Try new experience
with our app

INSTALL

Temporary 

Part 2

Mentari pagi sepertinya sedang malu menampakkan diri, tapi masih ada sedikit cahaya yang menyinari bumi. Genangan air yang memenuhi sepanjang jalan yang berlubang membuat para insan mengantisipasi diri agar tidak terkena cipratan. Tak bisa dipungkiri, meski demikian, Hana harus pergi untuk menimbah ilmu bersama teman-teman.


 

Tiba di sekolah, Hana berjalan menuju kelasnya yang bersebelahan dengan tangga menuju lantai dua. Disepanjang langkah Hana pun disapa oleh para siswa-siswi di sana yang ingin berkenalan dengannya. Bagaimana tidak, setiap Hana bertemu dengan seseorang pasti dia akan tersenyum meskipun ia tak mengenalnya.


 

"Hana tipe cewek yang ceria ya." Belum saja Hana duduk di bangkunya Yeshy langsung menimpali pujian.


 

"Lah, bisa aja kamu ini. Kamu juga tuh, dikit-dikit ketawa," timpal Hana yang tak kalah memuji teman barunya itu. Mereka pun tertawa senang.


 

Suasana kelas masih ramai, dan murid-murid pun masih berhamburan ke sana kemari, ada yang menghampiri kekasihnya, ada yang bergosip ria, ada pula yang tekun dalam buku bacaannya. Hingga akhirnya bel berbunyi dan menghentikan aktivitas mereka sebelumnya.


 

Semua duduk disiplin di bangku masing-masing dan doa dipimipin oleh ketua kelas. "Menurut kepercayaan masing-masing, berdoa dalam hati-mulai."


 

Suasana hening ketika berdoa. Memang SMA Warna termasuk dalam kategori sekolah yang disiplin, makanya tidak heran jika para siswa dan siswinya selalau disiplin dalam waktu.


 

"Selesai," ujar sang ketua kelas ketika aktifitas berdoa telah usai.


 

Suara langkah kaki yang bersepatu itu mulai terdengar, dan akhirnya guru seni budaya masuk kedalam kelas Xl Bahasa 2.


 

"Pagi anak-anak, kali ini pelajaran seni budaya kelas Xl Bahasa 2 akan saya pegang, dan kalian bisa panggil saya pak King," terangnya di hadapan para murid-muridnya.


 

"Iya, Pak."

"Baik, Pak."


 

Pelajaran bermulai dengan syahdu, para murid pun mendengarkan guru seni budaya itu bercerita tentang salah satu siswa SMA Warna yang selalu membawakan musik modern dan lirik-lirik lagu ciptaannya dengan baik dan mereka sangat antusias, meski sesekali menguap.


 

Hana yang masih murid baru tak mengerti siapa sosok yang diceritakan oleh guru seni budaya itu, hingga akhirnya tingkat ke-kepoannya meluap-luap dan masih bingung, Hana pun bertanya kepada teman sebangkunya. "Emang yang diceritain pak King itu siapa, Yesh?"


 

Tanpa banyak bicara Yeshy menjelaskan itu. "Owalah, itu tuh Reyhan. Dia emang best sih, pinter akademi, jago pula mengasah bakatnya, tapi-"


 

"Eh Udah-udah nanti aja dilanjut, sekarang dengerin materi ini dulu," ujar Hana menghentikan Yeshy. Karena sekarang pak King sudah tidak lagi bercerita tentang Reyhan. Namun, berganti membahas materi tentang musik modern.


 

"Dengar-dengar di sini ada anak baru ya? Mana anaknya?" tanya guru seni budaya itu.


 

"Saya, Pak," Hana mengangkat tangan kanannya, yang lain pun ikut menoleh ke arah Hana.


 

"Ooh, oke. Kamu saya suruh ambil gitar ya diruang band. Supaya kamu lebih tau ruangan-ruangan yang ada di sini. Kamu lurus terus nanti belok kanan, di sebelah ruang OSIS di situ ada ruang band," tutur pak King saat menjelaskan arahnya.


 

"Baik, Pak." Hana mengangguk mencoba memahami.


 

"Han, inget! Di sebelah ruang OSIS ada ruang band, bukan di sebelah ruang OSIS ada doi," ujar Yeshy bercanda sebelum Hana beranjak pergi.


 

Sedangkan Hana tertawa diam-diam agar tidak ketahuan dan menggeleng-gelengkan kepala.


 

Saat di koridor Hana berjalan sambil menghafal arah yang di jelaskan oleh guru seni budaya-nya tadi.


 

Sesampainya, Hana membuka pintu ruang band yang cukup gelap karena lampu yang tidak dinyalakan, ditambah suasana langit yang masih redup.


 

Hana berjalan masuk, dan pintu tertutup sendiri setelah Hana sudah berada di ruangan. Hana merabah-rabah untuk mencari di mana gitar itu berada. Namun, saat Hana sudah mulai menemukannya tiba-tiba suara pintu terbuka dengan ciri khas suara pintu kayu yang sudah tua jika terbuka. Hana berdiri menegang dan tidak berani berbalik badan.


 

"Siapa itu?" tanya Hana yang merasa takut.


 

"Siapa itu?" Hana menegaskan suaranya.


 

Hingga berulang kali Hana bertanya, tapi tak kunjung ada jawaban.


 

Hingga akhirnya Hana mulai memegang gagang gitar dan berbalik arah, seolah-olah Hana memukul sosok yang sudah masuk kedalam ruang band secara diam-diam. Dan akhirnya lampu pun menyala, bersamaan dengan Hana memukul kepala seseorang yang telah menyalakan lampu itu.


 

"Arghh," ringisnya.


 

Hana pun terbelalak, ternyata dia salah satu siswa. Dan lebih terbelalak lagi ketika Hana mengetahui senar gitar itu putus dan Hana langsung diberi lirikan mata yang tajam dari siswa itu.


 

Hana terdiam, meskipun takut dia tetap menatap lirikan mata tajam itu dengan senyuman.


 

"Lo pikir apa? seenaknya main mukul-mukul? Gak ngerti seberapa berharganya gitar ini bagi gue?" sentaknya.


 

"Maaf kak Rey ... han," ujar Hana terbata-bata meminta maaf sambil membaca badgename yang ada di bagian dadanya.


 

Siswa yang bernama Reyhan itu memalingkan wajah sambil tersenyum getir. "Menurut lo maaf aja udah cukup?"


 

Hana terdiam. Sebenarnya ada jeda untuk Hana bicara. Namun, Hana memilih diam dan masih menunggu kalimat apa yang akan diucapkan.


 

"Percuma lo minta maaf kalau masih ngulang kejadian," lanjutnya.


 

Hana masih terdiam dan sedikit berpikir dari ucapan yang telah dilontarkan oleh siswa bernama Reyhan itu.


 

"Hana janji gak akan ngulangin lagi, kak," ujar Hana sambil mengacungkan jari kelingkingnya.


 

Reyhan memutar bola matanya malas. "Gak usah panggil gue 'kak', lo seangkatan gue."


 

Hana melihat badge Reyhan lalu beralih ke badge-nya, ternyata iya. Mereka seangkatan.


 

"Pulang sekolah tunggu gue di depan ruangan ini."


 

"Tapi-"


 

"Kalau mau pake, ambil gitar di sebelah drum itu," ujar Reyhan saat memotong ucapan Hana.


 

Dengan terpaksa Hana harus meng-iyakan saja, toh dia juga tadi dapat perintah buat ambil gitar, tapi yang Hana bingungkan nanti ketika pulang sekolah sebenarnya Hana harus pergi ke perpustakaan untuk menjaga. Namun, ternyata ada kendala yang harus ia selesaikan.


 

Ketika Hana keluar dari ruangan, teman-teman Reyhan masuk ke dalam. "Ada apa, Han?"


 

"Ck, senar gitar gue putus," tuturnya.


 

"Kok bisa, Han?" tanya Afka teman Reyhan.


 

"Cewek gak jelas tadi tuh, sumpah ngeselin!" ujar Reyhan sambil sesekali mencoba membenahi gitarnya.


 

Sedangkan ke-dua teman Reyhan itu saling pandang dengan maksud yang diselipkan.


 

"Ngapain lo pada liat-liatan kayak gitu? Gay lo?"


 

"Njir, mulut lo ya, Han. Astaghfirullah sohibku ....," ujar Afka teman Reyhan.


 

"Awas ke makan omongan, Han," sahut Kenzo yang berada di sebelah Afka.


 

"Gue masih normal, masih suka cewek," jawab Reyhan.


 

"Tapi kok sampai sekarang gak punya cewek," sindir Kenzo dari arah yang tak jauh.


 

"Ngaca lo!" ujar Reyhan memukul jidat Kenzo dengan gitarnya yang sudah rusak tadi.


 

Sedangkan Hana kini sudah berada di kelas dan sedang praktek memainkan gitar secara bergiliran.


 

***


 

Waktu terus berputar, dan bel pulang sudah di bunyikan. Para siswa-siswi berlomba keluar kelas terlebih dahulu agar tidak disuruh membersihkan kelas.


 

"Hana ayok cepetan!!" teriak Yeshy yang sudah siap menggendong tas ranselnya.


 

"Iya iya bentar deh, aduh," ujar Hana sambil tertawa melihat ekspresi Yeshy yang kocak tak mau keluar terlambat dari kelas karena tidak mau jika ia terlambat keluar maka ia yang akan membersihkan.


 

Setelahnya mereka keluar dari kelas, Yeshy dan Hana ber-hight five dan tertawa bersama. Setelah itu Yeshy melambaikan tangan untuk terlebih dahulu pulang, sedangkan Hana akan pergi ke depan ruang band untuk menemui si pemilik gitar yang sudah ia rusakkan tadi.