Contents
Ikatan Cinta
Masa Lalu Datang Lagi
"Aduh .... aku kangen banget sama Reyna. Jadi pengen nelpon," kata Nino.
Namun aku teringat kembali dengan saran Katrin. Menurut dia, aku jangan terlalu sering berusaha menelpon Reyna. Apalagi aku punya perjanjian mengikat dengan Aldebaran. Kalau dipikir-pikir Katrin benar juga, kapan hari mama nelpon karena ingin dengar suara Reyna malah dicuekin sama Andin. Akhirnya urung niat ini untuk menelpon Reyna.
Mengapa masa lalu papa datang lagi ke dalam keluarga ini? Siapa yang meneror mama? Kenapa dulu Roy sangat mencurigai Jessica? Siapa sebenarnya Jessica ini?
Berjuta pertanyaan menghujami otakku. Apalagi setelah rumah ini mereka masuki saat aku pergi. Sepertinya harus mengevaluasi kerja para satpam dan bodyguard yang kumiliki. Seketika suara malaikat kecil membuyarkan lamunan.
"Papa ... aku nemu ini di bawah meja. Aku gak tahu ini apa makanya aku kasih ini ke papa," sahut Reyna polos.
Benda kecil ini? Ya Tuhan jangan-jangan kecurigaanku itu benar. Aku harus secepatnya menelpon Angga dan membicarakan hal ini.
2 hari kemudian
"Kiki .... tolong panggilkan Putra, Uya, dan Boim ke ruang kerja saya," perintah Al keoada pembantunya.
Mereka bertiga sudah berada di dalam ruang kerja dengan wajah tegang mungkin karena aku akan menginterogasi mereka saat rumah ini dimasuki penyusup.
"Saya mau tahu rincian kejadian malam itu saat rumah ini dimasuki orang asing. Jawab sejujurnya!" kataku dengan nada tegas.
"Malam itu saya sakit perut pak Al. Saya lalu izin sama Uya dan Boim buat pergi ke toilet. Kejadian selanjutnya saya gak terlalu tahu," tutur Putra memulai ceritanya.
"Saya ... gara-gara .... lihat bang Uya tidur pulas jadi .... ikut-ikutan ngantuk pak Al," sambung Boim agak terbata-bata.
"Pantes aja rumah saya dimasuki penyusup. Kalian lalai dalam menjaga rumah ini. Begini ... maafkan saya kalian bertiga bulan depan depan potong gaji dan coba kalian susun jadwal dengan Jimmy. Tentuin deh siapa yang jam segini harus tidur atau berjaga. Kalian ngerti kan maksud saya?" jelasku panjang lebar.
"Mengerti pak Al," sahut mereka kompak.
Selain kelalaian mereka bertiga masih banyak masalah lain yang harus kuurus. Benar dugaanku alat mungil ini adalah penyadap. Aku sudah menelpon Angga dan dia sudah mengerahkan lebih banyak anak buahnya untuk menyisiri setiap inci rumahku guna memastikan penyadap lain di rumah ini karena menurut Angga tidak mungkin penerorku hanya memasang satu alat penyadap.
"Mengapa orang itu begitu ingin mencelakai mama?" pungkasku kesal.