Contents
Amorf Part 3: Annoying Boy
Part 2
Di kantin, Rocha dan Nat asyik makan sop iga dan diselingi menyeruput es teh manis. Mereka tampak benar-benar lapar karena energi mereka benar-benar terkuras habis setelah mengerjakan ulangan Akuntansi. Bener-bener bikin kepala mereka berasap dan tubuh mereka lunglai seketika!
Nat akhirnya membalikan sendok garpu di piringnya, tanda ia sudah selesai makan. Ia memperhatikan Neira yang sedang minum jus wortel, agak heran. “Eh, lo kok gak makan, Nei? Gak laper?”
“Gue diet, Patra pengen berat badan gue di bawah 40 kilo,” jawab Neira tersenyum, agak lemas. Neira benar-benar berubah sejak pacaran dengan Patra, dia rajin nge-gym, diet, pergi ke salon dan skin care, sampe latihan yoga! Menurut Nat dan Rocha, Patra terlalu menuntut dan protektif. Baru jadi pacar aja ngaturnya ngelebihin Daddy Neira. Bahkan kemarin, saat pelajaran olahraga, Neira pingsan karena menahan diri untuk makan. ‘Kan keterlaluan!
“Duh! Apa-apaan, sih, si Patra! Ntar kalo ada angin, terus lo terbang kebawa angin karena terlalu kurus, gimana?” Nat terdengar seperti bercanda, tapi ia sungguh-sungguh tidak habis pikir mengapa Patra begitu ingin mengubah temannya itu. Apa berarti Patra gak menyukai Neira apa adanya? Kenapa Neira harus susah payah berubah dan menyiksa dirinya sendiri?
“Tau, sih, Nei! Kalo dia nembak lo, berarti dia udah siap menerima lo apa adanya. Gak malah mengubah lo kayak gini. Neira yang gue kenal gak suka jus wortel, gak suka biskuit gandum, dan suka banget makan sushi sampe puluhan potong. Lo beda, Nei. Patra bikin lo beda.” Rocha bicara dengan nada meninggi, terdengar menahan emosi. Rocha sepertinya tidak tega melihat Neira pucat seperti ini.
Neira terdiam, tampak tertohok dengan ucapan Rocha. Ia tahu Rocha bicara seperti itu bukan untuk menyakiti hatinya, tapi karena Rocha peduli padanya. Neira tersenyum sambil pura-pura ceria. “Lo ngomong apa sih, Cha? Gue sama aja, gue Neira sahabat kalian. Gue cuma berusaha lebih merawat diri aja. Sebentar lagi kan ada prom night, gue bakal jadi pasangannya Patra dan gue gak boleh keliatan memalukan. Cuma itu.”
Neira tersenyum, ingin menunjukkan kepada dua sahabatnya bahwa dia baik-baik saja. Tapi wajah pucat Neira dan pipinya yang agak cekung tak bisa membohongi Rocha dan Natasha. “Gue baik-baik aja, kok. Seriously.”
Rocha dan Nat saling tatap. Rocha mengangkat bahunya tanda menyerah menasihati Neira. Nat menghela napas, “Sekarang gue pesenin bakso rudal kesukaan lo, harus lo makan!” suruh Nat sok galak. “Bang Tomang, bakso rudal satu gak pake tauge!” teriaknya pada Bang Tomang penjual bakso.
“Jangan, Nat. Ntar gue gendut.”
“Biarin, daripada lo sakit,” sahut Nat galak.
Neira akhirnya diam saja, meskipun diam-diam dia senang karena akhirnya dia bisa makan bakso kesukaannya.
***
Bel pulang berbunyi lima menit yang lalu. Nat dan Rocha ditugaskan mengembalikan buku-buku perpus yang tadi dipinjam untuk pelajaran sosiologi. “Cha… itung lagi ya, harus ada 35. Takut ada yang ilang.” ujar Nat sambil merapikan buku-buku tersebut.
Rocha menurut tapi kemudian ia mengernyitkan dahi. “Ada buku yang nyelip nih.” Katanya menunjukan buku bersampul cokelat.
Nat membuka buku tersebut. Nat terksesiap begitu melihat ternyata itu majalah pria dewasa terbaru yang sengaja disampul. “Diihh… punya siapa nih?” tanyanya sambil bergidik. “Bukannya yang beginian dilarang dibawa ke sekolah?”
Rocha memperhatikan majalah itu. “Kalo gak salah, tadi Ibet ngasih pinjem ini ke si Ndud. Punya si Ibet kali.” Tebak Pika. “Ihh ternyata Ibet anaknya napsuan ya!”
“Ndud, sini lo!” Nat memanggil Ndud yang kebetulan lewat depan kelas. Nat memandang Ndud. Nama aslinya Ndud sihh Dudi. Tapi karena tubuhnya subur dan sehat, anak-anak menganggilnya Ndud. Setahu Nat, Ndud itu orangnya emang rada kotor pikirannya, mesti disapuin! “Ini punya elo?” tanya Nat mengacungkan majalah tersebut.
Ndud yang sedang asyik melahap hotdog langsung tersedak. “Bu… bukan. Sumpah!”
“Boong lo Ndud. Tadi kan gue liat elo baca majalah itu sambil ngeces!” sahut Rocha.
“Kalo boong, gue laporin ke BK lo!” ancam Nat galak.
“Eh, jangan dong, ibu-ibu. Itu beneran bukan punya gue. Tadi, sih, gue emang baca.” Ndud mengaku dengan mulut penuh hotdog. “Itu punya Ibet, gue cuma pinjem. Lo jangan laporin gue ke BK, ya!” pinta Ndud panik. “Lo juga jangan kasih tau Ibet kalo gue comel. Please!” tambahnya.
“Mana, dong, uang suapnya?” tanya Nat sedikit bercanda.
“Duhh… gue lagi gak ada duit. Tugas sosiologi kalian biar gue, deh, yang kerjain, deh. Mau, ya? Tapi janji, jangan bilang siapa-siapa.” kata Ndud.
Rocha menggangguk-angguk senang. “Ya udah. Sekalian nih buku lo balikin ke perpus. Terus… majalah ini, biar kita yang balikin ke Ibetnya langsung.”
Ndud mengangguk setuju.
***
Nat dan Rocha berjalan di koridor sekolah dengan pelan menuju tempat parkir. “Lo serius, Cha, mau balikin tuh majalah langsung ke Ibet?” tanya Nat.
Rocha tersenyum. “Gue? Bukan gue kali, ELO!” jawabnya sambil cengengesan.
“Hah? Gue?!” balas Nat tanda menolak usulan Rocha mentah-mentah. “Cha, gue akuin Ibet itu orangnya keren, cool, pinter lagi. Tapi lo harus tau kalo dia itu belagunya selangit! Intinya, lo yang balikin majalahnya ke si songong itu. Fix.”
“Ehm, oke…”sahut Rocha sambil membuka pintu mobilnya yang berwarna kuning. “Jadi, lo gak mau deketin cowok charming yang lo tulis di buku polkadot kita itu?”
“Nggak!” jawab Nat yakin sambil duduk di sebelah Rocha yang bertugas menyetir. “Dan sesegera mungkin bakal gue hapus tuh nama Ibet dari daftar cowok charming versi gue.”
“Oke...” ucap Rocha sambil sibuk menghidupkan mobilnya.
Nat membuka-buka majalah olahraga yang ada di mobil Rocha. “Gue totally il-feel!” kata Nat malas sambil memutarkan bola matanya. Rocha cekikikan. Tanpa sepengetahuan Nat, Rocha memasukan majalah tersebut kedalam tas slempang putih milik Nat.
***