Contents
Raja Jatuh Cinta
PERTEMUAN
Sebagai seorang remaja berusia tujuh belas tahun, Raja bisa dibilang mempunyai segalanya, dia tampan dan kaya, tidak susah baginya untuk mendapatkan hati cewek yang ada di sekolah ini. Hanya tinggal memberikan bunga dan kata-kata romantis, Raja jamin dalam hitungan detik, cewek itu akan tunduk kepadanya.
Bagi Raja, cewek tidak ada ubahnya dengan sebuah baju, Mana yang pantas dipakai buat nonton, mana yang pantas dipakai buat ke pesta, dan mana yang pantas dipakai buat makan malam. Raja tidak peduli dengan perasaan mereka begitu mengetahui dia mempunyai cewek lain, toh kalau mereka minta putus, yang rugi mereka sendiri.
Raja tidak peduli dengan sebuatan Raja Jatuh Cinta yang diberikan dua sahabatnya—Adit dan Andre, baginya sebutan itu malah menjadi sebuah kebanggaan. Sudah tak terhitung berapa banyak cewek-cewek di sekolah yang pernah menjadi pacar Raja, entahlah, mungkin karena dia merasa seperti reinkarnasi Arjuna, sehingga dengan mudah dia mengibuli cewek-cewek bodoh yang ada di sekelilingnya.
Seperti kejadian yang terjadi satu minggu yang lalu, saat Raja mutusin Bella dan gadis itu menangis histeris di depannya, Raja tidak peduli dengan air mata gadis berambut panjang itu. Raja merasa ada sebuah kepuasan tersendiri begitu melihat cewek bodoh menangis karenanya.
Tidak sia-sia Adit dan Andre memberinya gelar Raja Jatuh Cinta.
Pada suatu hari Senin yang cerah, saat kisah Raja dimulai, dia mendengar seseorang mengetuk pintu kamar.
“Cepat turun, Nak!” Seru ibunya.
Setelah sarapan, Raja segera menghampiri motor untuk bergegas ke sekolah. Hari ini cuaca mendung dengan sedikit basah, hujan yang mengguyur deras semalam masih menyisakan genangan-genangan air yang tampak keruh di jalan-jalan berlubang.
Dipacu motornya dengan kecepatan penuh, dia melirik arloji yang dikenakan—sudah menunjukan pukul setengah tujuh. Dia berbelok ke sebuah tikungan dengan kecepatan tinggi dan berpapasan dengan seorang cewek bersepeda.
Teriakan seseorang mengagetkan Raja(dia melihat seorang gadis bersepeda yang tadi berpapasan dengannya menghampirinya dengan seragam yang sangat kotor.
“Lo buta ya?!” semburnya berusaha membersihkan lumpur di seragamnya. “Kalau naik motor pakai mata dong!”
Raja mendecakan lidah, malas berurusan dengan cewek dengan tampang seperti ini. Cowok berkulit putih bersih itu merogoh dompet dan mengeluarkan beberapa lembar uang yang dijejalkan ke tangan gadis berkepang dua itu. “Nih buat ganti seragam lo yang dekil.”
“Gue nggak butuh uang lo!” Gadis itu melemparkan uang itu ke wajah Raja. “Lo harusnya minta maaf.”
“Oke, itu masalah lo, gue nggak mau minta maaf, lagian lo yang salah juga.” Cibir Raja mengambil uang itu. Raja berjalan kembali menuju motor(merasa ada sesuatu benda menjijikan yang mendarat di bahunya.
“Apa yang lo lakuin?!” geram Raja ketika menyadari gadis itu melempari jaketnya dengan lumpur. “Lo sinting ya?!”
“Kita impas,” katanya dengan senyum yang sangat menyebalkan. “Memangnya enak pergi ke sekolah dengan pakaian kotor seperti itu.”
Raja hanya mengeram emosi menghadapi gadis yang satu ini. Dia memutuskan untuk pergi meninggalkan gadis aneh itu sebelum mendapat kesialan yang lebih parah.
Adit dan Andre datang menghampiri Raja. “Kenapa lo kotor sekali, Bro?” tanya Andre ketika Raja mencopot jaket yang dikenakan dan menaruhnya di tong sampah.
“Tadi di jalan ketemu cewek sinting,” gerutu Raja dongkol.
“Siapa yang lo maksud?” tambah Adit menahan tawa.
“Entahlah, gue nggak tahu,” jawab Raja cepat. “Yang pasti dia cewek yang sangat jelek dan(” Sebelum Raja menyelesaikan ucapan, sebuah suara nyaring memanggil namanya.
Raja berpaling ke arah suara itu dan mendapati Nadia sedang berlari ke arahnya. “Pagi, Sayang,” sapa gadis berponi dengan suara manja. “Nanti siang kita nonton ya?”
Raja hanya tersenyum sebagai jawaban, dia bergegas meninggalkan Nadia yang cemberut. “Sial sekali gue hari ini, sudah ketemu gadis sinting, kini gue harus menemani Nadia.” Gerutu Raja dalam hati.
Adit dan Andre mengikuti Raja dari belakang. Sekilas Raja mendengar mereka berdua membicarakan tentang anak baru. Ketika mereka sampai di dalam kelas, Raja menceritakan semuanya kepada Adit dan Andre. Mulai dari insiden tidak sengaja mengotori seragamnya, hingga gadis itu membalas dengan melempari dengan lumpur.
“Itu konyol sekali…” Adit tak henti-hentinya memegang perut. “Sumpah itu konyol banget.”
“Gue jadi penasaran sama cewek itu.” Tambah Andre.
Raja sangat geram bila mengingat kejadian itu. Dia sangat berharap untuk tidak pernah bertemu dengan gadis itu lagi.
“Gue dengar lo sudah jadiah sama Citra, ya?” tanya Andre. “Apa itu benar?”
Raja mengangguk dan nyengir. “Ya, itu benar, beritanya cepat menyebar rupanya.”
“Lo benar-benar Raja Jatuh Cinta,” ujar Adit dengan nada sedikit kagum. “Bagaimana dengan Nadia?”
Raja hanya mengangkat bahu. “Peduli apa dengan dia, Nadia gadis bodoh yang membosankan.”
Bel pelajaran pertama berbunyi, Adit dan Andre bergegas menuju bangkunya ketika samar-samar mereka mendengar langkah sepatu mendekat ke arah kelas.
Bu Nina yang merangkap sebagai wali kelas dan guru Bahasa Indonesia masuk dengan ekspresi yang langsung membuat seisi ruangan hening, dengan postur tubuh yang tinggi besar, Bu Nina lebih mirip sipir penjara dari pada guru Bahasa Indonesia.
“Kumpulkan tugas kelompok kalian,” katanya dengan suara menggelegar, membuat semua siswa langsung mencari kertas tugas.
Raja berpaling ke arah Liza dengan tatapan menggoda. Raja ingat bahwa Liza satu kelompok dengannya. Liza tersipu malu ketika menyerahkan tugas kelompok itu kepada Raja dengan tangan gemetar.
Sebuah ketukan mengisi keheningan ketika Bu Nina sedang memeriksa tugas-tugas kelompok. Raja berpaling ke arah suara ketukan itu, dan mendapati Pak Hadi(Kepala Sekolah masuk ke dalam kelas.
“Maaf mengganggu sebentar, Bu Nina,” kata Pak Hadi ramah. “Aku mengantar siswi pindahan yang kemarin kita bicarakan.”
Bisik-bisik mulai menjalar seperti api ketika semua siswa sibuk menebak-nebak seperti apa murid baru itu. Bahkan Andre dan Adit tampak sangat bersemangat untuk menyambut murid baru itu.
“Gue dengar dia anak yang sangat pandai,” kata Andre cukup keras di belakang Raja. “Semoga saja dia cantik ya.”
Pak Hadi dan Bu Nina terlibat dalam percakapan singkat, lima menit kemudian Pak Hadi mempersilakan murid baru itu masuk ke dalam kelas.
Sungguh ini horor yang paling Raja benci ketika melihat siapa yang dimaksud Pak Hadi sebagai siswi baru. Raja terkejut begitu menyadari bahwa siswi baru itu adalah seseorang yang tidak asing buatnya.
“Perkenalkan namamu,” kata Bu Nina ketika gadis itu berjalan ke depan kelas.
“Nama saya Kemalla,” katanya memperkenalkan diri. “Kalian bisa memanggilku Malla.”
“Bagaimana kalau kami memanggilmu Si Dekil?” celetuk sebuah suara dari barisan belakang. “Atau kami memanggilmu Si Udik?”
Hampir semua siswa yang ada di dalam kelas tertawa mendengar ucapan siswa berbadan gemuk itu. Tapi Malla hanya membalas ucapan itu dengan senyuman.
“Kamu duduk bersama Raja ya,” kata Bu Nina membuat Raja tercekat bukan main. “Dan kamu, Adit, kamu pindah duduknya.”
“Nggak!” tolak Raja keras begitu Bu Nina menyuruh Malla untuk duduk di sebelahnya. “Aku nggak mau duduk dengan Si Dekil itu, Bu.”
“Jangan membantah, Raja!” balas Bu Nina dengan suaranya yang menggelegar ketika Pak Hadi meninggalkan kelas. “Malla, kamu duduk di sebelah Raja.”
Malla mengangguk dan berjalan tegap ke meja Raja, begitu dia sampai—dia menatap Raja tajam, baru menyadari teman sebangkunya adalah orang yang tadi dilemparinya dengan lumpur.
Tampaknya kesabaran Raja Jatuh Cinta bakal diuji kali ini.