Try new experience
with our app

INSTALL

Seribu Kesempatan 

Tiara

   Gue kembali looping dan menemui Adit di tempat yang sama. “Coba lo tebak, setelah ini apa yang akan terjadi? Gue cuma mau memastikan aja kalo lo itu bener-bener looping” tantang Adit lagi. “Mendingan sekarang lo geseran sedikit, soalnya nanti ada bola basket melayang ngancurin jendela di belakang lo.” Jelas gue. Dan saat itu bola basket melayang menghancurkan jendela, GUMPRANKKK. Adit terkejut melihat kaca yang pecah, lalu ia menoleh menatap gue, saat itu dia nggak bisa berbicara sepatah kata pun. “Sebentar lagi Pak Asni bakalan keluar dari kelas, dan tebak apa? Kita yang kena omel sama dia” timpal gue ke Adit. Pintu kelas terbuka, Pak Asni marah-marah ke gue sama Adit. Adit terlihat kaget dan takut, ia kembali menatap gue sambil bilang “Wah, lo gila Lang.. Lo gila!”. Lalu dia kabur begitu aja.. Saat itu seseorang yang gue percaya bisa bantu malah ngira gue gila. Gue alihkan pandangan gue ke sisi lain, dan ada satu hal yang membuat gue terkejut. Tiara masih hidup!!


   Gue menghampiri Tiara perlahan-lahan dengan rasa tidak percaya. Tiara menoleh melihat gue, dia merasa heran, mungkin aneh melihat gerak-gerik gue. “Ngapain lo di situ?” Tanya Tiara. “Ehmm.. Enggak, Lo nggakpapa Ra?” tanya gue untuk memastikan. “Nggakpapa gimana maksudnya?” tanya Tiara. Gue berpikir kalau ternyata Tiara beneran nggak papa ya bagus dong.. “Ehmm.. maksud gue kan lo mau Olimpiade, masa lo nggak berangkat sekarang? Biar gue tebak.. Pasti cowok lo udah berangkat duluan kan, jadi lo nggak ada barengan?” Tanya gue memastikan. “Kok… Kok lo tau sih cowok gue udah di sana? Dia nge-chat elo yah, soalnya chat gue aja nggak dibales, liat nih” Tiara menunjukan isi chatnya dia dengan pacarnya, sebenarnya itu cukup nyelekit juga di hati gue, bagaimana bisa si Margo ini cuekin pacar cantiknya. “Ya udah gue yang anterin deh, tapi gue nggak bisa buru-buru, motor gue lagi ada masalah” Gue harus memastikan kalau Tiara akan aman. “Yaahh, gue kan udah telat banget…” Tiara diam sejenak, “Ya udah deh nggak papa, ayo jalan sekarang, tapi jangan GR lo ya!” ucap Tiara. Saat itu gue malah merasa ragu. 


   Di jalan gue berusaha fokus dan jangan sampai gue melamun lagi. Semua detail perjalanan yang gue lewatin itu sama persis kejadiannya, di depan ada kemacetan, dan gue nggak akan bisa motong jalan ke gang perkampungan, gue pasti mati di sana.  “Loh kenapa lo berenti?” tanya Tiara. “Gue bingung harus lewat mana, di depan macet banget, kalo ambil gang kampung gue nggak apal jalannya” jelas gue. “Gue udah telat banget nih Lang, lewat gang kampung aja gue tau jalan pintasnya!” jelas Tiara. “Tapi itu gang buntu” ucap gue. “Udah percaya aja sama gue, ayo jalan!” ajak Tiara. Mau nggak mau gue mulai menarik gas perlahan memasuki gang kampung tersebut. Gangnya terlihat sepi, banyak rumah, tapi seperti tidak ada kehidupan. Tiara menunjukan arah dan gue mengikuti petunjuknya. Gue melewati sebuah gang buntu tempat di mana gue sama Tiara mati dan itu membuat bulu kuduk gue bergidik sendiri. Sampai akhirnya kita dihadang oleh preman-preman kampung sana, masih preman yang sama yang membuat gue mati. “Ngapain lo di sini? Lo nggak tau kalo orang luar nggak boleh sembarang masuk kampung ini? Lo berdua turun dari motor sekarang!” Bentak salah satu ketua preman itu.


  “Aduh Lang, gue nggak tau kalo banyak preman, gimana nih?” Tiara mulai takut. “Oke lo tenang, kita turun aja dulu, lo tunggu sini, biar gue yang ngomong sama mereka” Gue coba menenangkan Tiara, walaupun sebenarnya gue juga takut. Perlahan gue coba menghampiri mereka. “Motor lo bagus juga” kata ketua preman. “Ambil aja bang, masih banyak kok motor gue di rumah, nggak penting juga yang ini. Itung-itung kan sedekah buat gembel kayak lo” Adrenalin gue mulai terpacu dan tanpa sadar gue mengucapkan kata-kata itu. Tiara yang memperhatikan gue malah semakin takut, tapi gue coba menenangkannya dan menyuruh Tiara untuk bersembunyi. “Gila..gila.. Berani ngatain lu bang!” kata salah satu cecunguk preman itu. “Hahahaha.. ini orang udah bosen hidup kayaknya” ancam si ketua preman. Gue mulai waspada dan memperhatikan mereka semua, “Matiin aja lah, hajar” kata si ketua preman. Dan gue langsung diserbu oleh cecunguk-cecunguknya. 


   Saat itu gue udah nggak bisa ngerasain wajah gue lagi, karena gue diserang bertubi-tubi, tapi gue coba mengingat semua gerakan mereka sampai akhirnya gue nggak sadarkan diri. Gue mulai mengalami looping lagi, dan entah sudah berapa kali gue looping hanya untuk menghadapi mereka, sudah nggak terhitung juga rasanya berapa kali gue dipukulin sama mereka, hanya demi mempelajari semua gerakan atau serangan dari mereka, agar gue bisa lawan balik. 


    Setelah mati berkali-kali, gue rasa sudah cukup dan gue sudah siap melawan mereka semua. Gue kembali lagi menghadapi mereka dengan percaya diri dan tangan kosong, iya betul, tangan kosong. Karena sudah beberapa kali gue mengulangi kejadian ini, gue jadi tau semua serangan dan celahnya seperti apa. Dengan mudah Gue berhasil melawan semuanya sampai semuanya terkapar tidak karuan, Tiara takjub melihat gue, lalu kita melanjutkan perjalanan. 


    Kita berhasil keluar dari perkampungan dan kini kita sudah tiba di jalan besar lagi. Gue langsung tancap gas, mengingat waktu Tiara sudah mepet. Tapi saat itu Tiara malah tiba-tiba perhatian sama gue, dia malah minta gue untuk berhenti dulu hanya untuk mengobati luka gue, padahal gue sama sekali nggak tersentuh sama preman-preman kampung itu. 
Singkat cerita gue berhasil mengantar Tiara sampai di Gedung Pesona, gue berhenti di sebrang, Tiara turun dari motor, tak lupa berterimakasih ke gue, walaupun dari wajahnya terlihat seperti nggak enak ditambah khawatir juga. Tiara pun menyebrang, tanpa ia sadari dompetnya terjatuh dari tasnya dia. Gue langsung turun untuk mengambil dompetnya, ketika gue panggil dia sudah makin jauh. Gue langsung kejar dan meninggalkan motor gue. 


    Dompet berhasil gue kembalikan, tapi saat gue kembali ke tempat semula, motor gue udah nggak kelihatan sama sekali. Gue celingukan kesana-kemari, gue melihat buntut motor gue di ujung sebuah belokan, aneh banget orang iseng mindahin motor. Ketika gue tiba di belokan, sebuah balok melayang ke arah muka gue.. BUGGG.. Gue tumbang.. Secara samar-samar gue melihat pelakunya, pelakunya itu adalah salah satu cecunguk preman yang tadi gue hajar. Wajah dia sudah terlihat babak belur, “Lo nggak akan bisa menghindar dari kita!!” kata si cecunguk itu, penglihatan gue semakin lama semakin hilang dan gelap.