Try new experience
with our app

INSTALL

Temporary 

Part 3

Karena Hana tidak bisa mengganti gitar itu dengan kata maaf saja, maka dari itu ia harus menemui Reyhan di depan ruang band sesuai perintahnya tadi. Namun, saat Hana sudah sampai di sana dan kurang lebih lima menit menunggu, ternyata masih tidak menemukan batang hidung Reyhan.


 

Hana masih menunggu, hingga akhirnya ada siswa kelas Xl IPA berjalan menuju ruang OSIS. Siswa yang masih berpakaian rapi itu mengamati Hana dari ujung kaki sampai atas. Sedangkan Hana merespon dengan senyuman canggung saja.


 

"Nungguin Reyhan?"


 

"Eh, iya," jawab Hana terbata-bata.


 

"Gue tadi di kasih tau, kalau ada cewek yang nungguin di depan ruang band suruh aja tunggu di depan gerbang sekolah," katanya seolah memberi tahu.


 

Hana berdiam dan berpikir, lalu sedikit menggerutu dalam hati.

"Ooh gitu, ya. Makasih ya, kalau gitu aku duluan ya," ujar Hana lalu melambaikan tangan.


 

Hana pun beranjak dari depan ruang band ke depan gerbang sekolah. Namun, saat Hana berdiri di sana tiba-tiba ada motor melewati genangan air dan Hana pun terkena cipratan air itu.


 

"Awshh, ya yaa kotor ...," keluh Hana.


 

"Eh sorry ya, gue gak tau kalau airnya nyiprat ke kaki lo."


 

"Duh ... pinter banget ya lo, Ken." Afka menoyor kepala Kenzo dengan botol mineral yang kosong.


 

Afka mencoba menolong Hana untuk membersihkan kakinya yang tak sengaja ketika Kenzo dan Afka hendak menyebrang jalan ternyata genangan air itu mengenai anak baru di SMA-nya.


 

"Eh, udah gak apa-apa kalian lanjut pulang aja," ujar Hana tersenyum sedikit tidak enak karena Afka duduk jongkok di hadapannya.


 

Tak lama satu teman Afka dan Kenzo keluar dari gerbang sekolah dengan motornya. Dia yang sedang memiliki urusan dengan Hana.

"Kenapa?"


 

"Eh Reyhan ... ini nih sih Ken-" kata Afka terpotong.


 

"Udah, kan?" tanya Reyhan pada Hana. Hana pun mengangguk.


 

Afka yang mengetahui langsung beranjak dan duduk di atas motor Scoopy Kenzo untuk dibonceng pulang.


 

Kenzo dan Afka pun melambaikan tangan pada Reyhan sebagai tanda untuk pamit pulang terlebih dahulu. Dan dibalas Reyhan dengan lambaian tangannya.


 

Di jalan, Hana cukup banyak diam di atas motor Nmax milik Reyhan. Namun, karena Hana ingin tau mau di bawa kemana akhirnya ia mencoba memberanikan diri bertanya. Hana menowel pundak Reyhan dengan jari telunjuknya sekali dua kali, mencoba cari tau apakah Reyhan saat itu bisa diajak bicara.


 

"Apa?" sahut Reyhan mengetahui hal itu.


 

"Emm, ini mau ke mana?" tanya Hana memastikan.


 

"Bantuin gue cari buku buat tugas IPA."


 

Hana tercengang. "Kan Hana bukan anak IPA, bukan pakarnya juga."

"Apa harus ilmuan juga yang bantuin gue cari buku?"


 

"Ya ... ya nggak juga sih," jawab Hana sedikit berpikir.


 

"Nah iya." Setelah itu di balik Reyhan, Hana memilih diam dan mengikuti saja.


 

Dengan sesekali melihat kanan kiri view yang ada di kota hujan tersebut, tak lama mereka pun sampai pada tujuan yaitu toko buku. Hana turun dari motor dan merapikan rambut serta cardigan rajut panjangnya, lalu menyusul Reyhan yang sudah jalan terlebih dulu.


 

Di dalam toko Hana terus mengekori Reyhan saja, karena Hana pun tidak tau mau apa. Hingga akhirnya mereka menemukan buku yang dibutuhkan. Hana pun tersenyum sumringah, ia meninggalkan Reyhan yang sedang membayar di kasir, Hana berjalan ke arah rak tumpukkan buku novel. Ada satu novel yang sedari tadi membuat Hana tertarik, apa lagi setelah membaca blurb-nya.


 

"Dih, demennya sama cinta-cintaan," kata Reyhan tiba-tiba sudah berada di belakang Hana.


 

Hana berdiam sejenak, lalu menengok ke arah pandangan Reyhan. "Enggak ...," Hana kembali pada pandangannya ke arah novel kisah cinta remaja itu. "cuma suka novelnya aja sih."


 

"Hana suka novelnya, bukan realitanya. Emang Reyhan suka?" lanjutnya lalu berjalan ke arah bangku yang tersedia di sana.

Reyhan mengikuti. "Nggak."


 

"Kenapa?" Hana mendongak melihat ekspresi Reyhan yang masih berdiri.


 

Dan kini Reyhan memilih untuk duduk. "Lu juga, kenapa?"


 

Hana terbahak-bahak membuat Reyhan mengerutkan dahinya. "Orang ditanyain kok malah balik tanya. Hana kan suka novelnya kalau realitanya enggak. Lah Reyhan gak suka apanya? Realitanya kah atau-"


 

"Dua-duanya."


 

"Kenapa?"


 

"Lo dulu kenapa?"


 

Hana memijat dahinya yang tak sakit sambil tersenyum. "Heumm, Reyhan ... Reyhan, untung Hana paham sama bahasa Reyhan."


 

"Berbelit banget," lanjut Hana dalam hati. Lalu kembali tersenyum.


 

"Hana gak suka realita tentang percintaan gitu, bukan gak suka sih cuma kurang gimana ya ... gitu lah. Yang Hana tau dari temen-temen Hana, mereka selalu tersakiti katanya sama kang gosthing."


 

"Dih, yang ada juga cewek yang-"


 

"Yang apa?" Hana memanyunkan bibirnya dan membulatkan matanya.

"PHP."


 

Hana langsung memukul lengan Reyhan dengan buku novel yang ada di genggamannya yang tidak sama sekali membuat sakit Reyhan. "Mana ada ya!"


 

Reyhan menatap Hana sesekali ketika Hana masih memukulnya dengan novel. "Tapi lo pernah suka kan sama cowok?"


 

Pergerakan Hana langsung melambat dan terdiam ketika mendengar pertanyaan dari Reyhan itu.

"Kepo!" Hana berdiri.


 

"Lesbi lo?"


 

Hana langsung melotot dan berbalik badan menatap Reyhan yang masih duduk santai di sana.


 

Sedangkan Reyhan hanya mengusap perut datarnya secara tidak sadar dengan ekpresi yang sudah tidak bisa dijelaskan lagi. Lalu berdiri dan berjalan mendahului Hana.


 

"Gue anter pulang, cepet bayar buku lo!"


 

Hana pun menolak. Namun tetap saja Reyhan menunggu tepat di atas motor Nmax-nya di parkiran. Dengan berat hati Hana meng-iyakan saja. Hana kira ia akan mendapatkan hukuman atau menjadi seorang babu seperti yang ada di cerita ftv atau kisah cinta remaja yang ada di aplikasi orange yang sering ia baca. Namun, ternyata Reyhan malah berbuat biasa saja bahkan mengantarnya pulang.


 

"Depan sana ke kiri ya," ujar Hana.


 

"Gue bukan kang angkot. Tinggal bilang di mana rumahnya aja repot," sahut Reyhan yang sedang memboncengnya.


 

"Ih gak usah! Depan sana ke kiri, Hana turun di situ."


 

"Hemm, oke-oke." Reyhan menurut saja meski masih bertanya dalam pikirannya.


 

Hana pun turun di tempat sesuai yang dia mau. Lalu berterima kasih pada Reyhan.

"Yu sudah sana balik, keburu malem nanti Reyhan dicariin orang rumah," ujar Hana yang tidak bermaksud mengusir.


 

"Ini bukan rumah lo?" tanyanya yang melihat rumah besar dibalik Hana berdiri.


 

Hana tersenyum. "Bukan dong ...."


 

"Terus rumah lo di mana?" tanyanya lagi memastikan. Takut saja jika Reyhan mengantar anak orang tidak tepat pada rumahnya apa lagi temannya itu masih baru tinggal di daerah ini.


 

Lagi-lagi Hana tersenyum dan sedikit tertawa. "Rumah Hana masih di atas bumi kok, Rey."


 

"Yeahh ...." Reyhan memutar bola matanya. Lalu memakai helmnya kembali.


 

"Gue balik dulu!" pamitnya yang diangguki oleh Hana.


 

Setelah Reyhan sudah pergi dan tidak terlihat lagi, Hana mulai berjalan memasuki gang yang tidak jauh dari tempatnya turun dari motor Reyhan tadi, lalu menuju rumahnya.


 

Di lain sisi, kini Reyhan sudah sampai di rumah bercat putih dan berpadu padan dengan warna abu-abu. Meski rumahnya begitu besar. Namun hanya Reyhan yang menempatinya dan para pembantu yang bekerja di sana.


 

Jika ditanya apakah Reyhan merasa kesepian? Pasti akan dijawab iya. Karena sedari kecil dia selalu sendiri di rumah, ditinggal orang tuanya sibuk bekerja rasanya sudah biasa. Meski Reyhan merindukan sosok orang tua atau keluarga yang harmonis. Namun, apalah daya jika orang tuanya lebih mementingkan karir masing-masing.


 

Beruntung sekali Reyhan bisa berteman dengan Afka dan Kenzo yang terkadang mengajaknya bermain keluar tapi tidak berulah macam-macam. Jadi ia tidak selalu merasa kesepian.


 

Dan saat ini Reyhan sedang berada di balkon rumahnya, mengusap rambutnya yang basah karena telah membersihkan diri. Lalu duduk dan mengambil gitar yang sudah berada di atas meja untuk di pangkunya.

Sebelum memainkannya, Reyhan meminum secangkir teh sambil menikmati hembusan angin malam yang sunyi dan tenang. Setelahnya ia letakkan kembali cangkir itu dan sesekali memetik senar gitar dengan ngasal dan lama kelamaan mengarah ke kunci C dan ...


 

Tolong katakan pada dirinya

Lagu ini kutuliskan untuknya

Namanya selalu kusebut dalam doa

Sampai aku mampu

Ucap maukah denganku


 

Reyhan tanpa sadar tiba-tiba menyanyikan lagu Tolong–Budi Doremi yang sebenarnya itu menceritakan seseorang yang sedang mengagumi seseorang. Dan diakhir lirik Reyhan terkejut sendiri dengan lagu yang barusan ia nyanyikan, lalu tersenyum samar-samar dan diakhiri dengan bayangan seseorang. Lantas apakah Reyhan sedang mengagumi seseorang? Tapi jika didengar dari pernyataannya tadi Reyhan tidak suka perihal percintaan-percintaan, karena baginya membuat resah sendiri saja.


 

***