Contents
Cintaku Di Ujung Jalan
Kebenaran Yang Menyakitkan
Seminggu kemudian, Ayah, Gerry, Bian dan Riana kembali mengantar Dira ke bandara. Dira akan menyusul Sakti ke Singapore untuk waktu yang tidak ditentukan. Walaupun sangat berat untuk Dira meninggalkan Ayah dan sahabat-sahabatnya, namun ini sudah keputusannya untuk mendapatkan semua jawaban. Ayah bilang Dira tidak usah khawatir tentangnya, karena sikap Alvin sudah lebih baik. Dira pun pergi.
Di perjalanannya, Dira kembali mengingat masa-masanya bersama Sakti. Saat kuliah, Sakti yang seringkali cuek dan terkesan cool sering membuat Dira kesal. Dia bercerita lagi dengan Bian dan Riana kenapa Sakti begitu misterius, kadang dekat, kadang jauh dengannya. Sakti pernah tiba-tiba memberikannya tiket nonton band pop rock berdua. Namun Sakti datang terlambat. Dira sudah masuk kerumunan penonton yang berdesak-desakan, dia hampir terjatuh. Namun Sakti langsung merangkulnya dari samping melindungi dia sambil mengoceh kenapa Dira nggak sabar tunggu Sakti. Tapi Dira nggak bisa jawab apa-apa karena terkejut dengan rangkulan Sakti.
Sesampainya di salah satu homestay di Singapore. Sakti sangat senang dengan kedatangan penulis favoritnya ke Singapore. Terlebih lagi si penulis (Dira) akan menemani dia selama di Singapore. Dira terharu kalo ternyata Sakti selalu menyukai tulisan-tulisannya. Sambil menemani dan merawat Sakti di Hongkong, Dira juga tidak melupakan proyek-proyek buku barunya. Dira tidak ingin membuat Sakti ingat tentang dirinya dan masa lalunya karena itu semua akan membuatnya pusing. Dira menjadi diri yang baru di depan Sakti dan berusaha menyayangi Sakti kembali apa adanya.
Sedang, di Jakarta, Alvin mengalami kecelakaan motor. Ayah menggunakan uang Dira yang ditinggalkannya untuk biaya rumah sakit dan merawatnya. Di rumah sakit, Alvin meminta maaf kepada ayah dan Dira selama ini ia sudah banyak merepotkan mereka. Alvin sadar apabila dirinya bukan siapa-siapa. Saat itu juga Bapak dan ibu kandungnya datang menjenguk sekaligus menjemput Alvin. Tapi Alvin lebih memilih bersama ayah dan Dira.
Dira tidak mengetahui tentang perihal ayah dan Alvin. Ayahnya memutuskan untuk tidak menceritakannya karena ini akan membuat Dira khawatir. Di Singapore, Dira merawat Sakti dengan telaten. Di sela-sela Sakti yang sedang tidur dia menyempatkan untuk menulis sekuel novelnya kembali. Walaupun perkembangan Sakti dalam terapi selama 5 hari ini tidak membuahkan kemajuan, tapi Sakti jarang merasakan kesakitan. Suatu hari mereka berdua pergi ke sebuah cafe, mereka banyak becanda disana.
“Aku masih ngga percaya kenapa kamu mau ngerawat aku, padahal aku bukan siapa-siapa.” Sakti melirik ke Dira yang menyiapkan nasi dan semur daging kentang yang sudah dipesannya.
“Kamu ingat ngga kalau kamu suka banget semur daging kentang, dan untungnya disini aku bisa request. Kamu dulu ngga suka masakan manis, tapi cuma semur daging dan kentang yang pernah aku bawa dulu. Kamu jadi suka.”
“Kamu pernah bawain aku dulu? Kapan?”
“Ah..ngga lupain aja..” Dira baru teringat dirinya malah akan menyakitkan Sakti.
Dalam perjalanan pulang Sakti tertidur di mobil. Dira hanya memandangnya serba salah.
“Dira, aku minta maaf.” Sakti mengucapkan hal itu sambil matanya masih tertutup.
“Minta maaf kenapa, Sakti?”
“Aku ngga mengatakan sebelumnya kalau...”
“kalau apa, ti?” Dira lalu mencoba mengguncang tubuh Sakti pelan ingin Sakti memberi jawaban. Namun Sakti malah memegang kepalanya lagi dan tak lama pingsan.
Setelah diketahui oleh ibu Sakti, dia marah pada Dira karena perjalanan itu membuat Sakti menjadi drop. Hingga ibu Sakti bilang kalau, kecelakaan Sakti itu penyebabnya adalah Dira.
“Kalau saja Sakti dulu ngga menyusul kamu ke bandara, dia ngga akan tabrakan di jalan dan sakit seperti ini!”
“Ma, udah cukup, ini bukan waktunya menyalahkan.”
Dira menangis sejadinya dan keluar dari ruangan. Arisa mengejar Dira. Arisa kemudian meluruskan hal itu pada Dira, mungkin ada benarnya kata ibu kalau Sakti tabrakan dan jadi sakit begini. Tapi itu semua bukan salahnya Dira. Arisa mencoba menceritakan dari awal. Dari Sakti lulus di gelombang pertama dan pergi begitu saja. Dira langsung teringat teman-teman Sakti bilang, Sakti jarang terlihat di kampus karena dia mempersiapkan dirinya untuk menyusul ayahnya di Jerman dan kuliah S2 disana. Dira sedih mendengar itu dan kecewa kenapa Sakti tidak bilang hal itu.
“Kalo aku tau waktu itu Sakti ninggalin dan menghilang begitu aja karena ini, aku ngga akan pernah nyalahin dia sampai sekarang.”
“Iya kak, mas Sakti disibukkan sama keinginan mama, yang ingin Sakti lanjut kuliah dan bisa kerja di Jerman bersama ayahnya. Bahkan mama ngelarang mas Sakti untuk pacaran, supaya nilainya bagus dan bisa ngejar beasiswa. Tapi alhasil mama jadi terlalu mengekang mas Sakti..dan kaget saat tau mas Sakti deket sama kakak.”
“Lalu kuliahnya Sakti sekarang gimana?”
“Mas Sakti pergi ke Jerman untuk melakukan survey dan menjenguk papa. Sekitar tiga bulan lebih mas Sakti terjebak di Jerman. Lalu akhirnya dapat pulang di bulan keempat. Mas Sakti terus cerita, kalau ayahnya sudah menikah lagi disana dengan seorang wanita yang lebih muda dari ibunya, dan sudah memiliki satu anak dari si wanita itu. Mas Sakti mau pulang, tapi saat perjalanannya dari kampus dia kecopetan. Semua barang diambil. Pengurusan visa dan semuanya ribet dan butuh beberapa bulan. Dengan terpaksa dia tinggal bersama ayah dan keluarga barunya. Hingga akhirnya dia pulang dan dapat menceritakan semua itu sama mama. Tapi waktu pulang, mas Sakti langsung disambut berita kalau kakak akan pergi menempuh S2 ke London. Aku yakin, pikirannya sedang kacau karena papa dan mengetahui Dira akan pergi, membuat mas Sakti tambah terpukul. Lalu kecelakaan itupun terjadi.” Arisa menyelesaikan ceritanya, Dira tertunduk lemas, air mata menetes terus lengannya. Arisa pun memeluk Dira.
“Ini bukan salah kakak, kak. Hanya, beban mas Sakti terlalu berat dari mama dari awalnya.”