Contents
The Mono
3. Campus life
Setelah urusannya di Singapura, Mono bisa fokus ke proyek di Bandung kadang dia mengawasinya langsung, kadang dia bolak – balik ke Jakarta. Sebenarnya dia tidak masalah harus bolak – balik Jakarta – Bandung sekarang dia punya pesawat pribadi sendiri, yang dia pikirkan dia merasa bosan, semuanya sudah di handle oleh orang - orang yang ahli, tidak apa – apa harus mengeluarkan biaya yang mahal sebagai konpensasi gaji mereka, yang penting semuanya bisa terlaksana dengan baik, Mono sebagai Top Managament – President Direktur hanya melakukan kebijaksanaan yang stratragis saja sisanya dilakukan oleh anak buahnya.
Sore itu sambil berjalan – jalan di dekat Proyeknya, dia melihat beberapa mahasiswa yang berjalan didepan Proyeknya, mahasiswa yang kuliah di tanahnya, tanah kakeknya, belakangan Mono berpikir, “coba, gue liat kedalam kampus, yah siapa tahu kita bisa kuliah atau bisa mengajar di sana, siapa tahu, buat menghilankan kebosanan”,
Dia berpikir,”tanah keluarga gue ini”, dia berjalan memasuki kampus
Mono ketemu resepsionis di loby kampus,
“Siang mba”,
“selamat siang pak, ada yang saya bantu?”, tanya mbanya
“Saya mau tanya, saya sudah lulus sarjana satu Teknik Sipil di Singapura, bisa ngga saya melanjutkan disini dan sekalian kalau bisa sekalian mengajar disini?”.tanya Mono, Mono memang menyelesaikan pendidikan sarjana S1 Tehnik Sipil di Singapura dan melanjutkan pendidikan Master of Busines (MBA) di Amerika, tapi dia tidak harus menceritakan pendidikannya di Amerika.
“bapak silahkan tunggu, saya akan panggilkan Kepala bagian peneriman mahasiswa baru, ”, jawab mbanya.
Cukup lama mbanya memanggil atasannya, hingga datang bersama seorang wanita setengah baya, kemudian merekapun berbicara
“selamat siang bapak, ada yang bisa saya bantu?”, kata ibu Tati, Kepala bagian peneriman mahasiswa baru.
“Saya mau tanya, saya sudah lulus Sarjana S1 Teknik Sipil di Singapura, bisa ngga saya melanjutkan disini dan sekalian kalau bisa sekalian mengajari?”.tanya Mono,
“begini bapak, kami punya persyaratan yang ketat sekali untuk colon mahasiswa baru apalagi untuk menjadi Dosen di Institut Teknologi Bandung Indonesia, untuk Dosen mengajar mahasiswa S1 harus berkualifikasi minimal S2 diuatamakan praktisi, untuk mengajar mahasiswa S2 juga harus berkualifikasi minimal S3 diuatamakan praktisi dan Guru Besar atau Profesor, sebaiknya bapak melanjutkan kuliah S2 sambil kalau nanti ada Dosen butuh asisten Dosen mungkin bapak bisa menjadi asisten dulu baru setelah lulus S2 dan kalau sesuai syarat – syarat dari fakultas mungkin bisa menjadi Dosen. Insya Allah”. jelas ibu Tati
“ooh begitu, saya pikir – pikir dulu, ngomong - ngomong ada beasiswa bu”,Tanya Mono, basa – basi.
“kalau untuk kelas regular ada, tapi harus di test dulu, untuk kelas executive tidak ada”, ibu Tati menjelaskan.
“Bedanya, bu”, Tanya Mono
“kelas regular kuliahnya setiap hari siang dan malam, sedangkan kelas executive hanya sabtu dan minggu saja”, terang buTati.
“kapan bisa dimulai kelasnya bu, saya jadi pengin kuliah disini”, Tanya Mono
“sekitar dua minggu lagi, kalau bapak mau ikut kelas
regular
pascasarjana semester genap di tahun ini”, jelas ibu Tati.
“oke deh bu, saya siapkan berkas – berkas saya”, kata Mono, di dalam hatnya, yaa dari pada bengong, proyeknya lagi dikerjakan, biar tidak pusing terus lihat pasir, batu bata, semen dsb mendingan coba kuliah sekalian lihat – lihat, kayanya mahasiswinya cantik – cantik resepsionis aja cantk, niatnya sudah tidak benar.
Tanpa terasa hampir setahun Mono kuliah di Institut Tenknologi Bandung Indonesia, dia sekarang menjadi Asisten Dosen dari seorang Profesor Tehnik Sipil bernama ibu Profesor Siti Hadji Rahman, semantara proyek besarnya didepan kampusnya hampir selesai dan tidak ada yang tahu. Mono sekarang sering disuruh – suruh, membawakan tas, file dan buku - buku ibu Siti, kadang jadi supir kendaraan bu Siti kalau supir aslinya sedang halangan, tidak apa selain merupakan “prasyarat” kelulusan juga syarat menjadi Dosen di kampusnya, yang lebih penting ada anak perempuan ibu Siti yang
Masya Allah
. Dia anak bungsu bu Siti masih kuliah semester akhir di program Sarjana S1 di Institut Tenknologi Bandung Indonesia , namanya Bunga Rahman Waktu pertama kali melihat Mono hanya
bengong,
kayaknya waktu dia kuliah di Amerika sekalipun tidak ada yang seperti ini. Bunga juga seorang model dan mantan peserta putri Indonesia juga pembawa berita televisi yang ternyata televisi punya kakaknya, kak Ros makanya sering bolak – balik Jakarta – Bandung. Dia belum selesai kuliah di S1 Jurusan Manajeman Bisnis di Institut Teknologi Bandung Indonesia, padahal umur semestarnya dan usia hidupnya sudah cukup, mungkin susah membagi waktu antara kuliah, pekerjaannya sebagai model dan pembawa berita televisi. Dia masih usahakan kuliah karena merasa tidak enak sama ibunya yang sering bertanya kapan lulusnya. Sedangkan Mono baru merasakan nyaman terhadap peran barunya.
Hari itu Mono akan menyupir mobilnya ibu Siti karena supir aslinya sedang tidak bisa. Dia bersama temanya Santoso temanya kuliah sesama Asisten Dosen, bedanya dia sudah berkeluarga jadi lebih tenang usahanya Mono. Pagi itu Mono didalam mobil, bertanya kepada ibu Siti, dia yang menyupir, Santoso disampingnya dan ibu Siti serta Bunga dibelakannya.
“Assalamu’ Alaikum, selamat pagi, kita mau kemana bu?”,
“Walaikum Salam, kita mau kekampus dulu, lalu ke Kopertis Dikti” jawab ibu Siti,
Tidak lupa dia bertanya kepada Bunga dengan semangatnya
“Assalamu’ Alaikum, selamat pagi, bagaiama kabarnya mba Bunga”,
“baik”, Bunga menjawab dengan dingin.
Biasaa nanti kalau sudah kenal akan beda rasanya, lihat aja, batin Mono, sementara Santoso hanya tersenyum simpul.
Ditengah jalan Bunga memulai pembicaraan, diarahkannya ke Mono dengan bertanya,
“katanya kamu yang meru’yah mahasiswi yang kemasukkan setan di kampus, ya?, dia teman saya, kamu bisa juga ya, ngurus masalah begituan”
“ahh biasa aja mba, kita hidup harus tolong menolong, mba tahu dari siapa?”, Mono balik bertanya.
“kamu mau tahu aja, kamu pernah atau lulusan pesantren mana, kamu sering nankep makhluk – makhluk astral kaya gitu?”,Bunga ganti bertanya.
“saya tidak pernah ikut atau lulusan pesantren, namun saya pernah belajar mengaji dengan seorang Kiai di deket rumah saya waktu saya kecil, sekarangpun masih”, jawab Mono, dia harus berusaha agar Bunga terus bicara denganya.
“kalau mba ngaji dimana”, Tanya Mono
“kamu mau tahu aja”, jawab Bunga, sama dengan yang tadi, dingin
“kita harus bisa membagi waktu untuk kepentingan dunia dan akherat mba, kita diciptakan Allah lebih mulia dari jin dan sejenisnya bahkan terhadap malaikat, mereka di suruh Allah sujud kepada manusia, moso kita harus takut terhadap hal – hal seperti itu”, terang Mono, usahanya untuk menarik perhatian Bunga
“tuh dengarin kata – kata Mono, kamu kalau disuruh ikut pengajian selalu ngga bisa, ibu aja sering ikut pegajian setiap malam jum’at dan malam senen di masjid deket rumah”, ibu Siti langsung menimpalkan. Bunga diam seribu bahasa, tapi di dalam hatinya dia membenarkan semuanya.
Dan merekapun sering berdialog tentang masalah keTuhanan kalau Mono yang menjadi supirnya. Tapi bakalan sulit
mendakwahnya,
mungkin sudah terlalu tinggi urusan duniannya dan gengsinya. Sedang Santoso hanya berbicara singkat waktu di kampus,”ente ngga mungkin dapet orang kaya Bunga, kelasnya beda boss, saya pernah lihat cowoknya waktu jemput Bunga,
gile naek Masserati”.