinggi dengan gugusan awan di tengah puncaknya.

Sedangkan ia berdiri saja, merasa kebingungan dengan apa yang ia lihat dalam sekejab ini. Ia sadar jika ini hanyalah mimpi, sebab keajaiban baginya sudah hilang semenjak hidup selalu tak berjalan bahagia. Ia pegang burung yang di pundaknya itu, burung itu tak kabur, malah mematuk telapak tangan yura sebelah kiri. Dengan wajah penuh bahagia, yura mengajak bicara burung itu.

"Namamu siapa burung cantik?"

Tentu burung itu gak menjawab pertanyaan yura, ia hanya bersuara seperti ingin terbang di indahnya gugusan langit biru itu. Yura kemudian melepaskan burung itu, ternyata burung itu bertemu dengan segerombolan keluarganya, yura merasa sedih lagi, meski ia dapat melihat, ia hanya sendiri di sini. Tak ada ibu iyu yang biasa menemaninya hampir setiap saat.

Saat yura menutup kedua matanya, seakan ingin kembali ke kehidupan nyata, ada tubuh yang memeluk tubuhnya dari belakang. Pelukan hangat yang langsung membuatnya tenang untuk waktu yang cukup lama.

Yura hanya terdiam heran, kehangatan dan kedamaian seketika menjalar di seluruh tubuhnya. Tanpa sepatahkatapun yura mengeluarkan ucap. Suara lembut itu menyapanya, dengan panggilan "Nak".

"Nak?"

Yura kira itu adalah ibu iyu, kebahagiaan datang seketika.

"Ibu iyu?"

Suara itu gak menjawab lagi, justru hening dan diam sejenak, ia rasakan detak jantung itu menyatu dan menyatakan kerinduan yang begitu dalam kepadanya.

"Anakku tersayang," ia cium pipi sebelah kiri dari yura, yang membuat yura bahagia tanpa ada alasan yang mendukungnya.

"Siapa kamu? Kamu pasti bukan bu iyu!"

"Aku ibu kandungmu, Nak!"

Tanpa basa-basi yura mendesak untuk melepaskan pelukan erat itu, tangannya sangat erat memeluk tubuh yura. Ia ingin melihat wajah ibunya untuk pertama kalinya saja, atau mungkin ini satu-satunya waktu untuk ia melihat wajah ibunya.

Yura mendesak dan dapat dengan seketika membalikkan badan, ia diam seribus bahasa. Matanya mengembun dengan tiba-tiba, dan kedua tangannya meremas kaos oblong yang ia pakai di mimpi ini. Gak ada kata-kata selain kekaguman dan ketidakpercayaan dengan apa yang ia alami hari ini.

"Apa kamu benar-benar ibu kandungku?"

"Untuk apa ibu berbohong ke anakku kandung sendiri?" ibunya mengusap dada yura dengan penuh kasih sayang.

"Maafkan ibumu ini ya, Nak? Ibu sudah gak ada di sampingmu sampai kamu remaja begini, apalagi kamu gak dapat kasih sayang dari ayahmu, maafkan ibumu nak. Ibu hanya bisa bertemu denganmu satu kali saja, karena itu ibu ingin memuaskan waktu ini hanya buatmu nak!"

"Ibu? Aku butuh kasih sayang ibu!" mendengar suara lirih dari anaknya, kanja seketika memeluk lagi erat tubuh itu. Ia merasakan penuh kehangatan yang hanya ia dapatkan satu kali seumur hidupnya.

"Maafkan ibumu ini, ibu hanya bisa melihatmu tumbuh dengan penderitaan-penderitaan dari alam lain. Untuk ada iyu yang menjaga dan rela membagi cintanya untukmu, Nak. Jaga ibu iyu, seperti kamu merasakan perih yang ibu rasakan hari ini Nak, kamu gak perlu mengingat wajah ibu, yang perlu kamu ingat hanya pelukan ibu dan waktu dimana ibu memelukmu seperti ini!"

Lalu yura bertanya, sembari menjatuhkan air matanya penuh di pundak ibunya.

"Nama ibu siapa?"

"Betapa polosnya kamu anakku, Kanja itu nama ibu kandungmu ini," ia usap kening yura dengan kasih sayang.

"Nama yang indah, seperti wajah ibu yang juga sangat cantik," mendengar pujian itu, kanja tersenyum lebar lalu mengajak yura duduk untuk menceritakan apa hal yang ingin ia sampaikan saat ini.

"Waktu ibu gak banyak, Nak!"

Yura hanya diam dan terus saja memandang wajahnya penuh bahagia.

"Apa kamu pernah jatuh cinta anakku?" ia bertanya dengan mengusap-usap kening anak yang ternyata sangat mirip dengannya.

"Gak, Bu. Aku takut buat jatuh cinta," yura menjawab dengan jujur dan rendah.

"Kenapa harus takut?" ia lingkari tangannya, lalu menaruh kepala yura kepahanya, agar yura lebih merasakan kasih sayang itu begitu dalam.

"Gak tahu! Teman-temanku saja gak ada yang mau nerima aku yang buta ini!" wajah yura seketika menjadi sewot.

"Ternyata teman-temanmu jahat ya! Mereka semua akan mendapatkan balasan, karena udah membuat anakku merasakan kesedihan seperti ini!" kanja malah tertawa kecil, karena ia melihat ekspresi wajah yura yang sangat kekanak-kanakan.

"Ibu kenapa bertanya seperti itu ke yura?"

Sejenak mereka berdua saling berdiam diri, saling memandang kerinduan yang tak bakal bisa dilupakan. Ada hal yang ingin kanja katakan pada anaknya, yaitu perihal permintaannya kepada malaikat untuk sosok yang menjaga yura setiap saat.

Kanja paham, jika tubuh iyu sudah semakin tua dan renta. Sehingga tenaganya gak sekuat dulu, karena itulah mumpung ia bisa bertemu anaknya, ia sampaikan apa permintaannya kepada malaikat, untuk disampaikan kepada Tuhan.

"Akan ada pria yang sangat baik, pria itu akan menjagamu setiap saat, saat kamu sedih, bahagia, bahkan saat kamu gak ingin melakukan apapun!"

Yura sedikit bingung, lalu melemparkan sanggahan dengan sangat polosnya.

"Kan udah ada ibu iyu? Kenapa harus ada yang menjagaku lagi?" tanya yura sedikit nakal.

"Kamu ini! Ibu iyu sudah semakin tua, nak. Tenaganya juga sudah gak sekuat dulu, mangkanya ibu meminta ke Tuhan untuk memberikanmu sosok pria penjaga sampai seumur hidupmu anakku!" yura yang mendengar jawaban ibunya itu, sedikit antara bahagia dan sedih. Ia gak mau membagi-bagi kasih sayang lagi, cukup ia, ibu iyu dan ibu kandungnya ini.

"Kamu gak boleh nolak! Ibu melakukan ini karena ibu sebentar lagi gak bisa menjagamu lagi! Ibu sudah gak bakal bisa memelukmu dan merasakan air matamu yang hangat menetes dipundak ibu," yura semakin diam, menahan sesak yang begitu sangat menyakitkan.

"Ibu?"

Tanpa bisa yura menjawab, datanglah angin kencang yang menghamburkan rerumputan hijau segar itu. Yura perlahan gak lagi merasakan pelukan ibunya menempel di tubuhnya. Yura gelisah, dan masih gak mengerti dengan omongan ibunya itu. Belum sempat ia melihat ibunya lagi, teriakan suara ibunya terdengar samar dari kejauhan, sebelum benar-benar hilang dari pendengarannya.

"Kesedihan gak bakal ada didekatmu lagi, Nak!" lalu suara itu hilang, seperti hilangnya ilusi dari lubuk hati yura sendiri.

Tiba-tiba ia terbangun, tubuhnya terasa hangat sekali. Kulitnya seperti lembut, ia raba-raba apapun untuk bisa membuat kegelisahannya sedikit hilang.

Apa yang ada dipikirannya, tentang mimpi dengan ibunya. Sosok cantik dan lembut, sosok yang membuatnya sangat bangga bisa memp- unyai ibu seperti ibu kanja. Yura ingat, yura bahkan akan ingat wajah itu, wajah cantik dan baik hati. Yaitu wajah ibunya sendiri, dan tentu ia akan ingat jika kesedihan gak bakal ada di hidupnya ke depan. Itulah janji dari ibunya, ia hanya tersenyum dan berusaha terbangun dari tidurnya yang sangat nyenyak malam tadi.

"Sudah bangun, Nak?"

"Ibu?" ia tahu itulah suara ibu iyu, ibu yang selalu menemani hari-harinya dengan sangat tulus. Ia gak bakal katakan jika ia bertemu dengan ibu kandungnya sendiri, biarkan itu menjadi rahasia antara dirinya dengan ibunya.