Try new experience
with our app

INSTALL

2 Yang Mulia 

5. Tangisan Ketakutan dan Kesaktian

Beruntung Sultan Singa menahan gerakan tangan gadis budak, sehingga belati tidak menancap terlalu dalam pada perut sang gadis. Sultan Singa membuat badan gadis budak menempel pada dinding, dan mengunci kedua tangannya di atas kepala. Mata Sultan Singa berkaca-kaca melihat kondisi gadis budak.


“Yang Mulia, tolong ampuni hamba! Tolong lepaskan hamba!” pinta gadis budak dengan berderai air mata dan suara sangat lemah, karena kondisinya yang semakin memburuk.


Gadis budak terus menangis karena merasakan ketakutan dan kesakitan di tubuhnya. Dadanya terasa semakin sesak dan nafasnya tersendat.


"Kau kenapa? Apa kau terangsang? Aku tidak melakukan apapun, kenapa kau terangsang? duga Sultan Singa yang mengira sesak nafas gadis budak adalah desahan. Gadis Budak menggeleng.


“Tenang dan menurutlah kepadaku! Jika kau tidak mau menurut, aku akan memakan bibirmu!” kata Sultan Singa dengan sedikit mengancam. Gadis budak menggeleng. Air matanya tak habis-habis mengalir.


“Jadi kau mau menurut, kepadaku?” Sultan Singa menghapus air mata gadis budak. Gadis budak mengangguk.


“Aku tidak akan macam - macam! Sekarang Aku akan menggendong mu ke tempat tidur, mencabut belati dan memanggil dokter! Kau mau menurut?” tanya Sultan Singa. Gadis budak ragu. “Jika tidak aku akan memakan bibirmu!” ancam Sultan Singa lagi.


“Jangan, Yang Mulia!” Gadis budak takut dan napasnya semakin sesak.


“Berarti kau mau menurut?” Sultan bertanya sambil menghapus berkali-kali setiap air mata gadis budak yang jatuh.


“Baik, Yang Mulia!” jawab gadis budak dengan nafas yang tersendat-sendat.


Sultan Singa menggendong gadis budak ke tempat tidur.


“Tenang, jangan takut dengan aku! Aku tidak akan macam-macam selama kau mau menurut kepadaku! Aku akan mencabut belatinya! Jangan banyak bergerak! Ini akan sakit, tahanlah!” kata Sultan Singa. Sultan mencabut belati.


“Akh …!” teriak gadis budak.


Sultan Singa segera mengeluarkan kunci dan membuka pintu.


“Prajurit …!” teriak Sultan Singa.


Seketika prajurit datang dan sejenak menundukkan kepala.


“Cepat panggil semua dokter bedah wanita, semua dokter wanita, para suster, dan para pelayan wanita. Suruh mereka pindahkan peralatan medis ke kamarku dan katakan pada mereka keadaan sangat darurat!” teriak Sultan Singa dengan nada panik.


“Baik, Yang Mulia!” Prajurit kembali menunduk sejenak lalu bergegas pergi.


“Semua yang akan mengobati dan melayani dirimu adalah wanita, jadi tenanglah, jangan berprasangka buruk terus!” kata Sultan Singa kepada gadis budak.


Sultan mengambil cangkir yang tadi sudah ia isi air.


“Wajahmu sudah semakin pucat, minumlah!” perintah Sultan Singa. Sultan Singa membantu gadis budak minum. “Bertahanlah dan jangan mati!” Sultan membelai kepala Gadis Budak dengan lembut.


Sultan beranjak dari tempat tidur dan menaruh cangkir. Pada saat itu para dokter wanita, para suster, dan para pelayan wanita, datang membawa banyak peralatan medis. Mereka sejenak menundukkan kepala menghormat kepada Sultan Singa.


“Cepat kalian tangani gadis itu!” perintah Sultan Singa. Para dokter segera bertindak.


“Sepertinya kami akan mengganti bajunya dahulu!” kata seorang suster. Gadis budak ketakutan dan berusaha bangkit lagi.


“Tenang! Jangan berprasangka buruk lagi! Baik, aku akan menyuruh para pelayan mengambilkan baju berlapis seperti yang Ananda pakai! Pelayan, kalian siapkan baju 

persis seperti yang ia pakai!” kata Sultan Singa. Pelayan menunduk sejenak lalu segera pergi.


Sultan menghampiri gadis budak, menyentuh wajahnya, dan menatap matanya.


“Apa kau masih berprasangka buruk? Aku akan menunggu di luar, tetapi jika aku mendengar Ananda tidak menurut lagi, aku akan masuk, dan melakukan ancamanku tadi! Ananda mengerti?” kata Sultan Singa. Gadis budak mengangguk. Sultan Singa menghapus air mata gadis budak.


“Tunggu! Sayang Ananda, kenapa nafasmu dari tadi? Kau asma bukan terangsang?” Sultan semakin cemas. Gadis budak mengangguk.


“Siapkan alat bantu pernafasan!” kata dokter paru wanita.


“Baik, Dokter!” jawab seorang suster.


Sultan beranjak dari tempat tidur. Dokter umum wanita segera menempelkan stetoskop dan memeriksa.


“Sepertinya gadis ini juga masuk angin! Ada rasa mual sayang?” tanya dokter umum wanita. Gadis budak mengangguk.


“Aku yang sudah menyuruh prajurit menyiramnya dengan air es,” batin Sultan Singa menyalahkan dirinya sendiri.


Sultan keluar dari kamarnya. Pelayan masuk membawa pakaian. Semua sangat sibuk menangani gadis budak yang sedang kritis.


Suara tangis, rintihan kesakitan gadis budak memenuhi kamar Sultan Singa yang luasnya sama dengan ruang kerjanya. Sultan Singa yang mendengarnya terasa tersayat-sayat hatinya. Berbeda dengan ruang kerjanya, kamar Sultan Singa didominasi warna emas dan 

perak. Tempat tidur ukuran king size dari jati, dilengkapi tirai-tirai organza berwarna emas dan perak, yang bisa ditutup mengelilingi tempat tidurnya. Sebuah kursi jati panjang dan dua buah kursi jati sedang dengan ukiran mewah berada tepat di sisi kiri tempat tidurnya. Busanya terbungkus kain bernuansa emas dan perak, bermotif senada dengan ukirannya. Mejanya jati bulat seperti meja tamu di ruang kerja Sultan Singa. Pedang besar

dan berat yang hanya kesatria yang akan kuat membawanya, tersimpan di rak, di dekat tempat tidurnya. Di rak, di sisi lain, dekat kursi jati, tersimpan koleksi beberapa pedang yang umum, yang siapapun akan bisa menggunakannya. Pintu masuk berada tepat di 

depan kursi jati. Di samping tempat tidur beberapa langkah, ada pintu yang akan menuju ke kamar mandi yang berukuran hampir sebesar kamar tidurnya. Lemari baju jati berdiri menempel dinding, di depan tempat tidur, tetapi ada jarak yang sangat lega di antaranya.


Malam semakin larut. Sultan Singa terus menunggu di depan kamarnya dengan gelisah.


“Baru kali ini ada budak menolakku! Padahal hidupnya tidak akan susah lagi setelahnya! Gadis satu ini benar - benar merepotkan! Siapa yang membelinya dan dari mana gadis itu? Aku harus tahu asal usulnya! Akan aku perintahkan Sultan Sauqy menyelidikinya! Tapi … bagaimana menyelidikinya, namanya saja aku belum tahu? Oh, apa dua prajurit yang membawanya kepadaku mengetahui? Sudah jam berapa ini, mengapa para dokter itu belum selesai menanganinya?” batin Sultan Singa gelisah.


Sultan Singa menghampiri dinding yang berhias cermin besar, meja, dan lilin. Sultan Singa dapat melihat matanya sendiri yang sedang berkaca-kaca.


“Umurku tiga tahun lagi menginjak kepala 5, tetapi aku masih terlihat dibawah 4. Apa yang salah denganku? Apa itu artinya sudah saatnya para gadis tidak tertarik denganku? Tapi … sepertinya gadis itu memang lain. Dia punya prinsip yang ia pegang teguh. Dia juga sepertinya tidak silau dengan apa pun. Gadis yang sangat menarik. Lukanya parah dan banyak rasa sakit yang ia tanggung. Semoga daya tahan tubuhnya kuat dan ia bisa pulih. Ya Allah, tolong selamatkan nyawa gadis baik itu,” batin Sultan Singa terus cemas sembari merasakan betapa spesialnya gadis itu, berbeda dari yang lain, dan gadis yang sangat jarang ada.


Hari sudah dini hari. Semua yang menangani gadis budak akhirnya keluar dari kamar Sultan Singa.


“Yang Mulia, kami telah menangani pasien. Pasien sudah melewati masa kritis. Sekarang gadis itu sedang beristirahat dan dalam pengaruh obat bius. Jika pengaruh obat bius itu habis, gadis itu akan merasakan nyeri pada luka-lukanya dan tidurnya juga tidak akan 

nyaman. Karena luka diperutnya, tidurnya harus telentang lurus, dan tidak boleh banyak bergerak. Akan tetapi kalau pengaruh biusnya habis, karena luka-luka di punggungnya, posisi tidurnya akan serba salah, Yang Mulia,” kata dokter bedah wanita.


“Yang Mulia asmanya hampir reda, tetapi belum sepenuhnya, dan bisa kembali parah jika dalam tekanan, sedih, takut, marah, atau terkejut. Untuk bisa benar-benar reda, ia harus bisa mengendalikan emosinya sendiri. Kami juga menyediakan healer khusus asma, yang 

bisa digunakan jika tiba-tiba asmanya parah lagi. Demikian hasil pemeriksaan hamba, Yang Mulia,” laporan dokter paru wanita.


“Masih sedikit masalah masuk angin dan mungkin akan mengalami demam, karena menahan rasa sakit, tapi itu normal, selebihnya baik - baik saja, Yang Mulia,” kata DokterUmum yang juga wanita.


“Terima kasih atas kerja keras para medis sampai dini hari. Kalian semua istirahatlah! Biar aku yang akan menjaganya.” Sultan Singa merasa agak lega. Para medis sekilas menunduk kepada Sultan Singa lalu pergi. Sultan Singa masuk ke dalam kamarnya.


“Pelayan, kalian semua pergilah istirahat!” perintah Sultan Singa. Para pelayan sekilas menunduk lalu pergi.


Tampak badan gadis budak dipasangi beberapa alat medis. Infus dan alat bantu pernapasan. Sultan menghampiri Gadis Budak dan duduk di tepi tempat tidur. Sedikit membelai lembut puncak kepala gadis budak.


“Alhamdulillah, kau tidak mati!” batin Sultan Singa dan air matanya pun menetes.


Pengaruh obat bius berkurang. Gadis budak tidur dengan gelisah bergerak-gerak karena rasa sakit di sekujur tubuhnya yang penuh luka.


“Sepertinya pengaruh biusnya berkurang.” Sultan Singa menjadi ikut gelisah.


Beberapa saat kemudian Sultan Singa memegang kening Gadis Budak.


“Sepertinya demamnya juga mulai datang.” Sultan mengambil kain yang berada dalam mangkuk berisi air lalu mengompresnya.


“Tidak, Yang Mulia! Tidak! Jangan, Yang Mulia! Ku mohon jangan, Yang Mulia!” racau gadis budak dalam tidurnya.


“Maaf, aku terlalu memaksamu Ananda, sampai kau menjadi seperti ini! Walaupun kau budak, tidak seharusnya aku memaksamu,” kata Sultan Singa merasa bersalah, sambil terus mengompres dahi gadis budak.


“Ampun, Yang Mulia, ampun! Jangan, Yang Mulia!” Gadis budak terus meracau, bahkansambil menangis.


“Bahkan tidurpun ketakutan sampai menangis. Ini berbahaya buat asmanya. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mungkin doa tidur yang disunnahkan akan bisa menenangkannya,” pikir Sultan Singa lalu menengadahkan tangan ke langit dan berdoa dalam hatinya.