Contents
Cintaku Di Ujung Jalan
Waktu Yang Salah
Keesokan harinya, ibu Sakti minta maaf pada Dira atas kemarahannya tadi malam. Dira bilang tidak ada yang perlu dimaafkan, dia malah yang harus meminta maaf. Dira berjanji akan menjaga Sakti selama pengobatan ini. Dira menggenggam tangan Sakti di saat tidurnya.
“Aku minta maaf karena aku ngga ngasih tau dulu kalau aku mau kuliah S2 ke London. Tapi kan kamu juga ngga cerita tentang papa kamu dan rencana kamu ke Jerman.”
Dira ingat saat ulang tahunnya, dia sudah mengira kalau Sakti akan mengatakan cinta padanya, seperti yang sudah teman-temannya bilang. Namun, Sakti hanya memberikan satu karangan bunga dengan ucapan ulang tahun saja.
“Kenapa selama dua tahun itu, kamu hanya bersikap baik, melindungiku, memerhatikanku, tapi kamu tidak pernah mengungkapkannya.” Dira menangis sambil masih menggenggam tangan Sakti.
“aku sangat sayang sama kamu Sakti.”
Pagi harinya, Dira menelpon ayahnya untuk mengetahui apakah kabarnya baik. Ayah bilang semua sangat baik. Alvin sekarang lebih rajin belajar dan sering membantu ayahnya di rumah. Kabar gembira dari ayah dan Alvin membuat Dira lebih tenang berada di Singapore bersama Sakti. Dira bilang keadaan Sakti sudah semakin stabil. Ibu Sakti dan Arisa sedang kembali ke Indonesia untuk membereskan beberapa berkas dan membawa keperluan lainnya. Jadi dia hanya berdua dengan Sakti. Ayahnya pun tenang kalau semuanya stabil. Semoga Sakti akan dapat disembuhkan. Dira menutup telepon dari ayahnya dan kembali mengetik di laptopnya.
Sore harinya, Sakti mengigau nama Dira lagi dan dia bilang kalau kepalanya sangat sakit sekali. Dira terkejut lalu hendak memanggil petugas tapi Sakti mencegahnya. Dia hanya perlu bangun dan minum obat penghilang rasa sakit. Dira mengabulkannya. Dia mendudukan Sakti di sofa. Namun Sakti langsung menidurkan kepalanya di atas paha Dira. Sakti memandangi Dira dalam-dalam, Dira gugup. Sakti lalu mengusap air matanya. Sakti mengusap wajah Dira, Dira menggapai tangan Sakti dan memegangnya. Mereka pun bertatapan. Dira tertegun melihat Sakti yang berbaring di pahanya.
“Aku minta maaf, aku ngga pernah mengungkapkan perasaan aku sama kamu. Aku takut kalau aku akan meninggalkan kamu ke Jerman dan harus menetap disana. Aku terpaksa menghilang di akhir-akhirnya sebelum lulus, karena dia ingin berusaha melupakan Dira. Tapi aku nggak bisa.
Dira tertegun mendengar perkataan Sakti. Lalu Sakti melanjutkan lagi, “Aku sadar kalau aku jatuh cinta sama kamu, setiap kali kita ketemu dan bersama, aku ngerasa nyaman. Aku ngerasa juga harus ngelindungin kamu. Bahkan karena aku tau, someday aku akan pergi, aku ngga pernah ngembaliin barang-barang yang kamu pinjemin.” Sakti sesekali mencoba membuat kepalanya terasa lebih nyaman lalu berbalik ke beberapa sisi.
“Aku minta maaf di ulang tahun mengecewakan itu. Karena hari itulah, aku dapat hadiah dari mama untuk lanjut kuliah di Jerman. Aku bingung.” Sakti kemudian menangis, Dira mengusap air matanya.
Sakti melanjutkan bilang, “Aku sangat mencintai kamu, Dira. Dari kuliah hingga sekarang, ngga pernah berubah. Aku nyesel dia ngga pernah mengatakannya. Maafin aku Dira. Maafin...”.
Dira langsung membalasnya,
“aku juga cinta sama kamu, Sakti dan ngga pernah berubah.” Dira memeluk kepala Sakti sambil menangis lalu dia memberikan Sakti sebuah ciuman di bibir, pipi dan juga dahinya. Sakti tersenyum,
“Mulai sekarang kamu harus bahagia, Dira.”
Dira lalu menangis sesenggukan, tak lama, Sakti kemudian menutup matanya. Sakti mengembuskan nafas terakhirnya di pangkuan Dira.
Dua bulan kemudian…
Dira sudah bersiap untuk peluncuran sekuel novel dari “Cintaku Di Ujung Jalan” yaitu, “Waktu yang Salah”. Dira menjelaskan bahwa dua novel ini merupakan cerita nyata tentang kisah cintanya. Yang pertama, adalah pertemuan pertama saya dengannya hingga saya harus meninggalkan dia ke London. Dan yang kedua adalah pertemuan kami kembali hingga... Dira hanya tersenyum pada Ayah, Alvin dan sahabat-sahabatnya sambil menyembunyikan sedihnya. Terakhir, diperlihatkan di halaman pertama novel kedua, ada sebuah puisi buatan Sakti untuk Dira yang berjudul “Nadira”.
TAMAT