Try new experience
with our app

INSTALL

Askara sang penerus tahta 

6. Tugas Berat Askara

- Swiss -


Reyna sedang berjalan kaki menuju kampus yang jaraknya lumayan dekat dari apartemen bersama Alice sahabatnya yang berasal Amerika. Mereka pertama bertemu saat sedang kuliah S1 di salah satu kampus yang berada di london. Dan mereka menjadi dekat karena Alice yang kesusahan aksen british yang hampir semua memakainya di london dan Reyna yang sudah bisa menguasai beberapa bahasa dan juga fasih aksen british membantunya beradaptasi dan sekaligus jadi penterjemah.


( note : ceritanya dialog ini memakai bahasa inggris ya makanya agak baku ὠa )


"Rey, kamu sudah membuat keputusan perihal Robi?" Tanya Alice.


"Belum Al, aku masih bingung." Jawab Reyna sambil mengerutkan dahi nya.


"Bukannya kamu sudah meminta pendapat ibu kamu ?" Tanyanya kembali.


"Ya, tapi mamah bilang aku harus ikuti kata hati aku Al. Dan hati aku sedang bingung."


"Kamu masih cinta atau tidak?"


"Ish kamu banyak bertanya sudah seperti wartawan saja." Reyna memukul pelan lengan Alice dan mereka tertawa bersama.


"Hallo Rey." Tiba-tiba Jansen teman sekelas Reyna menepuk bahu Reyna dari belakang.


"Eh Jansen." Reyna menoleh lalu tersenyum.


Jansen memang sangat perhatian kepada Reyna maka tidak heran jika Robi sangat cemburu melihat kedekatan mereka. Padahal Reyna hanya menganggap Jansen sebagai teman saja tidak lebih.


"Reyna saja yang disapa. Aku juga ada jansen." Ucap Alice sambil cemberut.


"Oh iya. Haha. Maaf maaf Alice. Hallo Alice." Jansen tertawa lalu menepuk bahu Alice juga.


"Hai Jansen." Alice memukul punggung Jansen sedikit keras.


"Awww sakit." Pekik Jansen.


Mereka bertiga pun tertawa dan berjalan kaki bersama.


Sesampainya dikampus, Robi menunggu Reyna di depan pintu gerbang utama.


"Rey, lihat itu ada Robi lagi nunggu kamu." Alice menyenggol lengan Reyna yang sedang fokus berjalan dan tidak melihat Robi.


"Mana?" Tanya Reyna.


"Itu." Alice menunjuk ke arah Robi yang tersenyum saat Reyna melihatnya.


"Ya sudah, kamu dan Janssn duluan saja ke kelas nya nanti aku nyusul ya." Ucap Reyna sambik berjalan menghampiri Robi yang sedari tadi melambai-lambaikan tangan nya tidak jelas.


"Ada apa Bi?" Tanya Reyna setelah sampai dihadapan mantan pacarnya itu.


"Gimana? Udah mau maafin aku kan? Kita balikan lagi kan?" Robi memberondong Reyna dengan beberapa pertanyaan.


"Aku belum ada keputusan Bi. Maaf ya. Aku ke kelas dulu." Jawab Reyna hendak berbalik namun Robi memegang kedua lengannya sehingga Reyna kembali menghadap Robi.


"Apa lagi Bi?" Tanya Reyna.


"Kamu harus tau kalau aku akan menunggumu sampai kapanpun Reyna putri Alfahri. Jadi jangan pernah kecewain aku." Tegas Robi kemudian melepaskan tangannya dari bahu Reyna dan pergi meninggalkan Reyna yang terdiam mendengar perkataan Robi barusan.


***


Askara melajukan mobilnya dengan cepat sambil menggerutu tidak jelas.


"Dasar cewe perusak mood. Udah gue baik-baikin malah nusuk gue dari belakang. Maksudnya apa coba bilang gue meras dia. Kenal juga nggak. Gak tau apa kalau gue itu anak dari seorang pengusaha terkenal. Aldebaran Alfahri. Ihhhh siall. Mau refreshing malah tambah kesal."


Askara memukul-mukul setir nya dengan kesal.


Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan dia menepikan dulu mobil untuk mengangkatnya terlebih dahulu.


"Hallo pah." Setelah melihat layar ponsel, ternyata yang menelfon adalah Aldebaran. Ayahnya.


"Kamu dimana nak?" Tanya Aldebaran dari seberang telfon.


"Aku lagi diluar pah. Ada apa?"


"Bisa ke kantor sebentar ga?


"Bisa pah, aku kesana sekarang ya."


"Oke. Hati-hati dijalannya."


Telfon pun terputus dan Askara langsung melajukan mobilnya menuju kantor Aldebaran Alfahri.


***


Disebuah ruangan dengan meja panjang dan kursi yang berjajar rapi terlihat sosok Aldebaran sedang duduk di kursi utama menunggu klien nya datang karena sebentar lagi akan diadakan meeting.


Aldebaran terlihat sedang gelisah menunggu kedatangan seseorang yang seperti nya paling berpengaruh dalam meeting kali ini.


Rendi sang asisten pribadi tengah berlibur bersama Jesika istrinya dan kedua anak kembar nya ke Amerika. Meski telah menikah dengan pemilik perusahaan, Rendi enggan meninggalkan bosnya itu. Dia tetap setia menjadi asisten pribadi seorang Aldebaran Alfahri.


Dalam meeting kali ini mau tidak mau Aldebaran harus mencari sosok sementara pengganti Rendi dan tanpa di duga dia menyuruh putra nya untuk mengemban tugas berat tersebut.


Beberapa saat kemudian kursi yang tadinya kosong telah terisi penuh, beberapa karyawan Aldebaran ada disana begitu juga klien-klien penting juga telah hadir namun meeting belum juga di mulai karena Aldebaran menunggu kehadiran putranya.


"Pak, udah bisa di mulai?" Tanya salah satu karyawannya.


"Sebentar lagi, saya masih nunggu seseorang." Jawab Aldebaran.


Tok tok tok


Terdengar suara pintu diketuk dari luar.


"Masuk." Teriak Aldebaran dan seketika pintu pun terbuka.


Askara masuk dan terkejut melihat sekeliling. Dia tidak menyangka akan dilibatkan dalam meeting dengan klien yang penting.


"Sini nak." Aldebaran melambaikan tangannya dan Askara pun berjalan menghampiri ayahnya.


Semuanya berdiri saat Aldebaran memperkenalkan Askara.


"Ini Askara, anak saya. Dan untuk sementara dia akan menggantikan Rendi menjadi asisten pribadi saya." Ucap Aldebaran.


"Pah, koq dadakan banget." Protes Askara namun sama sekali tak di gubris oleh ayahnya.


"Silahkan duduk kembali dan meeting saya mulai."


***


Setelah selesai meeting, Askara pergi ke ruangan Aldebaran sementara ayahnya sedang mengantar para klien penting itu ke lobi.


"Apa apain sih papah, ga ada komunikasi dulu sama sekali." Gerutu Askara sambil mondar mandir diruangan ayahnya.


"Maaf nak, nunggu lama ya." Tiba-tiba Al masuk menghampiri Askara.


"Pah, aku kan baru lulus SMA masa udah di jadiin pengganti pak Rendi." Ucap Askara sedikit kesal.


"Papah tau, itu kan untuk sementara nak. Sambil nunggu kuliah kamu dimulai, kamu belajar sedikit-sedikit biar nanti tidak kaku." Jelas Al dengan wajah ceria beda dengan Askara yang nampak kesal dan sedih.


"Kamu udah makan siang belum nak?" Tanya Al.


"Belum." Jawab Askara singkat.


Ingin rasanya dia berontak dan menentang keinginan ayahnya namun itu mustahil karena dia tahu sifat keras kepala ayahnya tidak dapat dengan mudah diluluhkan. Apalagi jika dengan emosi, akan semakin sulit untuk ditaklukan.


Askara yakin suatu saat ayahnya akan mengerti keinginannya dan apa yang menjadi passionnya. Dia hanya perlu bersabar menunggu hal itu terjadi.


"Ya sudah, mau makan apa?" Tanya Al lagi.


"Terserah papah deh." Jawab Askara.


Al pun langsung memesan makanan melewati sekretarisnya dan meminta agar makanan itu diantarkan ke ruangannya.


Sambil menunggu makanan datang, Al menjelaskan sedikit demi sedikit tugas yang harus dilakukan Askara. Walau kesal, Askara tetap memperhatikan ayahnya dan sesekali bertanya jika ada yang tidak ia mengerti.


Beberapa menit kemudian, seorang office boy mengantarkan makanan ke ruangan Al.


Al pun menghentikan penjelasannya dan mengajak Askara untuk makan terlebih dahulu.


***