Contents
JANJI JIWA (PROMISE)
KAWULA MUDA
KAWULA MUDA
Pukul 09.00 Rey tergesa-gesa menuju kamar mandi yang ternyata diisi oleh Nayla yang mendahuluinya masuk. Nada ketukan dan teriakan yang begitu keras dan terasa begitu menyebalkan pun menyeruak terdengar sampai beranda rumah.
“Reeeyyy, ada apa sih?! Cobalah sabar, di dalam ada adikmu!” Arini begitu gemas dengan kelakuan Rey yang tak kunjung berubah dengan sikapnya yang belum dewasa.
“Nggak tahu nih bun, Rey kumatnya masih ajah bertahan.” Suara Nayla pun ikut nimbrung dan terdengar samar dari dalam kamar mandi.
“Bun, Rey kan bentar lagi masuk jam kerja. Ini Nayla kelamaan di kamar mandi!” Rey mencoba melawan setelah telak dihadang pernyataan kedua wanita di sekelilingnya.
“Cobalah sekali-kali Kamu bangun pagi! Bukankah sebentar lagi Kamu akan menjadi calon imam bagi Sarah. Kalau seperti ini terus, Ibu malu punya anak seperti Kamu.”
“Iya, Bun pokoknya beres! Sekarang Aku cuma ingin segera mandi.” Rey menutup pembicaraan ini yang seolah-olah wanita dihadapannya memojokkan dirinya.
Rey selalu ribut dengan adiknya, bukan persoalan besar dan serius tapi kebahagiaan mereka ditampilkan dalam canda. Namun selalu saja Rey yang menjadi korban yang di bully, baik oleh adiknya maupun ibunya. Seolah-olah Ibunya selalu membela sang adik. Kejahilan dan sifat kocak Nayla membuat Rey berpikir akan kehilangan moment-moment indah bersama keluarga yang selama ini membesarkan dirinya. Padahal selama ini Rey selalu ingin menjauh dari Nayla karena sifat jahilnya yang parah. Kadang kala Rey selalu menemukan kadal, kodok, atau binatang-binatang yang menjijikan dimasukan oleh Nayla ke dalam tasnya. Tak lain agar pacar-pacar Rey menjauhi bahkan memarahi Rey. Hal ini dilakukan Nayla karena tidak suka dengan sifat kakaknya yang playboy, meski Nayla menyayangi Rey sebagai pelindungnya. Begitu pun dengan Rey harus mengalah, karena Nayla adik satu-satunya kesayangan Rey maupun Ibunya. Setiap Nayla beraksi, Rey selalu pasrah dengan keadaan adiknya setelah ketahuan menjahilinya.
******
Dengan aroma wangi yang telah disemprotkan ke tubuhnya dan lengkapnya setelan kemeja warna biru kotak. Rey pun bergegas menuruni anak tangga untuk segera beranjak pergi kerja masuk shift pagi.
“Nak, tidak sarapan dulu?” Tanya Ibu dengan keheranan, tidak seperti bisanya Rey melewatkan sarapan pagi bersama Nayla dan ibu.
“Tidak bu, sudah telat! Nanti tidak kebagian komisi dong.” Rey tersenyum dengan mengguratkan kode jika dirinya sudah bertanggung jawab dalam hal finansial demi keluarga barunya suatu saat nanti.
“Cepat pulang ya!” Arini pun balas tersenyum melihat anak sulungnya begitu membanggakan.
Hari ini pagi yang begitu cerah dan teramat disayangkan untuk berleha-leha. Daun kering yang jatuh dari pepohonan menyambut kepergian Rey untuk segera mengais rejeki demi masa depannya yang cerah. Seperti biasanya Rey selalu berjalan kaki menuju kantornya yaitu stasiun radio Fave. Jarak tidak jauh memisahkan antara rumah Rey dengan stasiun radio Fave. Mereka begitu dekat, bahkan jika Rey berlari bolak-balik hanya cukup menghabiskan waktu bermenit-menit untuk menggapai kedua tempat tersebut. Hal ini yang dibanggakan oleh ibunya, tak usah khawatir dengan puteranya yang berdinas dekat. Bahkan tiap hari bertemu tanpa bosan. Selain itu tempat kerja Rey cukup untuk memapankan puteranya yang terbilang masih muda. Namun suatu waktu juga Rey harus menempuh jarak jauh untuk membawa acara di tempat lain sebagai presenter televisi.
Pagi seperti biasa, waktu itu menunjukkan pukul 10.00 stasiun radio Fave sudah riuh diisi oleh suara sibuk dari berbagai sudut ruangan. Imelda sang receiptionis, kembali membawakan buket mawar maroon dan kotak yang bercorak sama seperti sebelumnya.
“Rey, baru datang ya?! Ada titipan lagi dari penggemarmu nih!” Imelda hanya mengguratkan senyum setelah menyampaikan barang titipan dari seseorang yang mengaku penggemar Rey.
“Ini dari siapa lagi?” Rey kebingungan kali ini kedua kalinya Ia menerima barang yang sama bahkan dengan corak yang sama.
“Entahlah, cobalah buka! Yang penting bukan Aku yang mengirimkan barang-barang titipan ini.” Tegas Imelda.
“Iya,…. Iya, Aku mengerti! Maafkan Aku soal kemarin telah menuduhmu yang mengirimkan barang-barang seperti ini.”
“Ya sudahlah, Aku sudah memaafkan mu,,,, itu hal biasa kok, hanya salah paham.”
“Oh iya Imelda, boleh Aku tanya? Mengenai pengirim barang-barang yang dititipkan pada mu, Kamu tahu ciri-cirinya?”
“Aku tak tahu Rey, yang kulihat hanya seorang bapak-bapak tua sepertinya tukang kurir pengirim barang. Soalnya setiap mengirimkan barang harus ada tanda tangan dari penerima barang tersebut.”
“Oh, baiklah. Terima kasih yah atas info nya.”
“Sepertinya kamu masih penasaran belum menemukan orang yang kau cari ya? Hahaha .”
“Ya ampun kamu malah menertawaiku sih? Aku lagi penasaran nih Mel.”
“Hey, bukankah kau akan menikah dengan pacarmu? Seharusnya Kau tak memikirkan hal-hal kecil dan bodoh seperti ini, apalagi penasaran dengan penggemarmu,,,,, hahaha.”
“Entahlah Mel, rasanya Aku sangat penasaran sekali dengan barang-barang yang dikirim ini juga dengan pengirimnya. Padahal Aku tak pernah menghiraukan penggemar gelap ku.”
“Awas lho Rey godaan menjelang pernikahan mu!”
“Iya, Aku mengerti dengan apa yang dikatakan oleh mu Mel.”
Rey masih asyik berbincang dengan rekan kerjanya sebelum telepon berdering dari seseorang di sana. Rekan kerja lain pun menyampaikan sebuah pesan bahwa ada telepon dari seorang wanita untuk Rey.
“Mas Rey, ada telepon dari Anne.”
“Oke, tolong cancel yah! Sampaikan satu jam lagi telepon balik, soalnya 5 menit lagi Aku akan on air.”
“Siap Mas, saya sampaikan.”
Regukan terakhir kopi di cangkir yang di genggam oleh Rey menandakan saatnya untuk beraksi. Dihiasi busa peredam suara, sang penyiar mengolah tinggi rendah bahkan riuh rendah nafas. Semua penyiar tentu menginginkan nada maupun jeda yang tepat bagi suaranya. Hal ini sangat penting demi menabung penggemar dan rating acara radio makin tinggi. Tentu saja, mereka para penyiar akan mendapatkan honor yang tinggi sesuai dengan maraknya iklan di setiap moment jeda acara siaran. Sehingga membuat para penyiar berlomba-lomba memaksimalkan kemampuan wicara di depan microphone. Suara khas merdu dan berat dari seorang pria bernama Rey pun menggema di ibu kota. Memaparkan beberapa informasi dan lagu yang akan diputar untuk beberapa season. Membuat para penggemar radio betah dan asyik berlama-lama tanpa mengganti channel. Karena selain lagu-lagunya yang enak dan selalu hits diputar, selain itu penyiar radionya adalah Rey. Biasanya para penggemar selalu tertipu dengan suara seorang penyiar yang merdu dan sosok aslinya yang tidak di sangka. Namun Rey sudah dikenal karena suara merdu dan ketampanannya saat membawakan acara di radio dan televisi. Hal ini menambah nilai plus untuk seorang penyiar kenamaan bernama Rey. Lagu Kla Project pun diputar sesuai dengan request dari seorang penggemar di ujung sana. Sambil menunggu lagu habis, Rey pun menunggu request selanjutnya dari telephone yang dibuka secara on air. Jeda waktu pun bergulir untuk membuka kontak request berikutnya.
“Hallo, siapa di seberang sana? Radio F menunggu request anda.”
“Hallo Andre, apa kabar?” Seorang wanita dengan suara merdu dan lembut menelepon radio Fave dalam acara request lagu.
“Maaf, ini dengan radio F dan Saya Rey. Boleh tahu, Mbak darimana, dengan siapa dan akan request lagu apa?” Rey pun meminta penelepon untuk memberikan informasi nama dan request lagu.
“Ehmm, Andre Aku mencintaimu!” Lagi-lagi perempuan itu memanggil Rey dengan sebutan Andre.
“Maaf mbak, Saya bukan Andre. Nama Saya Rey! Anda ingin request lagu apa ya?” Rey pun kembali menegaskan kepada wanita yang dianggap aneh ini.
“Ehm, Saya Anne….. Ehmm Saya ingin lagu Citra biru untuk Andre!” Lalu memutuskan kontak telepon.
“Baiklah, Saya akan memutar lagu tersebut dari Anne untuk kekasihnya Andre.” Rey pun agak sedikit aneh, baru kali ini mendapati seorang penggemar radio tak sopan dan aneh memutuskan kontak telepon tanpa pamit.
Lagu Citra biru pun diputar, seiring dengan permintaan dari perempuan tadi. Rey pun keluar sejenak dari ruangan peredam suara tersebut untuk merokok sambil menunggu lagu tersebut habis diputar. Lagu ini mengingatkan Rey pada suatu waktu tapi itu entah kapan. Selain itu beriringan asap yang mengepul dari rokok yang di hembuskan oleh Rey, pikirannya pun melayang ingat pada para gadis-gadisnya dulu. Ternyata Rey masih rindu dan iseng atas perbuatannya dulu.
Kotak bercorak nila dan buket mawar yang disimpan Rey di atas meja kerjanya terlupakan begitu saja. Seusai melaksanakan tugas di shift paginya Rey pun dipanggil kembali oleh Imelda.
“Rey, Aku lupa ada yang ketinggalan. Ini ada barang lagi buat kamu, surat-surat dari penggemar mu.” Sambil memberikan barang dan surat, Imelda pun tersenyum melihat setumpuk barang yang di berikan pada Rey.
“Sebanyak ini??” Rey terkaget setelah diberikan barang dari Imelda.
“Iya Rey, ambilah! Itu dari penggemar mu.”
“Hahaha rupanya si playboy cap angin ini kedatangan barang tak diundang, untung saja bukan hantu!” Tukas Bram, yang baru saja datang akan siaran menggantikan Rey. Sikapnya selalu sinis bila Rey menjadi pujaan dari setiap gadis.
“Ahh kau Bram, selalu saja menggangguku di saat kebingungan seperti ini.” Rey pun kesal dengan Bram.
“Ada apalagi kawan? kau pasti akan putuskan tunangan kau itu lagi kan? Setelah ada gadis cantik yang baru kau incar?” Bram pun bertanya usil sambil mendorong dengkul tangannya pada pinggang Rey.
“Hussh, sembarangan kamu! Aku heran saja, surat-surat dari penggemarku kemarin saja belum semuanya terbaca. Kini sudah dikirim lagi dari para penggemarku, menghabiskan waktu untuk membaca dan membalas satu persatu, kadangkala Aku telat pulang hanya karena membaca surat-surat ini.”
“Ahh kau, begitu saja mengeluh?! Sudah beruntung penggemar mu banyak apalagi diantaranya gadis-gadis cantik yang dulu juga pernah kau pacari. Bersyukurlah! Kau sudah menambah rating acara dan komisi mu makin bertambah dibanding Aku.”
“Aku memang bersyukur, hanya saja bagaimana caranya membalas semua ini? Apalagi saat-saat ini ada penggemar gelapku beberapa kali mengirimkan makanan dan bunga.”
“Siapa itu? Jangan-jangan Dia menaksirmu Rey?
“Entahlah, beberapa hari ini Aku dikirimkan barang seperti ini.” Rey pun menunjukkan barang dari penggemar misteriusnya kepada Bram. “Lho kok, kuenya separuh lagi?” Rey heran kue didalam kotak barang kirimannya sudah mau habis.
“Ohh, Aku lupa! Maafkan Aku, tadi tidak bilang sama Kau, kalau kue mu sudah ku makan. Rasanya enak sekali! Bram malu-malu tersenyum pada Rey.
“Jika Kau suka ambilah! Habiskan semuanya! Aku sudah bosan dengan kiriman ini dari penggemarku.” Rey pun tahu sifat sahabatnya itu selalu saja mencicipi makanan setiap orang tanpa permisi.
“Lalu Kau tidak akan memakan kue seenak ini?”
“Tidak, Aku bosan!”
“Ahh Kau memang sahabatku yang selalu perhatian.” Bram pun senang ada sekotak makanan yang akan dihabiskan saat itu juga.
“Bram, ada sesuatu yang ingin kubicarakan padamu.” Rey seperti kebingungan ingin curhat pada temannya.
“Ada apa sob? Pasti Kau mau curhat ya? Bagaimana kalau besok setelah siaran Aku datang ke rumahmu?”
“Oke, lebih baik Kau datang ke rumahku saja Bram nanti setelah shift bagian mu habis! Nanti Aku siapkan makanan buat mu di rumah.” Rey tersenyum kedua kalinya sambil membujuk Bram datang ke rumahnya.
“Sip, besok Aku bakal datang kok!”
******