Try new experience
with our app

INSTALL

Karcis Stasiun Masa Depan Cerpen 

Karcis Stasiun Masa Depan Cerpen

Semua lampu ruangan telah padam dan malam larut dalam kegelapan, Frasa Symphonia terbaring di atas matras lantai tanpa terpejam. Pandangannya menatap atap, pikirannya melayang kebanyak hal yang bukan masalah juga bukan hal penting.


 

"Brownies kukus atau roti lapis, jika punya uang nanti?" pikirnya. "Ingin juga membeli bubuk kopi hitam khas melegenda, yang ada sejak tahun 1953. Tapi kalau beli camilan kiloan di toko sebelahnya dengan uang seratus ribu bisa dapat banyak, bisa pilih macam - macam pula," pikirnya kemudian.


 

Ia teringat pula kemeja - kemeja di salah satu pusat perbelanjaan, motifnya cantik - cantik tapi harganya lebih dari empat ratus ribu untuk satu kemeja saja. Ada juga blus polos dari bahan kain berkilau, berlengan gelembung tumpuk, terkesan sederhana tapi unik dan mewah. Harganya yang sama dengan kemeja membuat tatapannya berpindah menatap ke dinding putih yang bergerindil, dengan cat yang sudah kusam, dan tidak rata. Dinding itu tampak membentuk wajah - wajah. Sedikit merinding melihatnya tapi itu hanya imajinasinya yang terbentuk dari keadaan dinding.


 

Pandangannya tidak sengaja beralih pada sebuah tas pemberian Han sepupunya, yang bergambar menara Eiffel, yang bertumpuk dengan motif bunga. Melihat tas itu membuatnya menitihkan air mata, karena itu adalah pemberian terakhir almarhum Han.


 

Hati frasa tiba - tiba ingin sekali jalan - jalan santai yang jauh, menikmati alam dan kota. Berbelanja apapun, yang dibutuhkan maupun yang tidak dibutuhkan. Berbelanja di pasar tradisional ataupun di pasar modern.


 

Sesuatu melompat ke atas matras, di bawah kakinya, sedikit mengejutkannya. Tanpa melihat yang melompat, Symphonia tahu pasti itu Pansy, kelinci kesayangannya, yang meminta dibukakan pintu untuk buang air, karena memang biasa seperti itu. Symphonia segera bangkit, takut Pansy mengompol di matrasnya untuk kesekian kali. Namun meski gelap, jelas ia melihat Pansy sedang berada di sisi kanannya, duduk tenang menjulurkan kaki - kakinya di lantai. Meski demikian aneh, Symphonia tetap bangkit, dan mengajak kelincinya ke luar ke halaman untuk buang air.


 

"Pansy!" seru Frasa Symphonia sambil memandang aneh ke matras di bawah kakinya. "Siapa yang melompat?" tanya batinnya. Mendengar panggilan Frasa, Pansy menegakkan telinganya, tanda ia mendengar. Kelinci itu bangkit sambil meregangkan badannya. "Ayo pipis!" ajak Frasa. Kelinci itu mengerti dan mengikuti Frasa.


 

Ruang tamu gelap menegangkan hati Frasa. Cepat - cepat ia meraba saklar lampu. Saklar sedikit lama ditemukan karena gelap dan ketegangan Frasa sendiri.


 

Prank....!


 

Terdengar suara benda terpental membuatnya meloncat terkejut. Lampu ruangan menyala. Ia memang meraba saklar tapi ia yakin belum menekan saklarnya. Saat lampu menyala ia melihat Pansy sedang membanting tutup kaleng yang biasa digunakan untuk tempat makannya. Pansy biasa melakukan itu jika tempat makanannya kosong.


 

"Pansy, berisik!" tegur Frasa. Pansy berhenti membanting.


 

Frasa membawa smartphonenya ke halaman. Ia memainkan smartphonenya sambil menunggu Pansy buang air. Frasa merasa sepi ia memutar lagu Something Wild Lindsey Stirling feat Andrew sembari melihat media sosialnya. Dengan wajah menunduk, menatap layar, ia merasa ada seseorang dengan suara nafas berat, yang melintas di luar pagar rumahnya. Frasa menengok tapi sepi tidak ada siapapun. Ia melihat waktu ternyata sudah pukul satu dini hari.


 

"Pansy, ayo masuk!" ajaknya.


 

Frasa berbaring di matrasnya. Ia belum terpejam, tapi seakan berada di mimpi. Ia di kamar tapi yang ia merasa berada di halaman belakang dapur rumahnya. Ia melihat sosok perempuan berjubah putih, rambutnya ikal hitam sepanjang bahu menutupi wajah perempuan itu. Perempuan itu tampak berjalan melintasi dapur, kamar - kamar, termasuk kamarnya, ruang tamu, dan halaman depan. Perempuan itu berdiri diam di luar pagar halaman depan, menghadap ke rumahnya, seperti mencari dan menanti sesuatu. Frasa merasa tindihan dan berusaha membuka matanya.


 

"Tolong!" teriak Frasa lirih. Pansy melompat ke matras membuat Frasa berhasil membuka matanya.


 

Frasa berdoa dan memutar ayat - ayat Al Quran lalu tidur lagi.


 

Dengan rasa aneh dan merinding, Frasa berjalan di sebuah koridor rumah yang tidak ia kenal. Ia mencium aroma minyak angin jadul, yang biasa dipakai nenek - nenek atau kakek - kakek. Ia lalu melihat sosok nenek berkerudung merah jambu, berpakaian kebaya merah jambu, dan jarik putih ada aksen batik coklat, yang tidak terlalu gelap warnanya. Aroma minyak itu ternyata berasal dari nenek itu. Nenek itu berjalan di koridor, melintasinya, lalu membuka pintu kamar, masuk ke dalam kamar, kemudian menutup pintunya. Pintu kamar itu terbagi dua, sehingga membukanya dari tengah. Pintu itu terbuat dari kayu dan lebih dari setengah bagian atasnya berupa kaca bening. Di bagian dalam kamar, tampak ada gorden jaring - jaring yang menghiasi pintu itu. Dalam benak Frasa ini adalah model rumah kuno.


 

Frasa mengikuti nenek itu dan membuka pintu kamarnya, tapi nenek itu tidak tampak. Meski nenek itu tidak tampak aroma minyak anginnya masih tercium jelas.


 

Tampak sebuah tempat tidur di tengah ruangan. Tempat tidur di tata di tengah ruangan dengan posisi menyamping menatap ke dinding. Tempat tidur itu diberi tirai organdi berwarna merah jambu.


 

"Mungkin Nenek itu sedang tidur," pikir Frasa bermonolog dalam hatinya. Frasa menghampiri dan membuka tirainya. Ia tida melihat siapapun. Frasa hendak ke luar dari kamar itu. Sampai persis di pintu kamar itu nenek itu muncul mengejutkan dan langsung menarik tangan Frasa.


 

"Ayo Nduk....! Ayo Nduk....! Biar bersih Nduk....!" ajak Nenek itu secara paksa. Frasa ketakutan ingin lari tapi tidak bisa lari. "Ayo Nduk...biar bersih jiwa raga!" ajak Nenek itu. Frasa menggeleng.


 

Frasa teringat jika ia sedang tidur dan ia berusaha bangun. Ia berhasil bangun dengan berkeringat dan nafasnya terengah - engah. Ia tidak mendengar smartphonenya memutar ayat - ayat Al Quran. Ia mengambil nya dan melihatnya, ternyata baterainya habis.


 

Setelah subuh karena semalaman ia tidak bisa tidur ia memutuskan tidur lagi.


 

Di langit - langit ia melihat ular raksasa berjalan. Ular itu membuatnya sedikit takut, tapi rasa takutnya kalah dengan rasa kantuknya. Ular itu turun ke dinding dan ia semakin takut, tapi badannya berat untuk bangun. Ular itu berubah menjadi sosok perempuan, kepalanya bermahkota, berambut sangat panjang, kedua bahunya memakai gelang, berpakaian kemben beraksen mewah, dan bagian perutnya hingga kaki berupa ular. Ratu siluman ular itu menatapnya tajam sambil menjulurkan lidah ular dan berdesis - desis seram. Frasa berusaha bangkit dari tidurnya hingga akhirnya berhasil bangun.


 

Pagi saatnya kerja.


 

Delapan kurang lima belas menit, Frasa sudah sampai di Imo Beauty and SPA. Gajinya di bawah UMR tapi menjadi lumayan karena mendapatkan tips dari pelanggan. Meski demikian, bertahun - tahun di tempat itu membuatnya jenuh dan keluar pintanya dalam doa.


 

Setelah ashar Frasa beristirahat di ruang refleksi yang sedang sepi. Saat ia menutup matanya, ia melihat gadis kecil menembus pintu dan berlarian di ruang refleksi. Saat ia membuka matanya, ia tidak melihatnya tapi merasakan keberadaan gadis kecil itu. Ia menutup matanya kembali, ia merasakan gadis kecil itu menggelitik lehernya. Ia pun membuka matanya dan ke luar dari ruangan itu.


 

Ia memanfaatkan waktu luangnya untuk mengetik surat pengunduran diri dengan komputer di tempat itu.


 

Setelah Mahgrib ia mendapatkan pelanggan yang sudah ada janjinya dengannya. Saat kedatangan Ibu itu ada gempa kecil sesaat dan saat gempa itu terbayang oleh Frasa sebuah dapur yang dikenalnya terbakar.


 

"Dapur siapa yang terbakar seperti aku mengenalnya?" batinnya.


 

Frasa mulai melakukan facial pada pelanggannya itu


 

"Kamu sudah lamakan di sini?" tanya Faira.


 

"Iya," jawab Frasa.


 

"Kamu tidak bosan, tidak mau pindah?" tanya Faira. "Aku mau buka butik loh!" kata Faira. "Catat nomorku siapa tahu kamu tertarik!" katanya lagi. Frasa mencatat. Setelah selesai perawatan Faira memberi tips sangat banyak kepada Frasa.


 

Frasa ke dapur ia teringat bayangan tadi mirip dapur itu.


 

"Jika benar dapur ini yang dimaksud semoga aku sudah tidak di sini," batinnya.


 

Pemilik klinik kecantikan datang saatnya gajian dan saatnyalah Frasa menyerahkan surat pengunduran dirinya.


 

"Kenapa, gajinya kurang?" tanya Ibu Imo.


 

"Saya mau ke luar kota lama," jawab Frasa.


 

"Baiklah tapi kalau kamu kembali ke kota ini bekerjalah kembali kepadaku, jangan ke orang lain!" kata Ibu Imo karena sangat menyukai kerja Frasa.


 

"Baik, Bu," jawab Frasa.


 

Ibu Imo memberikan gaji berlipat - lipat kepada Frasa.


 

"Semoga bermanfaat!" kata Ibu Imo.


 

"Terima kasih, Bu!" ucap Frasa.


 

"Tapi Frasa malam ini kamu lembur ya ada pelanggan yang ingin kamu, namanya Ibu Rahma, Ia sibuk dan baru tengah malam bisanya!" kata Ibu Imo.


 

"Baik, Bu," jawab Frasa.


 

Malam.


 

Ibu Rahma sedang di facial Frasa.


 

"Saya merasa merinding udahan deh!" kata Ibu Rahma.


 

"Tapi belum selesai," kata Frasa.


 

"Tidak apa - apa," jawab Ibu Rahma. Ibu Rahma memberi tips lebih lalu pulang dengan sedikit berlari.


 

Frasa menunggu angkutan umum tapi tidak ada yang mau berhenti untuknya. Ia melihat banyak preman menghampiri ia segera berlari. Anehnya ia menjadi tersesat di jalan yang sangat ia kenal. Ia mencari - cari jalan ke luar hingga sampailah ia di stasiun kereta api. Seperti ada sihir.


 

Hari yang cerah ia bersama Paman Hasan, Bibi Bela, Sepupu Han, Eyang Kakung, Eyang Uti, Nenek Ning, Kakek Mualapar, Ayah Faisal, dan Ibu Arlisa, berbondong - bondong membawa koper ke stasiun. Suasana sangat ramai dan padat. Sepupu Han mendapatkan tugas mengantri karcis. Pada karcis mereka tertera tujuan stasiun Senen.


 

Frasa mencium aroma minyak angin jadul. Ia mencari aroma itu di antara keluarganya, tapi semuanya memakai minyak angin aromaterapi modern. Aroma itu mengarah ke seorang nenek berkerudung merah jambu, berpakaian kebaya merah jambu, jarik putih beraksen batik coklat. Sepertinya ia pernah melihat, tapi di mana, ia lupa.


 

Gadis kecil berlarian di sekitarnya, ia seperti pernah melihat gadis kecil itu juga. Lalu seseorang menabraknya dan terdengar suaranya nafasnya berat. Ia melihat yang menabraknya ternyata seorang pria tinggi besar. Ia merasa juga pernah tahu. Ia lalu melihat ibu berbaju putih rambut ikal sebahu. Ia pun merasa pernah melihatnya. Setelahnya ia melihat perempuan muda sangat cantik berpakaian beraksen mewah. Lagi - lagi ia merasa pernah melihatnya. Frasa mencoba mengingat mereka semua dan ia pun ternganga terbelalak teringat semuanya.


 

"Menurut kamu, apa bisa mahkluk di mimpi ada di kehidupan nyata?" tanyanya kepada Han.


 

"Mungkin tidak, tapi mungkin bisa, tergantung Allah Yang Maha Kuasa," jawab Han.


 

Keluarganya tidak tampak katanya ke masjid. Ia dan Han menyusul ke masjid tapi tidak ada. Mungkin sudah naik ke kereta. Ia dan Han naik ke kereta.


 

"Kita naik ke kereta yang salah, Han!" seru Frasa.


 

"Tidak apa - apa," kata Han.


 

Kereta arah Senen sudah melaju. Kereta salah yang ia naiki tidak lama juga melaju. Saat melaju itu ia melihat orang - orang di dalam kereta tampak dingin, tidak ada yang berbicara satupun. Kereta tiba - tiba menjadi sangat kencang.


 

"Kencang sekali Han!" seru Frasa ketakutan.


 

"Tidak apa - apa," jawab Han santai.


 

Kereta melayang.


 

"Kok melayang?" tanya Frasa.


 

"Tenang, tidak apa - apa," kata Han santai.


 

Kereta berhenti di atas langit dan di bawahnya semak belukar. Frasa dan Han turun melompat.


 

"Di mana ini?" tanya Frasa bingung dan takut.


 

Di depan mereka ada dua jalan kanan dan kiri.


 

"Pilih jalan yang mana?" tanya Frasa.


 

"Aku kanan!" jawab Han.


 

"Aku rasa kiri, Han!" kata Frasa.


 

Han kekeh tetap ke kanan. Frasa tidak mau jauh dari Han sehingga ikut ke kanan.


 

"Tunggu Han!" seru Frasa mengejar langkah Han.


 

Mereka melihat masjid. Saat masuk mereka melihat semua keluarga mereka ada di masjid itu bahkan teman - teman masa sekolah Frasa semuanya ada. Mereka bertegur sapa dan saling bertukar cerita.


 

Tiba - tiba langit gelap dan stasiun kereta ada di hadapan Frasa. Bingung dan takut yang sangat.


 

"Apa yang baru saja terjadi tadi?" tanyanya bermonolog dalam hatinya.


 

Frasa bergegas mencari jalan pulang ke rumahnya. Ia melihat jalan sekitar stasiun. Ia mengenali itu jalan ke rumahnya. Ia melihat lagi ke arah stasiun tapi stasiun itu menghilang yang ada adalah rumahnya.


 

"Loh ini tadikan stasiun kok sekarang berubah menjadi rumahku?" tanyanya bingung, aneh, takut bercampur.


 

"Apa aku sakit? Kelelahan? Mungkin karena aku kebiasaan buruk berimajinasi terlalu tinggi?" batinnya bertanya bermonolog. Ia segera masuk ke dalam rumahnya.


 

Ia teringat gajinya dan tipnya yang banyak, jangan - jangan hanya mimpi juga. Setelah ia periksa ternyata bukan mimpi.


 

Keesokannya ia menelpon pelanggannya yang menjanjikan pekerjaan. Ia di terima tapi itu di luar kota, tapi masalah transportasi dan tempat tinggal ditanggung bosnya. Ia terima dan pergi ke luar kota. Saat itu ia menerima berita jika Imo Beauty and SPA terbakar.


 

Beberapa makhluk kemungkinan nyata. Beberapa tempat nyata. Salah satu tempat adalah di Hek yang sudah menjadi tempat taksi. Sebagian kejadian nyata. Kelincinya nyata. Selebihnya mimpi.


 

Del BlushOn.


 

Terima kasih.