Contents
MAYAT HIDUP
Chapter 4
Mereka berpelukan serasa kangen satu sama lain. Pima menyatakan dia harus mencari suaminya di Makassar, seingat dia hanya disebut Klinik Merah Delima. Trasta duduk di kursi kerja tangannya diatas meja, kepalanya tengadah memejamkan mata seakan sedang rilexasi ditengah tekanan selama ini. Pintu sekonyong-konyong dibuka, mengejutkan Trasta. “Mah, kapan datang.” Pima terduduk layu di lantai,”Syukurlah kamu masih hidup aku selalu mimpi buruk tentangmu Pah.” Pima menangis tapi bersyukur. “Papa kalau mau pulang ayo pulang ke Jakarta sekarang juga sama Mama. Anakmu sebentar lagi lahir Pah.” Trasta mendekatinya dan memeluknya. Tapi Pima terus mengucurkan air matanya. Mereka saling berpelukan erat. Suster Lusi mengambil test pecknya ternyata dua garis biru, membuatnya dia gembira sekali. Ikatan rambutnya seusai mandi segera dilempar saking senengnya.
Dia bergegas mengenakan baju suster. Mobil memasuki klinik, setelah parkir, PIMA dan ZITA turun dari mobil dan menghampiri salah satu suster, menanyakan apakah ini klinik Merah Delima. Suster itu menjawab bukan, dia tidak tahu dimana klinik Merah Delima di Makasar itu berada. Suster Lusi turun dari motornya, dan menghambur kearah ruang kerja Trasta Trasta melepas pelukannya dan terkejut ternyata yang dipeluknya itu bukan istrinya tapi hantu Suster Ina. Dia mengadu “kenapa kamu mengkhianati saya mas dan membohongi saya. Sekali tak pernah cukup satu wanita akan sampai mati diracuni nafsu birahi belaka.” Hantu suster ina menangis.”Bahkan sekarangpun sedang berkhianat dengan wanita yang kau sembunyikan dibawah meja.” Pintu ruang kerja terbuka lebar, Trasta yang terbengong ketakutan dihadapan suster ina itu tiba-tiba tersontak kaget rupanya semua itu ilusinya dan suster Lusi langsung menghambur memeluk erat Trasta. “Aku hamil Bang. Kita harus segera nikah.” Kaki suster Lusi menutup pintu ruang kerja.
Lusi langsung menyingkirkan semua yang ada dimeja dan menarik Trasta ke meja dan penuh gairah melepas kancing baju Trasta satu persatu. Bahkan melepas ikat pinggangnya. Namun saat Lusi jongkok hendak memelorotkan celana Trasta, dia melihat sesuatu. Lusi menggeser Trasta untuk tidak menghalanginya. Ternyata dibawah meja suster Yuyum sedang jongkok sembunyi dengan baju setengah terbuka.”Sedang apa kau disitu Yuyum. Sini keluar kamu.” Yuyum ditarik keluar dari bawah meja. “Bang tega-teganya kau main gila sama Yuyum sementara aku tegang memastikan hamil atau tidak dan kau telah berjanji akan menikahiku kalau aku positif hamil tapi pada saat itu kau main gila sama temenku sendiri setelah kau hancurkan juga Ina.” Lusi nangis dan keluar dari ruangan itu. Yuyum mendekati Trasta dan berucap “gimana ini kak, kenapa banyak janji yang kau ingkari.” Pak Kasep diam-diam memperhatikan dari balik jendela. Yuyum marah dan keluar dari ruang kerja Trasta. Bersamaan dengan itu masuklah pegawai admintya yang berkacamata dengan blus manis membawa map.
“Bapak apa bisa minta tanda tangan sekarang”. Trasta melihatnya dari bawah hingga ke atas.”Apapun yang kau minta sekarang saya pasti bisa. Tutup pintunya rapat-rapat.” YANTI pegawai admin itu menutup pintunya. Dalam perjalanan, PIMA dan ZITA, menemukan bangunan klinik bangunan belanda, mereka membelokan mobilnya berparkir di halaman klinik itu. Setelah mereka turun terasa sepi klinik itu, hanya beberapa pasien saja yang tampak. Mereka menuju ruangan bertuliskan dokter kandungan. YANTI yang terduduk penuh dengan ketakutan tak berani berkutik. Hanya duduk saja tak bergeming. Kacamatanya dilepas oleh tangan Trasta. Tapi dia hanya bisa nurut. Jaket blusnya sedang dibuka oleh Trasta. Tiba-tiba pintu diketuk… PIMA mengetuk pintu ruang dokter kandungan. Karena belum dibuka maka diketuknya kembali. Pima tampak tak sabar menanti pintu itu dibuka Trasta menenteng jas dan sepatu Yanti dan menyuruhnya sembunyi di ruang pemeriksaan pasien. Trasta segera membuka pintunya.
Ternyata Pak Kasep memberitahukan kalau suster Lusi dan suster Yuyum saling tusuk di toilet klinik dan menuliskan sesuatu dengan lipstick Seorang dokter kandungan membukakan pintu untuk Pima dan Zita. “Maaf saya dari Jakarta sedang cari suami saya dokter kandungan, permisi mau tanya apakah ini dulunya bernama Klinik Merah Delima atau apakah ibu dokter tahu dimana klinik merah delima berada.” Ibu dokter itu mempersilakan untuk masuk dan duduk dulu. Tapi Pima tidak punya waktu dia harus menemukan dimana suaminya. TRASTA memasuki toilet klinik yang bersimbah darah dengan shock melihat ruangan itu bersimbah darah dan membaca tulisan lipstick TRASTA JAHAT MENODAI KAMI SEMUA.
Melihat itu Trasta semakin shock. Disaksikan Pak Kasep. Trasta langsung meninggalkan tempat itu TRASTA memasuki ruang kerjanya dia membuka tas kerjanya mengeluarkan botol whieskynya dan meneguknya beberapa teguk.” Gue bisa gila disini. Gue harus balik.” Yanti yang mendengar itu keluar dari ruang pemeriksaan pasien. “Nasib saya bagaimana Pak.?” “ Kamu pulang saja.” “Tapi bapak sepertinya butuh pertolongan.” “Gue butuh psikolog gue gak butuh elo.” Yanti mengeluarkan telfonnya dan mendial salah satu nomor handphone. “Budhe Lala apa bisa ke klinik saya, ini Pak Trasta butuh bantuan budhe.” Trasta membentaknya,”kamu telfon siapa Yanti jangan bikin gue tambah stress.”
Yanti mengakhiri pembicaraan mematikan handphonenya menghampiri Trasta dan Yanti memeluknya dari belakang. “Dari pertama kali bapak datang saya selalu memimpikan apa yang bapak lakukan sama saya tadi.” Trasta nafasnya semakin tak teratur. “Budhe lala itu siapa?” Tanya Trasta. ”Dia psikolog hebat Pak, apapun yang bapak mau bisa disembuhkan budhe lala. Dan kita masih punya waktu banyak sekarang. Sebelum Budhe Lala datang” PAK KASEP telah membersihkan toilet dan darah yang bersimbah itu sudah bersih. Kedua mayat yang tergeletakpun telah disiram bersih seperti baru dimandikan.
Pak Kasep membersihkan tulisan di cermin kaca Dari pelukan dari belakang, tangan Yanti melepas kancing baju Trasta satu persatu lalu melepas ikat pinggang celana Trasta. Badan Trasta pun segera dibalikan kearah Yanti. Trasta hanya menurutinya. Seperti terhipnotis untuk selalu melakuka kebodohannya bertubi-tubi, Tangan Trasta memegang kepala Yanti dan mendorongnya hingga bersimpuh dihadapannya. Hanya tatapan polos dari Yanti dengan sedikit senyum saat dia telah bersimpuh. PAK KASEP mendorong brankar berisi kedua mayat suster itu masuk kedalam kamar mayat.