Contents
Sebotol Anggur Untuk Kekasihku
Anggur Persembahan
Selagi polisi sedang mengatur masyarakat yang sepertinya sudah kehilangan kesabaran untuk menunggu munculnya purnama, aku dan Jenny menyelinap ke arah kerumunan melewati jalan sempit disamping Grand Theater menuju ke arah Bungur. Seperti dugaanku pasti semua orang akan terpusat ke bulan purnama dan melupakan yang lain. Ini adalah kesempatanku untuk mencari anggur yang akan kuberikan kepada kekasihku, Jenny. Aku berlari kecil menyusuri jalan setapak masih terdengar dari kejauhan suara orang berdesakan melawan pagar yang sudah disediakan polisi.
“Jimbot, kita mau kemana?” Tanya Jenny menyelidik.
Aku melihat ke arah Jenny, “Aku mau ke gereja!”
Mendengar ucapanku Jenny berhenti. Dia terheran lalu tangannya ditaruh di jidatku menyelidik, aku menyuruhnya untuk ikuti saja tapi dia tidak mau jalan sebelum aku menjawab. Terpaksa aku memberi tahu rencanaku.
“Oke, aku nyerah. Tadinya aku mau kasih kejutan buat kamu.”
“Kejutan apaan?” Wajahnya tampak memelas.
“Aku mau ke gereja.” Jawabku dengan penuh keyakinan.
“Hah, gereja? Aku nggak salah denger?” Jenny semakin keheranan.
Aku menoleh dan mendekatkan bibirku ke telinganya. Kubisikan rencanaku kepadanya, aku lihat wajahnya mengernyitkan dahi merasa kurang yakin. Aku memegang bahunya untuk meyakikannya. Jenny tersenyum lalu kami melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan aku melihat ke langit, ternyata memang benar berita yang tersebar beberapa hari ini. Walau masih ditutupi awan cahaya purnama sudah memancar. Kami bisa melihat itu karena gereja yang kami tuju masih dalam wilayah Senen. Aku tidak mau momen yang aku rencanakan gagal total maka aku sedikit berlari untuk menuju gereja.
Sesampainya di depan gereja aku menyuruh Jenny untuk menunggu di depan gereja berjaga jika ada sesuatu yang mencurigakan. Aku melompat melewati pagar yang tingginya seorang dewasa. Pelan-pelan aku masuk ke arah gereja. Jenny menoleh ke kanan dan ke kiri sambil sesekali memanggil namaku pelan, aku isyaratkan Jenny untuk tenang. Aku menyelinap di bawah bulan purnama menuju samping gereja. Sampai di damping jendela aku mencari sesuatu yang bisa membukanya, kutengok ke kanan dan kiri seperti yang Jenny lakukan tadi. Kutemukan sebuah besi kecil panjang, aku tersenyum bahagia. Pelan kubuka jendela yang terbuat dari kaca dengan gambar tentang kerohanian. Dari dalam gereja lamat cahaya temaram dari bulan menerangi jalanku seperti jalan orang suci saat mendakwahkan kepercayaannya. Sebuah altar dengan Tuhan Yesus tegak berdiri, di atasnya terlihat lebih indah juga karena terkena sinar dari bulan. Aku mendekat ke altar tersebut. Lilin-lilin terjajar rapi ada meja di tengah untuk meyangganya. Aku melihat ke atas pada patung Yesus, dia melihatku seperti kasian. Aku bilang kepadanya dalam hati ini demi cinta mohon ampunilah aku. Tiba-tiba tepat dari wajahnya tampak cahaya bulan semakin terang. Aku tersenyum lalu menuju ke sebuah ruangan di samping altar. Kutemukan sebuah lemari besar terbuat dari kayu jati berukir khas Jawa. Di kacanya tertulis “Minumlah anggurmu dengan hati yang senang” Pengkhotbah 9:7. Aku tak tau pasti tulisan itu tapi kukira itu adalah salah satu surat dalam Al kitab. Saat ingin mengambil tiba-tiba pintu terbuka dan penjaga gereja masuk. Seketika aku bersembunyi tak terasa peluh mengucur, “Mampus, Bisa mati aku kalo ketahuan.” Dalam hati aku berdo’a sekuat tenaga agar aku bisa terbebas. Karena badanku yang ramping aku menyelinap di sela lemari dan tembok. Orang yang masuk tersebut membuka lemari tempat anggur berada lalu mengambil beberapa roti hosti, entah untuk apa dia melakukan itu. Setelah mengambil hosti orang tersebut keluar. Dengan cepat aku ambil sebotol anggur yang kurasa sudah diberkati itu keluar dari sarangnya. Sejurus kemudian aku sudah di depan gereja. “Jimbot…” lagi-lagi suara Jenny mengagetkanku. “Sstt…” ucapku untuk membuatnya tenang, kuberikan botol di tanganku kepada Jenny lalu aku meloncat keluar. Kami akhirnya berlari sekuat tenaga sambil teriak kegirangan.
“Ini hal paling gila yang aku pernah alamin.” Kata Jenny sumringah. Aku hanya ketawa. Namun tiba-tiba tawa ku berhenti karena dari arah belakang ada suara sirine mobil polisi menyuruh kami untuk berhenti. Seketika aku tarik tangan Jenny keras, “Lari Jenn…” Kami berlari sekencangnya menghindari kejaran polisi yang turun dari mobil. “Oi, berhenti kalian berdua...” Kami tak perduli kami tetap berlari, kami berlari seperti rusa dikejar harimau. Kami masuk di sebuah gang kecil untuk menghambat pengejaran. Saat sedang berlari Jenny terjatuh kakinya tersandung sesuatu, “Buk… au, Jimbot.” Suaranya terdengar lirih, aku membantunya berdiri. Suara polisi semakin mendekat aku bingung aku melihat celah kosong di ujung pertigaan gang sempit perkampungan di Senen. Aku menarik Jenny ke arah kanan dan bersembunyi di bawah terpal yang menutupi kayu, sepertinya sang pemilik rumah sedang membangun. Kubekap mulut Jenny, nafas kami memburu keringat mengucur deras. Langkah kaki polisi terdengar mendekat, Jenny memejamkan matanya begitu juga aku. Dari pendengaranku polisi sudah berada tepat di depan tempat kami bersembunyi.