Try new experience
with our app

INSTALL

Jodohku Sahabatku 

Bab 2


 

“Eh kamu! Budek ya?” Ela mendekati bangkuku, dan menunjuk. Sorot matanya tajam menatap, bagai orang kesal.

Aku berdiri, menatapnya balik. Tidak suka dengan perlakuannya. Kutangkis tangannya.

“Mau kamu apa? Sudah kukatakan hanya kebetulan, kalau lebih jelas tanya sendiri sana ke Pak wahyu.” Suaraku meninggi. Aku masih tetap berdiri berhadap-hadapan dengan Ela. Gadis itu terkenal arogan dan beringas. Apapun yang dia inginkan harus di dapat. Tidak ada yang berani dengannya. 


 

“Kamu berani sama aku?” Semakin keras suaranya.

“Terus kamu mau apa!” Tak kalah seru aku melawannya.

“Awas kamu! Dasar anak penjual baju, miskin saja belagu!” Tanganku mengepal, gigi gemeletuk mendengar kata-katanya. Aku tak sanggup jika dia menghina ibu.

“Aku memang tidak kaya sepertimu, tapi jangan pernah hina ibuku. Ingat ... buat apa kaya, tapi jahat!” jawabku berapi-api. Teman- teman yang lain, hanya terdiam melihat kami. 


 

Hampir saja dia menamparku, kalau tidak secepatnya kutangkis tangannya. Tangan kirinya mengepal, matanya memerah seakan menahan marah. Dia berbalik dan pergi, diikuti Ana dan Dea. Dua anak buahnya di sekolah.


 

Ela dari keluarga kaya. Ayahnya pengusaha, ibunya wanita karier. Mungkin inilah salah satu alasan dia arogan. Kurangnya kasih sayang di rumah, membuat dia manja dan sok berkuasa di sekolah. Tidak seperti aku yang hanya anak seorang janda. Walau begitu, tidak ada satu orangpun yang boleh menginjak harga diriku. Selagi benar, tak pernah ada rasa gentar.


 

Bel masuk berbunyi. Semua pada duduk rapi. Terlihat Ela masuk kelas membusungkan dada, bersungut. Kelihatan sombong di ikuti kedua jongosnya Ana dan Dea. Terkadang aku merasa tidak habis pikir, bisa-bisanya kedua anak itu setia, padahal selalu diperlakukan layaknya pembantu. Kalau aku, ogah banget.


 

“Selamat pagi ... kita mulai pelajaran hari ini, silahkan keluarkan satu lembar kertas, karena hari ini ulangan,” kata Bu Eko mengawali kegiatan belajar mengajar. Sontak semua murid berkata hampir berbarengan. “Huuu.” 


 

“Bagi yang tidak berkenan, silahkan keluar kelas! Untuk yang masih mau belajar, segera keluarkan kertas kita mulai.” 

Semua murid terdiam, langsung pada mengambil kertas dalam tas. Suasana kelas hening. Bu Eko berkeliling membagikan soal ulangan. 


 

“Waktu kalian satu jam, bagi yang sudah selesai silahkan kumpulkan di atas meja saya. Boleh istirahat!”


 

Sudah tidak ada yang berani bicara lagi, semua khusuk mengerjakan ulangan matematika. Sepuluh menit kemudian, terdengar suara bisik-bisik dari Ela. Seperti biasa, selalu mencari sontekan jawaban. Anak itu memang sedikit bodoh. Aku masih saja asyik dengan kertas ulangan. Berusaha untuk pura-pura tidak mendengarkannya.